Komnas HAM menolak rekonsiliasi tanpa mengungkap kebenaran
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
“Proses rekonsiliasi tanpa mengungkap kebenaran adalah omong kosong,” kata Komnas HAM
JAKARTA, Indonesia – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) resmi menyatakan penolakannya terhadap konsep rekonsiliasi kasus pelanggaran HAM berat tanpa mengungkap kebenarannya.
Alih-alih membahas rekonsiliasi, Komnas HAM meminta Kejaksaan Agung menindaklanjuti laporan penyidikan yang telah diselesaikan sejak 2012.
“Harus ada kejelasan proses peradilan terlebih dahulu untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang diprakarsai Komnas HAM, dan memerlukan Jaksa Agung untuk menindaklanjutinya,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Dianto Bachriadi dalam konferensi pers, Senin, 4 April. .
“Rekonsiliasi seperti apa? Apa dasar hukumnya? Apa formatnya? Apa implikasi hukum dan politiknya? Apa saja elemen utama yang akan dihadirkan di sana? Apakah ada proses untuk mengatakan kebenaran? Bagaimana caranya? Siapa yang memfasilitasi ini?,” kata Dianto.
Dianto memastikan, bukan Komnas HAM yang akan menjadi fasilitator.
“Kalau ada yang bilang Komnas setuju (dan memfasilitasi) rekonsiliasi, itu klaim sepihak. “Kami tidak pernah mengatakan itu dalam rapat paripurna kami,” ujarnya.
Selain pertanyaan tersebut, Dianto mempertanyakan target pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM berat setelah Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Politik Luhut Panjaitan mengatakan kasus-kasus tersebut akan selesai pada Mei tahun ini.
“Kalau pemerintah menyatakan akan dilakukan bulan depan, masih banyak unsur yang belum jelas,” ujarnya pesimistis.
Komnas HAM khawatir konsep pemerintah belum matang dan proses rekonsiliasi tidak sesuai prinsip keterbukaan kebenaran.
“Proses rekonsiliasi tanpa mengungkap kebenaran adalah omong kosong,” ujarnya.
Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah?
“Sebenarnya banyak yang bisa dilakukan, seperti mempelajari rehabilitasi hak-hak korban, hukum, dan lain sebagainya. “Penelitian terhadap status tapol agar bisa dihapuskan dan dikembalikan nama baiknya,” ujarnya.
Dan pekerjaan ini hanya bisa dilakukan bukan dalam hitungan bulan, tapi bertahun-tahun.
Proses perkara HAM berat di masa lalu diawali dengan penyidikan oleh Komnas HAM, jika selesai akan diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk dilakukan penyidikan.
Komnas HAM juga sebelumnya membentuk tim ad hoc Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Penghilangan Orang Secara Paksa (PPOSP) periode 1997-1998 dan menyimpulkan dalam laporan setebal 301 halaman bahwa tim Mawar paling bertanggung jawab atas penculikan tersebut. puluhan aktivis.
Tim Mawar merupakan tim yang dibentuk di bawah Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV berdasarkan perintah langsung dan tertulis dari Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus saat itu, Mayjen TNI Prabowo Subianto.
Pada tahun 2006, Komnas HAM juga menyerahkan laporan tersebut ke Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Namun Kejaksaan menolak dengan dalih menunggu terbentuknya Pengadilan HAM ad hoc.
Hingga saat ini, kejaksaan belum pernah melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM berat.
Belakangan, pemerintah menyatakan sedang mempertimbangkan opsi non-yudisial dengan rekonsiliasi, yakni meminta maaf. Keluarga korban telah menyatakan penolakannya terhadap rencana tersebut.
Bahkan, pada 11 April lalu, pemerintah melalui Dewan Pertimbangan Presiden mengumumkan akan diadakan simposium antara pelaku kejahatan HAM berat dengan keluarga korban dan penyintas. Kemudian pemerintah akan memberikan pernyataan mengenai hal ini pada 2 Mei. —Rappler.com
BACA JUGA: