Kisah seorang follower yang mendapat 17 juta setelah bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng
keren989
- 0
PROBOLINGGO, Indonesia – Lapangan seukuran lapangan sepak bola di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, dipenuhi puluhan tenda berbahan kanvas dan bambu. Kalau dihitung totalnya mencapai sekitar 70 tenda.
Ukuran tenda bervariasi. Ada yang mampu menampung 30 orang, namun ada juga yang mampu menampung 50 orang. Ladang ini milik Dimas Kanjeng Taat Pribadi, pria yang disorot publik karena diduga mampu menggandakan uang. Belakangan, Dimas Kanjeng tersangkut kasus pidana karena diduga membunuh dua pengikutnya dan melakukan penipuan penggandaan uang.
Para pengikutnya mulai berkumpul di lapangan tak jauh dari Padepokan Dimas Kanjeng karena diminta pria berusia 46 tahun itu. Ia meminta para pengikutnya untuk mulai berkumpul setelah bulan Syawal. Alasannya adalah waktu pembayarannya sudah dekat. Jadi, tendanya didirikan.
Menjelang bulan Syawal masuk, pengikut Dimas Kanjeng datang silih berganti. Biasanya mereka datang dalam jangka waktu tertentu. Ke mereka. Ada yang datang ke pertapaan dan tinggal di sana selama seminggu lalu kembali ke rumah. Namun, ada juga yang menetap di sana hingga berbulan-bulan.
Jika datang ke padepokan, para pengikutnya biasanya akan menginap di rumah warga setempat. Sejak Dimas Kanjeng populer, warga sekitar padepokan pun mendapat berkah dengan menyewakan kamar, usaha makanan, dan ojek.
Dian, merupakan salah satu pengikut Dimas Kanjeng yang tinggal di tenda. Dilihat dari penampilan dan cara bicaranya, wanita asal Jakarta ini berasal dari kalangan mapan dan tidak kekurangan. Ia mengaku kepada Rappler bahwa ia tinggal bersama Padepokan Dimas Kanjeng selama beberapa bulan.
“Tapi jangan bilang kami sengsara. Kami memang sedang menjalani ujian. Itu (cara) dia menggembleng dan merasakan betapa beratnya menjadi orang yang tergusur. Itu adalah kehendak bebas kita sendiri. Apa itu salah?” tanya Dian saat ditemui Rappler, Kamis, 6 Oktober.
Ia mengaku pertama kali mengetahui Dimas Kanjeng dari temannya yang memperlihatkan video pria asal Probolinggo yang menunjukkan kemampuannya menggandakan uang.
“Saya tidak langsung membalas untuk bergabung saat itu. “Sama seperti Bu Marwah, saya butuh waktu untuk meminta petunjuk kepada Allah,” kata Dian.
Usai salat istikara, Dian mengaku menemukan kebenaran bahwa Dimas Kanjeng memang mendapat manfaat mendatangkan uang. Dian kemudian memutuskan bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng pada tahun 2013.
Menurutnya, selama mengikuti pertapa Dimas Kanjeng, tidak ada seorang pun yang menyimpang dari ajaran pria bernama asli Taat Pribadi itu. Para pengikutnya menjalankan ibadah sebagaimana umat Islam pada umumnya, yaitu shalat lima waktu, shalat duha, dan shalat tajahud.
“Kami juga melakukan istighosah setiap hari. Salahkah kita istighosah dan memohon agar rezeki disegerakan Allah? “Kami mohon pemerintah tidak memberikannya,” ujarnya.
Proses “mendapatkan” uang.
Selama 3 tahun menjadi pengikut Dimas Kanjeng, Dian mengaku sering melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana gurunya “berproses”, begitu para pengikut Dimas Kanjeng memanggilnya, hingga mendatangkan uang. Dian pun mengaku mendapat uang dari hasil “proses” Dimas Kanjeng.
“Saat saya mengajak teman-teman untuk bergabung dengan pertapa itu, dia menunjukkan kepada kami kemampuannya mendatangkan uang. Uang itu bahkan diberikan kepada kami. “Saya mendapat sekitar Rp 17 juta dari ‘prosesnya’,” kata Dian.
Uang yang disebut Dian asli itu langsung dibawa ke Bank Mandiri untuk disimpan.
“Itu (uang) semua nyata,” kata Dian.
Oleh karena itu, Dian yakin Dimas Kanjeng memang diberi kelebihan oleh Tuhan. Dimas Kanjeng pernah mengatakan bahwa kemaslahatannya adalah ilmu Allah yang diturunkan kepada walinya.
“Dia tidak pernah mengatakan bahwa dia adalah Tuhan. “Jika dia mengatakan: ‘Akulah Allah’ sekali saja, maka akulah orang pertama yang melarikan diri,” ujarnya.
Mintalah untuk dipanggil Yang Mulia
Kisah lain dialami Ustadz Imam Muslih. Pria yang selalu mengenakan gamis dan celana longgar di atas mata kaki ini mengaku sebagai jemaah meja kecil.
Sama seperti Dian, Muslih mengenal Dimas Kanjeng dari video penggandaan uang. Muslih mengaku kala itu geram melihat video tersebut.
“Saya adalah anggota komunitas Tabligh. Aku benci orang yang menyimpang. “Tugas saya adalah memperingatkan mereka,” kata Muslih yang mengaku fasih berbahasa Inggris dan Arab.
Meski geram melihat video tersebut, Muslih tak langsung menolak saat ditawari menjadi pengikut Dimas Kanjeng. Ia meminta teman yang mengajaknya menunggu jawaban yang diberikan pada pukul 02.00 pagi.
“Malam harinya saya kemudian shalat istikharah dan meminta petunjuk. “Usai saya salat, saat mata saya setengah mengantuk, tiba-tiba sosok Dimas Kanjeng muncul di hadapan saya,” ujarnya.
Maka keesokan harinya Muslih segera membeli formulir pendaftaran seharga Rp 1.250.000,00 untuk menjadi anggota Padepokan Dimas Kanjeng. Beliau bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng sejak awal tahun 2013 hingga saat ini.
Muslih mengatakan, selama menjadi pengikut Dimas Kanjeng, ia tidak pernah mengaku sebagai kyai, habib, atau ustadz. Selama salat Jumat, Dimas Kanjeng belum pernah menjadi imam apalagi memimpin pengajian istighosah atau kegiatan keagamaan lainnya.
Para pengikutnya justru memimpin pengajian dan istighosah setiap hari.

“Jangan panggil saya kyai, habib atau ustadz. Nanti kyai, habib atau ustadz sejati yang ada di padepokan akan marah. Panggil saja saya ‘Yang Mulia Dimas Kanjeng’. “Saya spesialis pengadaan,” kata Muslih menirukan ucapan Dimas Kanjeng.
Soal biaya pendaftaran yang sering disebut masyarakat sebagai ‘mas kawin’, menurut Muslih, tidak ada salahnya. Menurutnya, mahar tersebut sama saja dengan sumbangan sukarela. Dari donasi yang dibayarkan kepada Dimas Kanjeng, selanjutnya akan digandakan.
Selain digunakan untuk kepentingan pribadi pengikutnya, uang hasil ‘proses’ Dimas Kanjeng juga digunakan untuk pengembangan masyarakat seperti pembangunan seribu rumah Islam, seribu rumah sakit, dan seribu universitas.
Kini Dimas Kanjeng sudah ditangkap polisi, para pengikutnya termasuk Dian dan Muslih menolak pulang dari padepokan. Mereka bertekad menunggu proses hukum Dimas Kanjeng.
Bahkan, mereka meyakini yang diamankan Polda Jatim bukanlah Dimas Kanjeng. Sebab, beberapa pengikut sang pertapa mengaku pernah melihat Dimas Kanjeng berjalan-jalan di sekitar pertapaan usai ditangkap Polda Jatim. – Rappler.com