3 Petani Majalengka Jadi Tersangka, LBH Bandung Akan Ajukan Sidang Pendahuluan
- keren989
- 0
BANDUNG, Indonesia – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung akan berupaya menunda penahanan dan mengajukan sidang pendahuluan setelah tiga warga Desa Sukamulya, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, disebut-sebut sebagai tersangka bentrokan antara warga dan petugas.
Ketiga penghuninya adalah Carsiman, Darni dan Sunadi. Mereka dituduh menghalangi dan melawan petugas serta penegak hukum saat proses pengukuran perluasan lahan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Desa Sukamulya, Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka pada Kamis, 17 November hingga berujung tabrakan.
Ketiga warga yang berprofesi sebagai petani itu dijerat pasal 214 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
“Yang terjadi adalah pendistribusiannya oleh pihak yang berwenang, bukan halangan. Sebab saat kejadian, posisinya hanya negosiasi, kata Yogi.
Ketua LBH Bandung Arip Yogiawan mengatakan, pihaknya akan mengajukan sidang pendahuluan berdasarkan proses pemeriksaan yang dinilai cacat hukum.
Proses penyidikan dinilai cacat hukum karena antara lain terjadi tindakan kekerasan, termasuk melebihi masa penahanan 1×24 jam, kata Yogi, Senin, 21 November, saat dihubungi Rappler.
Salah satu tersangka, Carsiman, mengalami luka dan bengkak di berbagai bagian tubuhnya serta mengeluh pusing bahkan muntah-muntah. Menurut Yogi, hingga saat ini Carsiman belum mendapat perawatan medis.
Berdasarkan pengakuan Carsiman, kata Yogi, kliennya mengalami luka tersebut saat ditangkap aparat penegak hukum.
“Tapi saat di Polres Majalengka, dia juga dipukuli,” ujarnya.
Sementara Yogi juga membantah kliennya menghalangi dan melawan aparat.
“Yang terjadi adalah pendistribusiannya oleh pihak yang berwenang, bukan halangan. Sebab saat kejadian, posisinya hanya negosiasi, kata Yogi.
Yogi mengatakan, warga Desa Sukamulya meminta agar pengukuran tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (Badan Pertanahan Nasional) tidak dilakukan lagi karena belum ada upaya sosialisasi atau kesepakatan harga antara BIJB dan warga.
Namun perundingan antara petugas dan warga tidak mencapai kesepakatan dan polisi membubarkan rombongan warga dengan menembakkan gas air mata. Terjadi tabrakan yang berujung pada penangkapan 6 warga, tiga di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus menyatakan tiga warga Sukamulya ditetapkan sebagai tersangka karena menghalangi dan melawan aparat penegak hukum.
“Ketiga warga lainnya hanya sebagai saksi dan sudah kami bebaskan,” kata Yusri saat dikonfirmasi, Minggu 20 November. Ia mengatakan, pihaknya masih menyelidiki kasus tabrakan tersebut.
Walhi: Pembangunan Bandara Internasional Kertajati Penuh Pelanggaran
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat keamanan.
Dadan Ramdan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat, mengatakan hingga saat ini warga Sukamulya belum pernah dilibatkan dalam perencanaan pembebasan lahan, seperti konsultasi publik.
“Melanggar pasal 16, 19, 20, dan 21 UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum,” kata Dadan saat dihubungi Rappler, Senin.
Selain itu, Dadan menilai pembangunan bandara berskala internasional bernama Kertajati juga sarat dengan pelanggaran lainnya. Berikut pelanggaran yang dicatat Walhi Jabar:
- Warga Sukamulya tidak pernah diajak berkonsultasi untuk menyepakati dan menentukan lokasi pembangunan BIJB dan Kertajati Aerocity.
- Warga Sukamulya tidak pernah sekalipun diundang atau dilibatkan dalam pembahasan penetapan nilai dan jenis ganti rugi yang bertentangan dengan pasal 27, 31, 33, 34, 36, dan 37 UU Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum.
