4 hal yang perlu Anda ketahui tentang penembakan duta besar Rusia di Türkiye
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Duta Besar Rusia untuk Turki Andrei Karlov meninggal dunia setelah ditembak oleh seorang pria saat membuka pameran foto bertajuk “Russia as Seen by Turkish Citizens” di ibu kota Ankara pada Senin 19 Desember. Pembunuhan itu dilakukan oleh seorang pria berjas yang meneriakkan “jangan lupakan Aleppo” setelah protes berhari-hari di Turki menentang keterlibatan Rusia dalam konflik di Suriah.
Rusia telah memilih untuk mendukung Presiden Bashar Al Assad yang ingin disingkirkan oleh kelompok pemberontak. Akibatnya, warga yang tinggal di Aleppo pun menjadi korban pertempuran kedua belah pihak.
Berikut 4 hal yang perlu Anda ketahui tentang penembakan duta besar Rusia:
Bagaimana serangan itu terjadi?
Menurut klip video yang dibagikan secara luas, Duta Besar Karlov ditembak dari belakang saat membuka pameran fotografi Rusia di ruang pameran di ibu kota Ankara. Dari beberapa foto terlihat Dubes Karlov sedang berdiri di podium untuk memberikan pidato. Namun, dia tiba-tiba jatuh dan tidak sadarkan diri.
Sedangkan pelaku berdiri di belakangnya dengan mengenakan jas hitam, kemeja putih dan dasi. Pria itu kemudian meneriakkan “Allahu Akbar” dan berbicara dalam bahasa Arab tentang kesetiaannya pada jihad.
Kemudian, dengan senjata, pelaku berbicara kepada pengunjung pameran yang ketakutan dengan kata-kata “jangan lupakan Suriah, jangan lupakan Aleppo. Setiap orang yang berpartisipasi dalam tirani ini akan dimintai pertanggungjawaban.” Para tamu yang mendengar kata-kata tersebut memilih berlindung di balik meja-meja di area pameran.
Menurut laporan kantor berita negara Anadolu, pelaku berhasil dilumpuhkan dalam operasi di dalam area pameran setelah baku tembak selama 15 menit.
Pelakunya seorang polisi
Kementerian Dalam Negeri Turki menyebut pelaku sebagai Mevlut Mert dan berusia 22 tahun. Dia telah bekerja di Ankara sebagai petugas polisi anti huru hara selama 2,5 tahun terakhir.
Tidak jelas apakah dia sedang bertugas di ruang pameran atau tidak. Belum diketahui bagaimana Mert bisa membawa senjata ke ruang pameran.
Sementara itu, Wali Kota Ankara, Melih Gokcek, mengeluarkan pernyataan spekulatif melalui akun Twitternya, mengatakan bahwa pelaku kemungkinan memiliki hubungan dengan kelompok Fethullah Gulen yang saat ini berada di Amerika Serikat. Gulen telah dituduh oleh pemerintah Turki mendalangi kudeta terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Belum diketahui apakah pembunuhan Dubes Karlov dilakukan seorang diri atau berkelompok. Sejauh ini, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab. Namun peristiwa ini akan menambah beban pemerintah Turki, pasca aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh kelompok ISIS atau militan Kurdi.
Korbannya adalah seorang diplomat veteran
Andrei Karlov adalah seorang diplomat veteran yang membantu memperbaiki hubungan antara Moskow dan Ankara yang memburuk setelah militer Turki menembak jatuh sebuah jet tempur Sukhoi. Karlov yang berusia 62 tahun telah ditunjuk oleh Presiden Vladimir Putin untuk bertugas di ibu kota Ankara sejak 2013. Saat itu, kedua negara sedang berupaya meningkatkan hubungan perdagangan, meski Rusia dan Turki juga terlibat dalam konflik di Suriah.
Sebelum bertugas di Ankara, Dubes berkacamata itu menghabiskan sebagian besar waktunya membangun hubungan diplomatik di negara-negara di Semenanjung Korea. Karlov bertugas di kedutaan Rusia di Korea Utara dan Selatan. Ia kembali ditugaskan ke negara tersebut di bawah kepemimpinan Kim Jong-un pada periode 2001-2006.
Dampak terhadap hubungan kedua negara
Penembakan itu terjadi menjelang pertemuan penting antara 3 menteri luar negeri di Moskow, yakni menteri luar negeri Turki, Rusia dan Iran untuk membahas konflik di Suriah. Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, mendengar kabar penembakan ini di pesawat saat terbang ke Rusia untuk pertemuan trilateral.
Dalam konflik di Suriah, Moskow dan Türkiye mengambil posisi berlawanan. Ankara telah memilih untuk mendukung kelompok pemberontak yang berusaha menggulingkan Presiden Suriah Bashar Al Assad. Sementara itu, Moskow justru membela Assad dan menganggap aksi penggulingan presiden Suriah itu ilegal, karena ia terpilih melalui proses elektoral.
Keterlibatan Rusia dalam konflik di Suriah telah menyebabkan aksi unjuk rasa dan protes di Türkiye. Demonstrasi serupa juga dilakukan sejumlah umat Islam di Indonesia di depan gedung kedutaan Rusia pada Senin, 19 Desember 2018. Sementara itu, aksi unjuk rasa di Turki digelar di depan gedung Konsul Jenderal di Istanbul.
Mereka menganggap Rusia ikut bertanggung jawab atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di kota Aleppo.
Meski peristiwa memilukan ini dikritik berbagai pihak, Turki dan Rusia memilih untuk tidak terprovokasi. Putin dan Erdogan berjanji hubungan kedua negara tidak akan terpengaruh karena duta besar Rusia terbunuh.
“Kami tidak akan membiarkan serangan ini memengaruhi hubungan Turki-Rusia. Kejahatan yang dilakukan jelas merupakan provokasi yang bertujuan menghancurkan normalisasi hubungan Rusia-Turki dan proses perdamaian di Suriah,” kata Kementerian Luar Negeri Turki.
Menurut beberapa pengamat, Suriah adalah yang paling terkena dampak pembunuhan Duta Besar Karlov. Dosen bidang keamanan dan pembangunan di King’s College, London, Inggris, Domitilla Sagramoso, yakin Rusia akan merespons dengan cara yang biasa mereka lakukan.
“Mereka akan semakin meningkatkan keterlibatan militer mereka di Suriah. Mereka tidak akan membom Turki karena insiden ini, tapi saya pikir itu sebenarnya bisa membahayakan Suriah,” kata Sagramoso.
James Nixey, kepala program Rusia dan Eurasia di wadah pemikir Catham House, mengatakan Moskow akan menggunakan serangan ini untuk mengklaim berada di pihak yang sama dengan Ankara melawan aksi terorisme.
“Rusia akan menggambarkan ini sebagai upaya yang lebih luas untuk mengantisipasi serangan teroris. Menurut pendapat saya, Rusia tidak akan menyalahkan Turki atas peristiwa itu, melainkan menggunakannya untuk keuntungan mereka,” kata Nixey.
Bahkan, kemungkinan pembunuhan tersebut akan berdampak pada kebijakan pengungsi yang saat ini terjadi di kota Aleppo.
“Simpati rakyat Rusia akibat peristiwa ini akan berkurang. Jelas bahwa militer Rusia menginginkan pembalasan,” kata Nixey. – dengan laporan AFP/Rappler.com