8 permasalahan yang akan diprediksi pada tahun 2016
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia—Pada tahun 2015, permasalahan sosial seputar pengungsi Rohingya, pernikahan sesama jenis, konflik horizontal antar umat beragama dan penerbitan surat edaran Kebencian oleh Kapolri.
Tahun ini, isu LGBT dan agama diprediksi masih menjadi salah satu isu hangat yang diperbincangkan.
Rappler mewawancarai aktivis hak asasi manusia, antikorupsi, dan LGBT. Berikut isu-isu sosial politik yang diperkirakan akan memanas pada tahun 2016:
1. Gerakan HUT
Menurut Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar mengatakan, peringatan peristiwa HAM di Tanah Air akan terus diperingati setiap tahunnya. Misalnya, peringatan meninggalnya aktivis hak asasi manusia Munir Said Talib telah berusia lebih dari satu dekade.
Peringatan ini tetap dilakukan untuk memberikan pesan kepada masyarakat bahwa kekebalan ada, dan negara tidak bekerja. “Persoalan HAM era Jokowi dibandingkan era SBY tidak jauh berbeda, bahkan lebih parah,” ujarnya kepada Rappler, Senin, 4 Januari 2015.
Gerakan memperingati peristiwa atau hari jadi ini akan terus berlanjut dari tahun ke tahun.
2. Pergantian Kapolri
Haris melanjutkan, selain hari jadi, situasi politik di negeri ini akan memanas karena Kapolri saat ini, Jenderal Badrodin Haiti, akan memasuki masa pensiun pada bulan Juni. “Saya perkirakan bulan Maret akan mulai ramai,” ujarnya.
Momen tersebut menjadi momen penentu bagi Presiden Joko Widodo untuk kedua kalinya mendapat kritik dari aktivis antikorupsi dan masyarakat. Sebab pengganti Badrodin adalah Wakil Kapolri, Komjen Pol. Budi Gunawan.
Budi menjadi berita utama di media massa setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap saat menjabat Kepala Biro Pengembangan Karir Mabes Polri pada 2003-2006.
Meski status tersangkanya kemudian dibatalkan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang praperadilan.
Pergantian Kapolri akan menjadi pertarungan bagi Jokowi di depan publik. Jokowi bisa ketinggalan, kata Haris, jika tidak mempersiapkan skenario terbaik sejak dini.
Haris juga memperkirakan Jokowi akan mendapat tekanan dari lingkaran kekuasaannya ketika perubahan dilakukan.
3. Pelanggaran HAM masyarakat Papua
Tahun lalu, kekerasan aparat terhadap warga Papua tidak lagi terlihat di Bumi Cendrawasih, tapi juga di Bundaran Hotel Indonesia. Protes memperingati Hari Kebebasan Berekspresi yang dilakukan ratusan warga Papua di jantung ibu kota pada Selasa 1 Desember berakhir ricuh. Puluhan aktivis ditangkap, bahkan salah satunya dirawat karena diduga luka tembak.
Tahun ini, kata Haris, hubungan antara aparat dan masyarakat Papua diperkirakan akan memburuk mengingat rentetan kejadian tahun lalu. Praktik penembakan dan penangkapan disebut masih terus terjadi, meski tokoh masyarakat setempat telah meminta Presiden Jokowi segera membuka dialog antara kedua kubu.
4. Surat Edaran Kebebasan Berekspresi vs Perkataan Kebencian
Pengaturan melingkar re Kebencian, atau ujaran kebencian, disebarkan oleh Kapolda RI Jenderal Badrodin Haiti. Surat Edaran (SE) No. SE/6/X/2015 diterbitkan pada tanggal 8 Oktober 2015 dan dikirimkan ke Kepolisian Sektor dan Resor di seluruh tanah air.
Selang tiga pekan berlalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama mengeluarkan aturan serupa namun tak sama. Yakni Peraturan Gubernur nomor 228 Tahun 2015 yang mengatur tentang pengendalian pelaksanaan ekspresi masyarakat di ruang terbuka.
Peraturan gubernur tersebut mengatur tempat dan prosedur yang harus dilalui oleh pengunjuk rasa sebelum menyuarakan permasalahannya. Pemberlakuan Peraturan Gubernur ini diwarnai protes, begitu pula dengan terbitnya surat edaran tersebut Kebencian.
Haris memperkirakan akan semakin banyak pasal karet yang mengancam kebebasan berekspresi masyarakat. “Saat ini, penguasa melihat persoalan demokrasi (kebebasan berekspresi) sebagai ancaman,” kata Haris.
5. Hak-hak buruh
Hari Buruh yang diperingati pada tanggal 1 Mei 2016 akan menjadi hari jadi atau terulang kembali. Permasalahannya masih sama, yaitu soal upah.
Meski Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menjamin pemerintah akan menjamin kenaikan upah pekerja setiap tahunnya, namun bukan berarti persoalan hak pekerja sudah selesai.
Buruh terus memperdebatkan persoalan PP soal upah. Pada 10 Desember 2015, mereka menerbitkan Judicial Review (JR) PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan atas pelanggaran Pasal 28 UUD dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja ke Mahkamah Agung.
Gugatan tersebut merupakan pernyataan sikap koalisi buruh yang menolak formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi (PDB). Sebab rumusan ini hanya akan melanggengkan upah murah.
6. IPT 1965
Persoalan ini merupakan lanjutan sidang pengadilan rakyat bagi keluarga korban pembantaian tahun 1965. Sekitar 500.000 hingga satu juta orang yang diyakini anggota PKI tewas setelah terjadi gelombang penumpasan terhadap PKI yang dilakukan oleh lawannya yaitu tentara dan dibantu oleh organisasi masyarakat Islam saat itu yaitu Pemuda Anshor.
Haris memperkirakan, menjelang pengumuman putusan lengkap IPT tahun 1965 pada Maret mendatang, isu-isu akan dilontarkan oleh lembaga swadaya masyarakat yang mendukung pelaksanaan peradilan rakyat ini.
“Salah satu caranya adalah dengan memukul kelompok demokrasi dan mengaitkannya dengan idiom komunisme. “Bahwa LSM adalah agen komunis dan anti NKRI,” ujarnya.
7. Konflik agraria
Menurut Iwan Nurdin, Sekretaris Jenderal Konsorsium Reforma Agraria, konflik pertanian atau pertanahan berpotensi pecah tahun ini. Tahun lalu saja, katanya kepada Rappler, ada 300 kasus pertanahan di masyarakat.
Konflik pertanahan ini terjadi setiap tahunnya. “Hanya dalam waktu lima tahun, konflik pertanahan ini telah memakan korban jiwa sebanyak 90 orang,” ujarnya. Dengan total 1.777 konflik dan lahan bermasalah seluas 6,9 juta hektare selama 2004-2015.
Sumber permasalahan konflik adalah perluasan proyek infrastruktur pemerintah yang merampas tanah milik rakyat. Tahun ini, mega proyek yang ditargetkan selesai adalah Bakauheni-Bandar Lampung-Terbanggi.
Contoh lainnya adalah permasalahan lahan sejak masa Orde Baru yaitu Waduk Jati Gede.
“Konflik perkebunan sawit di Mesuji juga belum selesai,” ujarnya.
8. Perdebatan LGBT di kalangan tokoh agama
Isu lain yang akan menjadi hangat adalah perkembangan dunia Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Indonesia pasca diresmikannya pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat.
Menurut aktivis organisasi LGBT Gaya Nusantara Dede Oetomo, muncul tren baru di kalangan pemimpin agama surgawi, Islam, dan Kristen. “Ada beberapa program yang membangun ulama pro-LGBT,” ujarnya.
Generasi ulama muda ini akan lebih toleran terhadap kelompok LGBT. Akibatnya, mereka akan berhadapan dengan ulama konvensional yang lebih senior.
“Akan ada bentrokan. “Tapi tabrakan tidak bisa dihindari, kita hanya terbentur terus,” ujarnya.
Di kalangan gereja, reformasi juga mulai terjadi terkait sikap pendeta terhadap kaum LGBT. Misalnya di Gereja Anglikan.
Para pendeta Gereja Anglikan di Amerika Serikat mulai terbuka untuk menyetujui pernikahan sesama jenis pasca keputusan Mahkamah Agung di Negeri Paman Sam.
“Bahkan uskupnya pun gay,” kata Dede.
Sayangnya, keterbukaan para pendeta Gereja Anglikan di Amerika tidak disambut baik oleh para pendeta di belahan dunia lain, seperti Asia dan Afrika. Beberapa pendeta di benua ini bahkan mengancam akan mengundurkan diri karena tidak setuju dengan pernikahan sesama jenis.
“Gereja Anglikan mungkin akan terpecah karena para uskup Amerika tidak akan berubah dan akan terus memberkati pernikahan gay dan lesbian,” katanya.
Dan pusat keuskupan di Inggris, kata Dede, tidak ditujukan untuk para imam di Afrika dan Asia. Apakah generasi pertama pendeta dan pendeta pro-LGBT akan dibentuk tahun ini? —Rappler.com
BACA JUGA