- Indikasi penipuan objek ganti rugi yang dilakukan oleh penyelenggara pengadaan tanah dengan membangun tempat tinggal fiktif di sawah warga sehingga nilai ganti rugi menjadi 2 kali lipat lebih besar, melanggar pasal 27, 28, 29 dan 30 UU Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum .
- Indikasi kejahatan perbankan, penipuan, pencurian, pencucian uang dan korupsi dalam proses ganti rugi pengadaan tanah BIJB, yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten yaitu Bank BJB.
- Bank BJB secara sepihak memindahbukukan/mentransfer 50 persen uang santunan warga atas pembangunan BIJB ke rekening nasabah lain tanpa persetujuan dan sepengetahuan warga terdampak. Hal ini jelas tercatat di seluruh buku tabungan warga terdampak dan melanggar Peraturan Bank Indonesia No.14/23/Pbi/2012 tentang Transfer Dana; Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.1/Pojk.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan; dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Izin lingkungan tersebut cacat hukum karena dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dibuat dan diberikan kepada pemerintah tidak melibatkan warga, tidak sesuai dengan fakta di lapangan, dan tidak pernah dipublikasikan sehingga melanggar Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan.
- Kertajati Aerocity bukan merupakan pembangunan yang termasuk dalam kategori kepentingan umum sehingga melanggar pasal 10 UU Pengadaan Tanah.
- Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 13 Tahun 2010 tentang Pembangunan dan Pengembangan Bandar Udara Internasional Jawa Barat dan Kertajati Aerocity cacat hukum, karena merugikan kepentingan pengusaha real estate dan Properti dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah melalui peraturan daerah tersebut di atas. Hal ini melanggar ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
KPA: Banyak indikasi korupsi dalam pengadaan tanah
Tak hanya Walhi Jabar, Konsorsium Reforma Agraria (KPA) juga mengecam keras kekerasan aparat dan kriminalisasi perebutan hak atas tanah. KPA bersama organisasi lain yang tergabung dalam Komite Nasional Reforma Agraria (KNPA) akan mendukung penuh perjuangan warga Sukamulya dan Mekar Jaya untuk mempertahankan tanahnya.
Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA, mengatakan banyak indikasi manipulasi dan korupsi yang terjadi di lapangan dalam proses pengadaan tanah.
“Di lokasi terlihat ratusan rumah fiktif yang dibangun oleh para spekulan tanah bekerja sama dengan pihak berwenang. “Setelah dibebaskan, warga terpaksa menyerahkan tanahnya,” kata Dewi kepada Rappler, Senin.
“Kok bisa di lahan yang dilepas tiba-tiba ada rumah hantu yang berdiri di atas persawahan? Hal ini untuk memanipulasi harga kompensasi. “Karena ada perbedaan harga antara lahan basah (sawah) dan pemukiman,” ujarnya.
Dewi juga mengungkapkan BIJB sebenarnya hanya membutuhkan lahan seluas 1.800 hektar, namun tampaknya perlu didukung oleh kegiatan usaha melalui pengembangan Kertajati Aerocity yang membutuhkan lahan seluas 3.200 hektar.
Akibat proyek tersebut, 5.000 hektar lahan di 11 desa akan tergusur, yang sebagian besar merupakan lahan pertanian produktif.
Meski saat ini telah dibangun enam bandara di Jabar yang fungsinya bisa dioptimalkan, namun urgensi pengembangan BIJB patut dipertanyakan, kata Dewi.
Dewi Kartika, Sekretaris Jenderal KPA, mengatakan warga yang menyerahkan tanahnya mengaku mendapat intimidasi dan teror sehingga akhirnya bersedia menjual tanahnya.
Dari 11 kota yang terkena penggusuran ditetapkan dengan keputusan Menteri Perhubungan No. 34/2005 yang diperbarui dengan KP 457 Tahun 2012, sebanyak 10 desa diratakan tanpa proses yang memadai dan informasi yang jelas bagi masyarakat. Desa Sukamulya menjadi satu-satunya desa yang masih memilih mempertahankan tanah dan desanya.
