Militer Indonesia belum memasuki wilayah Filipina
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Indonesia telah menyiapkan kekuatan respon cepat di wilayah Tarakan jika diperlukan.
JAKARTA, Indonesia – (UPDATED) Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pasukan TNI belum bisa masuk ke wilayah Filipina karena bertentangan dengan konstitusi negara.
“Mereka punya konstitusi yang berbunyi seperti ini, saya coba ingat Inggris, keterlibatan angkatan bersenjata asing di wilayah Filipina diatur dengan perjanjian. “Itu amanah konstitusi yang tidak mungkin mereka langgar,” kata Retno usai menggelar rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Senin, 4 April.
Dalam rakor tersebut, Retno menjelaskan ada beberapa opsi untuk membebaskan 10 WNI yang saat ini masih disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina selatan. Pada Sabtu, 2 April, Retno berkunjung ke Filipina untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jose Almendras dan Presiden Benigno Aquino.
Saat itu, Retno mengaku terus menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah Filipina.
“Saya diutus presiden untuk berkomunikasi dan sebagainya. Komitmen pemerintah Filipina sangat jelas dalam membantu pembebasan 10 WNI yang disandera. “Langkah koordinasi terus kami lakukan,” kata mantan Duta Besar RI untuk Belanda itu.
Lalu opsi dana talangan apa saja yang dibahas dalam pertemuan tersebut? Retno enggan menyampaikan alasan menjamin keselamatan 10 WNI yang saat ini masih disandera.
“Namun, kami akan terus menjajaki opsi. “Rapat koordinasi ini untuk menyeleksi atau mengatur opsi-opsi yang ada,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan opsi dialog akan terus diutamakan untuk menyelamatkan nyawa 10 WNI yang masih disandera. Kendati demikian, Indonesia juga telah menyiapkan kekuatan tanggap cepat di Tarakan, Kalimantan Utara.
Bahkan, Jokowi juga menyebut terus memantau persiapan pasukan reaksi cepat.
“Namun untuk masuk ke wilayah negara lain harus ada izin dan kemarin sudah diberitakan dari Menteri Luar Negeri harus ada izin dari parlemen. Nah, ini yang masih belum bisa dilakukan, kata Jokowi, Minggu, 4 April di Stadion Gelora Bung Karno.
Dalam rekaman video yang diunggah di media sosial, kelompok Abu Sayyaf menetapkan batas waktu pembayaran uang tebusan 10 WNI tersebut yakni Jumat, 8 April. Abu Sayyaf menuntut uang tebusan sebesar 50 juta peso atau setara Rp 14,2 miliar.
Perusahaan siap membayar uang tebusan
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan mengatakan perusahaan pemilik kapal Brahma 12 dan Anand 12 siap membayar uang tebusan yang diminta sebesar Rp14,2 miliar. Namun, belum diketahui secara pasti opsi apa yang akan diambil pemerintah Indonesia.
“Yang masih dilakukan adalah dari pihak perusahaan yang disandera, mereka (perusahaan) siap membayarnya,” kata Luhut saat ditemui di kantornya hari ini.
Pernyataan Luhut justru bertolak belakang dengan ucapan Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang sebelumnya menegaskan, pemerintah Indonesia tidak akan tunduk pada pihak mana pun dan memenuhi tuntutan kelompok Abu Sayyaf yang meminta uang tebusan.– dengan laporan Antara/Rappler.com
BACA JUGA: