• October 2, 2024
5 negara Eropa membuka pintunya terhadap minyak sawit berkelanjutan

5 negara Eropa membuka pintunya terhadap minyak sawit berkelanjutan

Kampanye promosi minyak sawit Indonesia membuka jalan bagi produk ramah lingkungan untuk memasuki pasar Eropa

JAKARTA, Indonesia – Ada kabar baik bagi produsen kelapa sawit. Pekan ini, tepatnya tanggal 14 Desember, pemerintah lima negara di Eropa yaitu Inggris, Denmark, Perancis, Jerman, dan Belanda sepakat untuk memastikan 100 persen produksi minyak sawit berkelanjutan (minyak sawit berkelanjutan) pada tahun 2020.

Pejabat dari lima negara menandatangani Deklarasi minyak sawit berkelanjutan untuk mendukung pasokan penuh minyak sawit berkelanjutan – atau minyak sawit yang diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan.

Perjanjian Amsterdam dibuat untuk mendukung komitmen serupa yang dibuat oleh 11 organisasi perusahaan swasta.

Kegiatan untuk mendukung komitmen 100 persen minyak sawit berkelanjutan di Eropa diciptakan atas inisiatif Proyek Minyak Sawit Berkelanjutan Eropa. Upaya ini difasilitasi oleh Inisiatif Perdagangan Berkelanjutan dan industri minyak dan lemak Belanda.

Akan ada pendekatan yang lebih harmonis di antara negara-negara Eropa untuk memastikan penggunaan minyak sawit berkelanjutan dan menginspirasi perbaikan di kawasan lain. Hal tersebut diungkapkan juru bicara Federasi Eropa untuk Industri Makanan Biji Minyak dan Protein (Fediol), salah satu organisasi yang menandatangani Deklarasi Amsterdam.

Negara-negara di Eropa mempunyai tanggung jawab karena kawasan ini merupakan importir minyak sawit terbesar kedua di dunia. Sebanyak 7,3 juta ton minyak sawit yang masuk ke pasar Eropa setara dengan 12 persen produksi minyak sawit dunia.

Indonesia merupakan penghasil 40 juta ton minyak sawit, sedangkan Malaysia memproduksi 30 ton. Kedua negara ini menguasai 85 persen produksi minyak sawit dunia.

Pada tanggal 11 Oktober 2015, Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak sepakat untuk membentuk dewan negara-negara produsen minyak sawit. Pada acara di Istana Bogor, kedua pemimpin negara sepakat untuk menciptakan standar global baru untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.

Tujuan pembuatan standar baru adalah menjadikan standar tersebut ramah lingkungan dan mampu meningkatkan kesejahteraan 4 juta petani di Indonesia dan 500 petani kelapa sawit di Malaysia. Kedua negara juga sepakat membangun zona ekonomi hijau.

(BACA: Ironi Kesepakatan Dewan Sawit Jokowi dan Najib)

Perwakilan Fideol mengatakan pihaknya bekerja sama dengan inisiatif tingkat nasional, Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), dan asosiasi industri makanan di Uni Eropa, serta bekerja sama dengan kelompok advokasi minyak sawit berkelanjutan di Eropa.

RSPO adalah organisasi yang memberikan sertifikasi untuk minyak sawit berkelanjutan.

Barbara Gallani, direktur kebijakan dan keberlanjutan makanan dan minuman di Badan Perdagangan Inggris, mengatakan: “Tidak ada satu pihak pun yang dapat mengatasi tantangan keberlanjutan sendirian. Jadi inisiatif seperti Uni Eropa yang baru lahir sangat penting untuk mendorong perubahan sistematis di seluruh jaringan pemasok.”

Barbara ikut menandatangani Deklarasi Amsterdam.

Penandatangan lainnya, Asosiasi Margarin Internasional di Eropa (IMACE), mengatakan tujuan tahun 2020 terdengar ambisius namun dapat dilakukan.

Direktur IMACE Siska Pottie mengatakan, seiring dengan reformasi di RSPO, diperlukan pula langkah-langkah lain.

“Dukungan negara produsen terhadap produksi berkelanjutan, perbaikan kriteria dan pendekatan global untuk menghentikan deforestasi dalam penerapan industri kelapa sawit sangat diperlukan,” kata Siska.

Kabar dari Eropa ini tak lepas dari gencarnya kampanye yang dilakukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP). Sejak Oktober tahun ini, BPDP telah melakukan perjalanan untuk mempromosikan dan mengadvokasi minyak sawit Indonesia di berbagai acara di Eropa, mulai dari Milan, Paris, Jerman, Belanda, Kopenhagen, hingga Warsawa.

BPDP mengikuti sesi di Paviliun Indonesia pada COP 21 atau Konferensi Perubahan Iklim di Paris yang baru saja berakhir pekan lalu. (BACA: 4 Hal Tentang Indonesia di KTT Perubahan Iklim COP 21)

Bayu Krisnamurthi, CEO BPDP, menghadiri dan berbicara pada seminar yang diadakan Kantor Perdagangan Belanda pada 7 Desember 2015.

“Menciptakannya sangat menantang janji 2020. Bagi Indonesia tidak masalah. “Selama tiga tahun terakhir, kami menekankan industri kelapa sawit berkelanjutan,” kata Bayu.

Data Oktober 2015 yang dikutip dari RSPO mengenai pencapaian sertifikasi minyak sawit berkelanjutan (CSPO), Indonesia mencapai 74,4 persen dari total CSPO dicatat di seluruh dunia oleh industri minyak sawit. Itu berarti sekitar 2,56 juta hektar.

Dari jumlah tersebut, petani kecil sawit menghasilkan 166.380 hektar. “Di dunia, hanya Indonesia yang memiliki petani kecil yang telah mematuhi CSPO,” kata Bayu.

Bayu menggarisbawahi, memboikot sawit bukanlah solusinya.

“Produk minyak yang terbuat dari bahan lain belum tentu lebih sehat, tapi tentu berdampak lebih buruk terhadap kelestarian lingkungan,” kata Bayu merujuk pada produktivitas kelapa sawit per negara dibandingkan industri minyak kedelai dan minyak sayur lainnya.

Dalam Dialog Paris yang digelar awal November lalu, Bayu memaparkan lima prioritas pengembangan kelapa sawit Indonesia yang dapat dibaca di sini. —Rappler.com

BACA JUGA: