• September 27, 2024

Adil bagi HMI

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pemberitaan miring tentang HMI dilatarbelakangi menebar kebencian di kalangan organ luar kampus

JAKARTA, Indonesia – Bagi saya, banyak alasan untuk bersikap negatif terhadap Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Sejak kuliah, saya sudah mengenal dan berinteraksi dengan kelompok mahasiswa ini. Pada awal kanda-kanda (senior-merah) HMI adalah sosok yang ramah, mengayomi, dan cerdas. Namun akhir-akhir ini saya kurang suka dengan HMI yang mulai berbicara negatif tentang organ lain di luar kampus.

Tak hanya HMI, hal serupa juga dilakukan lembaga di luar kampus seperti PMII, LMND, dan GMNI. Setelah kami lulus Universitas Jember justru menjadi bahan tertawaan rekan-rekan alumni, betapa bodohnya kami dijadikan musuh karena hal sepele seperti itu.

Masih ada sebagian yang berpendapat bahwa persaingan antar badan di luar kampus dipertahankan untuk hal-hal yang positif, memperkuat solidaritas internal dan bersaing secara sehat. Namun di sisi lain, kebencian pada setiap organ di luar kampus bisa menjadi bom waktu, yakni kebencian.

Pengalaman saya selama kuliah, saya menemukan banyak persaingan antar organ ekstra di kampus yang ditanamkan kepada junior, termasuk HMI.

Belakangan ini, citra HMI semakin terpuruk akibat framing media dan stigma negatif yang diciptakan para haters. Kebencian ini ditimbulkan oleh fakta-fakta tentang perilaku pengurus HMI atau anggotanya sendiri.

Salah satu kasusnya adalah lima aktivis HMI asal Kota Semarang yang tersangkut kasus korupsi dana bansos. Kasus ini dieksploitasi dan dijadikan pembenaran atas korupsi yang dilakukan lembaga ini. Apalagi kasus ini terkait korupsi Anas Urbaningrum yang pernah menjabat Ketua PB HMI.

Kasus lainnya adalah tindakan pengurus HMI Cabang Salatiga yang menuntut redaksi Lentera Student Press meminta maaf kepada masyarakat setempat. HMI Cabang Salatiga menilai majalah Lentera yang mengusung tema “Salatiga Kota Merah” telah menimbulkan keresahan. Ketua HMI Cabang Salatiga bahkan menyebut komunisme sebagai ideologi yang mengingkari keberadaan Tuhan.

Pemikiran dan sikap negatif terhadap HMI tidak hanya dihasilkan saat ini. Dulu HMI diserang, dikritik, diusahakan dibungkam, dan dieliminasi. Tak main-main, organ sebesar Partai Komunis Indonesia (PKI) juga pernah menganggap HMI sebagai pesaing yang setara.

Pada tanggal 29 September 1965, pada penutupan kongres konsentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI, gerakan mahasiswa PKI), diserukan slogan “Bubarkan HMI.”

DN Aidit, tokoh komunis saat itu, di tengah ribuan massa yang memadati Istora Senayan, pernah berteriak, “Kalau HMI tidak bisa dibubarkan, pakai sarung saja!”

Di Jember, Sekretaris Fakultas Hukum Universitas Unibraw (sekarang Universitas Jember) cabang Jember, menetapkan Prof Drs Ernest SH Utrecht HMI sebagai organisasi terlarang. HMI dituduh terlibat dalam PRRI/Permesta, DI/TII, percobaan pembunuhan Presiden Soekarno dan agen CIA.

Apakah ini akibat dari tradisi buruk persaingan antar organ di luar kampus? Menurut saya itu adalah kebencian yang diciptakan oleh HMI dan organ luar kampus lainnya atas nama rivalitas yang konyol.

Organ tambahan kampus saat ini tidak boleh melanjutkan tradisi buruk ini. Mahasiswa juga harus bijak agar tidak mudah terjerumus pada hasutan seniornya untuk membenci organ lain tanpa alasan.

Bagi saya, HMI tidak bisa dinilai dari alumninya yang bermasalah seperti Anas Urbaningrum. Sejumlah nama lain di lingkungan alumni HMI yang dikenal sebagai intelektual, misalnya Dawam Rahardjo, Kuntowidjojo, Djohan Efendi, dan Yudi Latief.

Dua nama alumni HMI lain yang saya kagumi selain Ahmad Wahib adalah mendiang Munir Said Thalib dan Nurcholis Majid.

HMI bukanlah sebuah badan monolitik yang dikendalikan oleh satu atau dua orang atau satu ideologi. Merupakan bangunan organisasi yang dibentuk oleh banyak pemikiran, pandangan politik dan juga semangat gerakan. Menghakimi habis-habisan seluruh HMI hanya karena kerusuhan di Riau mungkin hanya sebuah tindakan kecil. Namun yang lebih picik lagi adalah mereka yang tidak menganggap bahwa kerusuhan ini hanyalah kasus nasi bungkus saja tanpa mengetahui sejarah panjang organisasi ini.—Rappler.com

Baca juga:

Data Sidney