• October 3, 2024

11 tahun tsunami, merawat 10 tahun kedamaian di Aceh

BANDA ACEH, Indonesia – Hari ini masyarakat Nangroe Aceh Darussalam dan Nias memperingati 11 tahun bencana gempa dan tsunami Aceh.

Sejak awal, peringatan tsunami tahunan lebih sering diberikan di Aceh dibandingkan di Nias. Korban jiwa dan bangunan, termasuk harta benda, lebih besar terjadi di Serambi Mekkah.

Ketika saya meliput Konferensi Para Pihak (COP 21) di Paris, yang berakhir dengan perjanjian perubahan iklim global pertama dalam 20 tahun, pikiran saya melayang pada perdamaian di Aceh. Seandainya tidak terjadi serangan teroris di kota Paris, 3 November 2015, 155 kepala pemerintahan yang hadir mungkin tidak akan tergerak untuk menyetujui teks final Perjanjian Paris.

Selain memberikan pintu gerbang menuju masa depan ekonomi rendah karbon, masyarakat dunia juga menyerukan kepada para pemimpin mereka yang hadir di Paris untuk mengirimkan pesan yang jelas kepada para teroris,”Bahkan tidak takut“. Kami tidak takut.

Di tengah ancaman kekerasan berdarah, pada COP 21, sebuah sejarah baru ditulis untuk membangun dunia yang lebih sehat untuk generasi mendatang.

Perjanjian damai antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang dicapai pada 15 Agustus 2005 kini telah berusia lebih dari 10 tahun. Saya termasuk orang yang berpendapat, jika tidak terjadi bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004, maka perjanjian damai yang akhirnya ditandatangani di Helsinki, Finlandia akan sulit tercapai.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang saat itu memimpin inisiatif perdamaian di Aceh, khawatir bahwa perundingan tersebut akan gagal, seperti upaya-upaya sebelumnya. Pada Perkuliahan Reguler Kelas XXXVIII tanggal 26 Juli 2005, JK menyampaikan:

“Kalau orang bicara Aceh, saya bilang tolong tutup mata. Coba bayangkan apa yang terjadi di Aceh pada masa lalu. “Selama 30 tahun konflik, terbunuh, dibakar, ditembak, dihadang, berkelahi, 15 ribu orang meninggal, tidak ada kedamaian, masyarakat berjuang untuk bersekolah.”

Lebih lanjut seperti yang ditulis Fenty Effendy dalam bukunya gelombang kedamaian, Inisiatif dan Peran JK dalam Rekonsiliasi AcehJK berkata:

“Kalau begitu bayangkan tsunaminya, hampir 200 ribu orang meninggal. Coba bayangkan keduanya. Sekarang, apa yang akan Anda lakukan setelah membayangkan ini? Tidak ada kata lain: mari kita kembalikan Aceh dalam bentuk restorasi, pulihkan Aceh dengan membangun kembali, dan bangkitkan kembali jiwa.”

Perjanjian Damai Aceh mengatur segala aspek, mulai dari politik, ekonomi, hingga keamanan. Dalam kaitannya dengan urusan perekonomian, diatur antara lain bahwa, “Semua mantan pasukan GAM akan menerima alokasi lahan pertanian, lapangan kerja atau jaminan sosial yang sesuai dari pemerintah Aceh jika tidak dapat bekerja.

Dunia telah belajar dari Indonesia bagaimana menghadapi bencana alam dan kemanusiaan dengan korban jiwa tertinggi dalam setengah abad terakhir.

Setelah 10 tahun Perjanjian Damai, dan 11 tahun Peringatan Tsunami, kita memang belum bisa tenang. Berakhirnya suatu konflik bukan berarti tugas atau pekerjaan selesai.

Farid Husaini, dokter yang tergabung dalam tim inti perunding perdamaian Aceh dari pemerintah Indonesia, mengatakan: Menjamin dan memelihara perdamaian lebih sulit. Perdamaian akan bertahan bila ada rasa saling percaya, tidak ada pengkhianatan, dan komitmen untuk meningkatkan harkat dan martabat pihak-pihak yang terlibat.

Farid Husaini, dokter yang tergabung dalam tim inti perunding pemerintah Indonesia, menulis dalam bukunya: Jaga Kepercayaan untuk PerdamaianCerita dan tips untuk mendorong perdamaian di Aceh.”

Mengutip data Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), sekitar 50 persen konflik yang diselesaikan secara politik berulang dalam kurun waktu 10 tahun setelah perjanjian perdamaian. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa 30 persen konflik terulang kembali dalam waktu lima tahun.

Perjanjian perdamaian Arusha, di Rwanda, gagal. Kelompok ekstremis Hutu menolak perjanjian tersebut, yang berujung pada pembunuhan massal terhadap 1 juta warga Rwanda.

Di Aceh misalnya, sedang terjadi uji coba di bidang politik terkait keberadaan calon perseorangan pada pasal 256 UU Pemerintahan Aceh. Mahkamah Konstitusi mengabulkan revisi substansial terhadap pasal ini.

Uji coba hubungan antar warga antara lain terjadi pada 13 Oktober 2015 saat terjadi bentrokan di Aceh Singkil. Korban berjatuhan akibat terbakarnya gereja dan tempat ibadah. Tokoh setempat mengatakan bentrokan di Aceh Singkil terjadi karena adanya pemicu ketimpangan ekonomi.

Aksi kelompok bersenjata eks pejuang GAM mulai meluas pada tahun ini.

Yang terkini adalah baku tembak antara polisi dengan kelompok sipil bersenjata di Desa Tualang, Geudong, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, NAD, pada awal November 2015. Aparat keamanan menyebut, yang terlibat baku tembak dengan polisi, merupakan kelompok dipimpin oleh Din Minimi, mantan pejuang GAM. .

Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut.

Kelompok Din Minimi juga mendapat banyak dukungan dari mantan kombatan lain yang kecewa dengan masih terhentinya rekonstruksi Aceh. Menurut Din, nota kesepahaman (MoU) Perjanjian Helsinki tahun 2005 tidak bisa mensejahterakan Aceh.

Din ingin pemerintah Aceh memberikan keadilan kepada anak yatim, janda korban konflik, dan mewujudkan poin-poin MoU Helsinki yang disepakati pemerintah RI dan GAM.

Tahun lalu situs bbc.com menampilkan wawancara dengan empat orang mantan pejuang GAM yang mengaku kecewa dengan implementasi Nota Perdamaian Aceh.

Pada bulan Maret tahun ini, dua anggota intelijen TNI dibunuh saat menyelidiki aktivitas mantan anggota GAM. Pilkada tahun 2012 jelas menunjukkan potensi perpecahan di kalangan eks GAM. Ketegangan pun muncul antara petahana, Gubernur Irwandi Yusuf saat itu, dan Malik Mahmud serta tokoh senior GAM lainnya. Kubu Malik Mahmud menguasai kursi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui Partai Aceh.

Irwandi Yusuf yang dikenal ahli propaganda GAM saat perundingan damai akhirnya kalah. Pilkada ini dimenangkan oleh pasangan dari Partai Aceh, Dr Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf, keduanya mantan pejuang GAM.

Kemampuan mengembangkan kekayaan sumber daya alam, mengelolanya, dan mengalokasikan dana dari pusat memang menjadi pertanyaan besar bagi para pemimpin daerah yang sudah lama berpihak pada pihak separatis. Di sisi lain, implementasi janji-janji dalam Perjanjian Damai juga menjadi kunci pertanyaan apakah perdamaian akan bertahan lama. Tidak boleh ada ingkar janji atau wanprestasi dari pihak yang berdamai, kedua belah pihak.

Kembali ke situasi konflik seperti sebelum bencana tsunami tentu bukan menjadi pilihan bagi semua pihak. Harga yang harus dibayar terlalu tinggi.

Hari ini kita menundukkan kepala dan mendoakan seluruh korban bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Nias. – Rappler.com

BACA JUGA

Togel Sydney