2 petugas polisi memberikan bukti yang bertentangan dalam persidangan pembunuhan Salim Kancil
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Karena akan ditangani Polri, kami hanya akan memantau saja
SURABAYA, Indonesia – Dua petugas polisi yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang pembunuhan aktivis lingkungan hidup Salim Kancil di Pengadilan Negeri Surabaya memberikan pernyataan yang bertentangan pada Kamis, 17 Maret.
AKP Sudarminto, mantan Kapolsek Pasirian, Lumajang, mengaku belum pernah menerima laporan dari Tosan dan kelompok penentang penambangan pasir ilegal tentang ancaman pembunuhan dari Kepala Desa Selok Awar-Awar, Lumajang Hariyono, maupun dari Madasir yang saat itu menjabat. menjabat sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
“Saya tidak pernah menerima laporan adanya ancaman pembunuhan terhadap kelompok Tosan dan Salim Kancil,” kata Sudarminto di hadapan majelis hakim yang diketuai Jihad Arkanudin di Pengadilan Negeri Surabaya, 17 Maret 2016.
Menurut Sudarminto, dia pertama kali dikunjungi oleh Tosan pada tanggal 10 September ketika Tosan, Salim Kancil, dan anggota kelompok menentang penambangan pasir ilegal mendatangi Polsek Pasirian, Lumajang, untuk meminta perlindungan setelah sekelompok pendukung penambangan pasir ilegal mendatangi rumahnya.
“Setelah mengunjungi Tosan dan kelompoknya, saya menghubungi Kepala Desa Selok Awar-Awar Hariyono untuk meminta jaminan. Kepala desa setuju. Akhirnya saya minta Tosan dan rombongan pulang karena keadaan aman,” ujarnya.
Sudarminto menjabat sebagai Kapolsek Pasiri pada tahun 2010 hingga 2015.
Saat didatangi kelompok Tosan, Sudarminto mengaku kurang paham dengan permasalahan tersebut. Yang dia tahu, Tosan dan kelompoknya merasa terancam. “Mengancam tentang apa yang saya tidak tahu,” katanya.
Selama menjabat Kapolsek Pasirian, Sudarminto bahkan mengaku tidak mengetahui jika ada aktivitas penambangan pasir ilegal yang diperintahkan Kepala Desa Hariyono. Ia yakin akan segera dibangun desa wisata di lokasi penambangan liar tersebut.
“Saya tahu tentang perkembangan kota wisata. Bukan tambang pasir ilegal. Karena desa wisata itu tidak pernah diberitahu oleh camat,” ujarnya.
Meski tak paham dengan ancaman terhadap Tosan dan kawan-kawan, Sudarminto tetap melanjutkan laporannya kepada atasannya yakni Wakapolri dan Kasat Intel Polres Lumajang. Saat itu, kata Sudarminto, baik Wakapolres maupun Kasat Intel Polres Lumajang hanya mengatakan akan ditangani Polres Lumajang. “Karena akan ditangani Polri, kami hanya memantau saja,” ujarnya.
Namun pernyataan Sudarminto bertolak belakang dengan keterangan Sigit Promono. anggota Babinkamtibmas Polres Lumajang.
Menurut Sigit, ancaman pembunuhan tersebut sudah beberapa kali dilaporkannya ke Kapolsek Pasirian. Namun hingga Salim Kancil terbunuh dan Tosan hampir tewas pada 26 September 2015, tampaknya belum ada tindakan dari Polsek Pasirian, Lumajang, untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Selain menghadirkan mantan Kapolsek Pasirian, jaksa juga memperkenalkan AKP Eko yang menggantikan AKP Sudarminto sebagai Kapolsek Pasirian pada 17 September. Seperti Sudarminto, Eko pun mengaku belum pernah mendapat laporan adanya ancaman pembunuhan Salim Kancil dan kawan-kawan.
Sehari sebelum kejadian, laporan intelijen menyatakan demonstrasi yang akan digelar pada 26 September akan berjalan lambat, kata Eko.
Salim Kancil, aktivis lingkungan hidup yang menentang penambangan pasir ilegal di Lumajang, dibunuh pada 26 September 2015 oleh sekelompok pendukung penambangan pasir. Awalnya, kelompok penentang penambangan pasir ilegal akan melakukan protes damai menuntut penutupan tambang tersebut. Namun, pendukung penambangan pasir ilegal tidak tinggal diam. Dengan berkedok pengabdian masyarakat, mereka mengumpulkan massa untuk menghentikan aksi damai tersebut. Hingga akhirnya Salim Kancil meninggal dan Tosan dipukuli habis-habisan. – Rappler.com
BACA JUGA: