Teater di Titik Nol: Dari Aceh hingga Rohingya
- keren989
- 0
Pemerintah daerah Aceh siap menampung kembali pengungsi Rohingya seperti tahun 2015
BANDA ACEH, Indonesia – Hari sudah hampir senja ketika beberapa warga Rohingya bekerja dengan rajin. Tiba-tiba sekelompok tentara bersenjata Myanmar datang menyerang mereka.
Mereka mendapat perlakuan kasar. Menendang atau menembak tanpa henti. Rohingya menyerah, tidak mampu melawan.
Beberapa warga Rohingya kemudian memilih meninggalkan desanya dan melarikan diri. Dengan perahu kecil mereka mendayung menuju lautan luas. Bagi mereka, terhempas ombak di perahu kecil lebih aman dibandingkan terkena peluru di rumahnya sendiri.
Kebrutalan tentara Myanmar rupanya tidak hanya terjadi di desa-desa saja. Begitu mereka mengetahui bahwa beberapa warga Rohingya hendak meninggalkan kota, tentara segera melepaskan tembakan. Badai timah panas menghujani upaya evakuasi warga Rohingya dari tanah air mereka.
Sayangnya, ada beberapa warga yang sudah terlanjur tewas sebelum mereka tiba dengan perahu kecil tersebut.
Sementara itu, mereka yang selamat dan berhasil naik perahu malah terombang-ambing di tengah gulungan ombak dan mati kelaparan.
Warga Rohingya akhirnya sampai di sebuah pantai. Senyum muncul di wajah mereka. Aceh, negara di ujung Pulau Sumatera, ternyata menjadi tempat mereka terdampar. Ini adalah pertama kalinya mereka mendarat setelah diusir dari tanah air.
Inilah teater yang dimainkan Solidaritas untuk Rohingya di ground zero Kota Banda Aceh. Aksi teatrikal itu dipentaskan Kamis, 7 September lalu, di pantai Desa Gampong Jawa, Banda Aceh.
Massa dari berbagai elemen masyarakat Aceh menggelar aksi teatrikal terkait pembantaian warga etnis Rohingya hingga akhirnya terdampar di serambi Mekkah.
Orasi juga disampaikan secara bergantian oleh perwakilan peserta. Kegiatan teater kemudian diakhiri dengan pembacaan puisi.
“Tindakan ini untuk menekankan bahwa pembantaian ini harus dihentikan. “Kami tidak ingin etnis Rohingya dibantai lagi,” kata Koordinator Aksi Teuku Muhammad.
Bahkan, menurut Teuku, masyarakat Aceh sudah siap menampung kembali warga Rohingya seperti yang terjadi pada tahun 2015. Saat ini para pengungsi Rohingya telah direlokasi ke Belawan, Sumatera Utara oleh pemerintah.
Peserta aksi juga meminta berbagai lembaga internasional seperti PBB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk mengambil tindakan nyata dalam menangani isu genosida etnis Rohingya.
“Menggugat pelaku kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya ke Mahkamah Internasional atas dasar pelanggaran HAM berat,” kata Teuku.
Siap berbagi pengalaman
Sementara itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyatakan siap berbagi pengalamannya dengan pemerintah Myanmar untuk membantu mewujudkan perdamaian di wilayah Rakhine. Irwandi mengatakan Aceh dan Rakhine juga mengalami situasi serupa.
Aceh telah mengalami konflik bersenjata selama 30 tahun dan berstatus Daerah Operasi Militer selama kurang lebih 15 tahun.
“Aceh bersedia berbagi pengalaman dengan pemerintah Myanmar dan membantu mewujudkan perdamaian di wilayah Rakhine,” kata Irwandi dalam keterangannya.
Pengalaman konflik bersenjata di Aceh, kata Irwandi, justru membawa kerugian dan kemunduran besar baik secara budaya, sosial, dan ekonomi. Bahkan, situasi ini menimbulkan luka mendalam bagi para korban yang sebagian besar merupakan warga sipil.
Untuk itu, pemerintah daerah Aceh meminta pemerintah Myanmar menahan diri secara maksimal dengan tidak menggunakan cara-cara kekerasan. Irwandi juga menyerukan agar operasi militer di wilayah Rakhine segera dihentikan.
Daripada menggunakan cara militer, pemerintah Myanmar dapat memulai proses stabilisasi politik dan pembangunan perdamaian antara masyarakat Rakhine dan Muslim Rohingya.
Pemerintah Myanmar hendaknya bekerja sama dengan PBB, ASEAN dan organisasi internasional lainnya untuk memulai dan membuka proses pembangunan perdamaian sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menegakkan hak asasi manusia dan demokrasi.
“Segala upaya pencegahan konflik harus dilakukan untuk menjaga stabilitas politik di kawasan ASEAN, mengingat beberapa negara ASEAN dan komunitas Muslim bereaksi keras atas kekerasan bersenjata di kawasan Rakhine,” kata Irwandi. – Rappler.com