• November 25, 2024
5 hal tentang tim pencari fakta PBB tentang pelanggaran HAM di Myanmar

5 hal tentang tim pencari fakta PBB tentang pelanggaran HAM di Myanmar

JAKARTA, Indonesia – Pada akhir Mei lalu, Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB akhirnya memutuskan untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TFT) tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Myanmar, khususnya di Negara Bagian Rakhine. Pembentukan tim ini bermula dari resolusi yang diadopsi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk menyelidiki apakah ada pelanggaran hak asasi manusia di Negara Bagian Rakhine. Sebanyak 47 negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB menyetujui pembentukan tim tersebut.

Uniknya, jika dulu kursi ketua TPF diisi oleh Indira Jaising (India), tongkat estafet kepemimpinan kini diserahkan kepada mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman. Terpilihnya Marzuki juga tidak lepas dari latar belakangnya sebagai warga negara Indonesia, satu-satunya negara yang masih diterima Myanmar.

Berikut lima hal yang Anda ketahui tentang tim bentukan Presiden Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Duta Besar Joaquin Alexander Maza Martelli:

1. Mulailah membentuk

TPF awalnya didirikan karena Dewan Hak Asasi Manusia PBB merasa prihatin dengan temuan terkini terkait dugaan pelanggaran HAM di Myanmar. Dalam resolusi yang dikeluarkan pada bulan Maret, Dewan Hak Asasi Manusia merujuk pada laporan komisioner PBB bahwa kejahatan terhadap komunitas etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine tampaknya meluas dan sistematis.

Hal ini juga menunjukkan adanya kejahatan terhadap kemanusiaan. Tuduhan tersebut bermula dari penyelidikan terhadap komunitas Rohingya sejak Oktober 2016. Saat itu, pasukan keamanan Myanmar membakar sekitar 1.500 bangunan di wilayah yang dihuni kelompok etnis Rohingya, memperkosa dan melakukan pelecehan seksual terhadap puluhan perempuan, serta melakukan eksekusi di luar hukum.

Buktinya, organisasi Human Rights Watch (HRW) merilis gambar satelit yang menunjukkan kerusakan setelah bangunan di sana rata dengan tanah. HRW juga mengklaim memiliki dokumen mengenai jenis kekerasan yang dilakukan aparat keamanan Myanmar terhadap etnis Rohingya.

2. Fokus pada pelanggaran hak asasi manusia

Marzuki dibantu oleh dua orang ahli di bidang Hak Asasi Manusia (HAM), yakni Radhuka Coomaraswamy dari Sri Lanka dan Christopher Dominic Sidoti dari Australia.

Mantan Jaksa Agung itu baru diangkat Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Juli lalu. Namun, Sidoti dan Coomaraswamy terpilih hingga Mei.

Mereka mengkampanyekan pembentukan TPF karena tidak percaya dengan tim pencari fakta dalam negeri yang dipimpin Wakil Presiden Myanmar, U Myint Swe dan pimpinan militer. Organisasi HRW menilai TPF dalam negeri pemerintah kurang memiliki metodologi penelitian yang baik, bias dan cenderung menutup-nutupi pelanggaran HAM.

Tim mulai bekerja sejak Agustus lalu dengan melakukan pertemuan di Jenewa. Saat itu, mereka membahas pendekatan yang tepat agar pemerintah Myanmar bersedia menerima mereka dengan tangan terbuka.

Sebagai indikasi awal, mereka akan menggunakan laporan Komisi yang dipimpin Kofi Annan.

“Komisi yang diketuai Kofi Annan ini berbeda dengan TPF, karena tidak diberi mandat untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM. Sementara TPF mempunyai mandat yang lebih komprehensif dibandingkan komisi yang diketuai Kofi Annan. “Kami fokus pada dugaan pelanggaran HAM,” kata Ketua TPF Marzuki Darusman saat ditemui di kantor Amnesty International, Minggu, 3 September.

Selain itu, Komisi Rakhine yang diketuai Kofi hanya diberi mandat untuk mencari tahu akar permasalahan di Rakhine State.

Rencananya, dalam 1,5 minggu ke depan mereka akan mencoba turun ke lapangan dan mulai bekerja. Selain Myanmar, mereka juga akan mengunjungi negara-negara terdampak lainnya termasuk Bangladesh, Malaysia, dan Thailand.

“Tapi itu semua tergantung visanya, karena bagaimanapun kita perlu izin masuk,” ujarnya.

3. Jangan hanya fokus pada Rakhine State

Berdasarkan data organisasi HRW, tim Marzuki tidak hanya fokus mencari pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Myanmar dan militer di negara bagian Rakhine. Mereka juga diperkirakan akan mengunjungi daerah-daerah di negara bagian Shan dan Kachin, karena juga terdapat dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

4. Harus selesai paling lambat Maret 2018

Misi TPF secara resmi dimulai pada Agustus 2017. Kemudian mereka diharapkan memberikan laporan lisan terkini yang akan disampaikan kepada anggota Dewan Hak Asasi Manusia pada September mendatang. Sementara itu, temuan selengkapnya harus disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada sesi pertemuannya yang ke-37 pada Maret 2018.

5. Pemerintah Myanmar akan menolak memberikan akses

Meskipun sampai saat ini belum ada diskusi resmi mengenai masuknya anggota TPF ke Myanmar, pemerintah telah mengindikasikan bahwa mereka akan menolak izin mereka. Sementara Marzuki tidak ingin merugikan pemerintah Myanmar.

Dari informasi yang dimilikinya, Myanmar menilai TPF Dewan HAM PBB tidak diperlukan. Sebab sudah ada TPF yang dibentuk secara internal oleh pemerintah Myanmar.

“TPF ini tidak dimaksudkan untuk apa pun selain untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang terjadi di Myanmar. Kami datang dengan pikiran terbuka dan tidak berprasangka buruk, sehingga pemerintah Myanmar juga berkepentingan untuk mengizinkan TPF masuk. Tujuannya agar Myanmar bisa menyampaikan versi mereka tentang situasi di sana, sehingga laporan kami bisa diselesaikan, kata Marzuki.

Sayangnya, Menteri Luar Negeri Aung San Suu Kyi menyatakan ketidaksetujuannya terhadap TPF saat berkunjung ke Brussels dan Stockholm. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Kyaw Tin di hadapan anggota parlemen pada 30 Juni lalu.

“Kami akan memerintahkan Kedutaan Besar Myanmar untuk tidak memberikan visa kepada seluruh anggota TPF PBB,” kata Tin.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Tetap Myanmar untuk PBB, Kyaw Zeya. “Jika mereka akan mengirimkan seseorang dalam misi pencarian fakta, maka tidak ada alasan bagi kami untuk membiarkan mereka masuk,” kata Zeya kepada media.

Meski demikian, Marzuki tak mau memikirkan hal negatif lagi. Ia kembali menegaskan, tim yang dipimpinnya bersifat independen dan tidak terpengaruh oleh kepentingan apa pun.

“Penunjukan anggota TPF tidak mewakili negara anggota masing-masing. Jadi, kami tidak mewakili kepentingan Sri Lanka, Australia atau Indonesia. “Tim ini bersifat otonom, mandiri dan obyektif,” tegas Marzuki. – Rappler.com

Data SDY