Rencana pengukuran (Kamis, 17 September 2016) mengancam 1.478 kepala keluarga dengan luas lahan lebih dari 500 hektare di Desa Sukamulya, kata Dewi.
Ia menilai ada ironi dalam proses alih fungsi lahan BIJB. Dijelaskannya, pasal 103 dalam UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menyatakan bahwa petani yang mengubah lahan pertanian menjadi lahan non pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan pidana denda paling banyak sebesar Rp 1 miliar rupiah.
Namun dalam kasus penggusuran di Desa Sukamulya dan banyak kasus lainnya, justru pemerintah yang mengubah lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, ujarnya.
Terkait hal tersebut, Dewi mengaku pihaknya telah melayangkan surat protes kepada Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Menurut Dewi, Kantor Staf Presiden (PSO) mendatangi lokasi dan melakukan dialog dengan warga.
“Dua hari lalu kami turun ke lapangan bersama KSP. Dengarkan kesaksian warga yang menyerahkan (tanah) dan yang menolak, kata Dewi.
Dia mengungkapkan, warga yang menyerahkan tanahnya mengaku mendapat intimidasi dan teror hingga akhirnya bersedia menjual tanahnya.
“Ini adalah kondisi permainan bagi pihak berwenang. Paksa melanjutkan pembebasan lahan. Bahkan menggunakan uang pemerintah untuk mengerahkan polisi dan TNI. Tentu ada yang berperan, pemerintah dan investor. Siapa yang paling diuntungkan jika proyek ini berhasil? “Bukan petani di Sukamulya,” ujarnya.
Warga meninggalkan desa karena takut
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menuding sekelompok orang melakukan intimidasi dan teror terhadap warga yang bersedia menyerahkan tanahnya. Bahkan, menurut Deddy, warga tersebut terpaksa meninggalkan desanya karena takut.
“Tidak ada satu pun pemilik tanah yang menolak, malah pemilik tanah diintimidasi oleh orang-orang yang diberi tanda kutip bukan pemilik tanah. “Tidak boleh, pemilik tanah diintimidasi,” kata Deddy kepada wartawan yang ditemuinya pekan lalu, Jumat 18 November di Gedung Sate.
Menurut Deddy, pihaknya menjalankan prosedur sesuai peraturan perundang-undangan dalam melakukan proses pembebasan lahan.
“Sudah (sesuai prosedur), sosialisasi sudah dilakukan, dokumen sudah lengkap, bahkan pemilik tanah sudah memberikan dokumen tanahnya. “Kalau tidak mau dijual, dokumennya tidak dapat,” ujarnya.
Sementara itu, atas sekelompok masyarakat yang menolak melakukan pengukuran tanah, Deddy menuding mereka bukan warga sekitar. Padahal, menurutnya, mereka adalah sekelompok orang yang mempunyai kepentingan tertentu.
“Siapa yang menolaknya? Pemilik tanah, kan? Jika Anda tidak memiliki tanah, baiklah, abaikan saja. Pemilik tanah tidak menolak. Lalu di manakah orang-orang yang menolak? Silakan tanya warganya dari mana?” ujarnya.
Menurut dia, polisi menjalankan tugasnya untuk memberikan keamanan dan melindungi hak warga yang menjual tanahnya.
“Oleh karena itu, tidak boleh ada sekelompok orang yang mengintimidasi kelompok lain yang sebenarnya mempunyai hak untuk melakukan hal tersebut. Polisi bahkan mengamankannya. Negara harus hadir pada saat seperti itu. Tidak ada yang terpaksa menjual tanah tersebut. Sebenarnya mereka ingin menjual tanahnya tapi dihalangi,” kata Deddy.
Katanya, ada 382 bidang tanah yang akan dilepas untuk dikembangkan landasan pacu yang akan dilaksanakan tahun depan. Pengukuran dilakukan untuk proses pencairan pembayaran tanah kepada warga.
BPN mengambil tindakan, lalu Pemprov membayar ke rekening masing-masing orang, targetnya Desember (cair), kata Deddy. —Rappler.com