• October 3, 2024

Dunia yang diharapkan para ibu bagi anak Indonesia

Kongres Wanita Indonesia diselenggarakan pertama kali pada tanggal 22-25 Desember 1928. Hal ini menjadi cikal bakal bahwa setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu di Indonesia.

Namun artikel ini tidak akan membahas bagaimana seharusnya masyarakat Indonesia memaknai dan merayakan Hari Ibu, melainkan membahas tentang peran para perempuan tersebut dalam mempersiapkan generasi mendatang.

Rappler bertanya kepada sembilan perempuan Indonesia dari berbagai profesi tentang:

  1. Dunia apa yang diharapkan anak Indonesia dari sudut pandang seorang ibu?
  2. Apa ancaman terbesar bagi anak-anak Indonesia saat ini?

Inilah jawaban mereka:

Dewi Rezer (selebriti, presenter, model)

1. Dunia yang tidak dipenuhi kebencian dan rasisme. Dunia yang mengajarkan anak untuk bersabar, contoh sederhananya adalah antri tanpa berkelahi. Sebab saat ini banyak sekali orang dewasa yang suka loncat-loncat dalam antrian. Sejak kecil saya diajari untuk mengetahui hal-hal seperti itu. Dan dunia yang mengenal etika juga. Pada dasarnya dunia yang penuh cinta.

2. Pendidikan yang salah. Banyak anak zaman sekarang yang belum memahami SARA. Contoh pendidikan yang salah antara lain ajaran agama yang salah. Rasisme. Masih ada saja yang suka membeda-bedakan suku dan macam-macam, daripada belajar keberagaman. Stereotip juga merupakan masalah. Saya sering mendengar orang tua berkata kepada anak-anaknya, “Hei, itu anak Tionghoa.” Orang tua adalah pengaruh nomor satu. Mereka harus memberikan contoh kepada anak-anaknya.

Ledia Hanifa (Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI 2014-2019, Fraksi PKS)

1. Dunia yang diinginkan anak adalah dunia dimana mereka dapat bertumbuh sesuai usia dan tahap perkembangannya. Mereka juga dapat terlindungi dari kejahatan, dapat berekspresi dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

2. Ancaman bagi anak-anak kita saat ini adalah orang dewasa yang tidak bisa memberikan dunia yang saya sebutkan di atas, misalnya kita lihat dengan pornografi, perdagangan manusiadan seterusnya.

Kita bicara bonus demografi, ini soal kuantitas. Sementara itu, dari segi kualitas, keahliandan kekuatan mereka tidak memadai karena dunia yang tidak mendukung proses pembangunan mereka akan mengalami hal yang sama bencana.

Shinta Kamdani (Ketua APINDO, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kerja Sama Luar Negeri, dan CEO Sintesa Group)

1. Dapat melihat anaknya tumbuh dan berkembang dengan sehat dan dalam lingkungan yang baik bagi seorang ibu merupakan sebuah harapan yang harus diwujudkan. Hal ini bisa menjadi suatu keharusan apabila terdapat kerjasama yang baik antara keluarga dan unsur pendukungnya.

Artinya keluarga memenuhi perannya dengan memberikan pendidikan yang baik dari segi ilmu pengetahuan dan akhlak, termasuk agama. Ketika peran keluarga dalam pendidikan anak dimaksimalkan dan didukung oleh lingkungan eksternal yang kondusif, maka tersedia modal yang cukup untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang unggul.

Lantas di manakah harapan seorang ibu bisa ditempatkan? Dari sisi eksternal meliputi lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. Lingkungan rumah akan terkelola dengan baik bila setiap keluarga menjalankan fungsinya dengan baik, bekerjasama dengan pendidik di sekolah dan keamanannya terjamin oleh pemerintah.

2. Ketika keluarga tidak bisa menjadi “rumah” dimana ia merasa “betah” menjadi tempat yang seharusnya menjadi oase dimana ia merasakan kenyamanan dan keamanan lahir dan batin. Ketika keluarga tidak berada dalam tempat yang nyaman, berbagai ancaman dari luar seperti hubungan negatif seperti narkoba akan masuk tanpa filter.

Sinta Nuriyah Wahid (Ibu Negara Keempat Republik Indonesia)

Sinta Nuriyah Wahid (Ibu Negara keempat Republik Indonesia).  Foto dari Wikimedia

1. Bagi seorang ibu, yang diharapkan anak ke depannya adalah ketenangan, kedamaian, kedamaian dan penuh kasih sayang. Dapat mengembangkan bakatnya semaksimal mungkin, demi kemaslahatan umat manusia di muka bumi ini.

2. Ancaman terbesar bagi anak-anak saat ini adalah narkoba.

Kolonel Penerbangan Veronica (prajurit TNI AU, mantan pilot)

1. Menurut saya pendidikan itu nomor satu. Namun kita sebagai orang tua ingin anak kita “menjadi” (artinya sukses, khas bahasa jawa, Red) karena anak bisa dipercaya. Selain pendidikan teori, anak juga harus tumbuh dengan menerima pendidikan moral yang baik. Inilah harapan saya akan dunia yang ideal bagi anak-anak kita, sebagai ibu.

2. Saya melihat ancaman terhadap anak-anak lebih serius, terutama karena dampak negatif dari interaksi sosial. Karena sekarang anak-anak sudah berkelompok. Kalau dulu misalnya main di rumah siapa, keadaan keluarganya seperti apa, sekarang keadaannya berbeda. Kelompok ini ada yang positif, namun banyak juga yang negatif yang mengarahkan anak-anak kita, misalnya narkoba dan gerakan radikal.

Paila alias Menuk (Pekerja pengangkutkadang dijual saat musim rambutan, di Pasar Beringharjo, Yogyakarta)

Paila alias Menuk (Pekerja Pembawa).  Foto oleh Mawa Kresna/Rappler

1. Saya hanya seorang buruh, saya tidak bisa berharap banyak. SAYA mau anu Ya, kerja itu tidak berat, jangan sampai anak anda menjadi buruh seperti saya. Lagipula, itu hanya pekerja pengangkut. Cuma dapat Rp 30 ribu per hari, mentok di Rp 50 ribu.

Kalau pekerjaannya susah, semuanya mahal, kasihan anak-anak. Anak saya tidak mau sekolah lagi karena kasihan melihat ibunya setiap hari naik bus dari Kulonprogo ke Beringharjo menjadi buruh yang menggendongnya. Kalau sampai rumah capek, kadang minta di malam hari digoda.

Saya ingin melarangnya, ya, tidak bisa. Karena saya menginginkan anak seperti itu. Iya kalau begitu, saya hanya berharap Presiden bisa bekerja dengan baik, agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Intinya, jangan biarkan anak-anak Anda menjadi buruh seperti saya.

2. Ya, jika Anda tidak mendapatkan pekerjaan, Anda akan menganggur. Di desa gak ada sawah, mau ngapain? Tidak jelas sama sekali. Kalau anak saya tidak bekerja, saya juga sedih. Bagaimana bisa Anda hanya mengandalkan uang pada orang tua, padahal penghasilan Anda hanya sebesar gaji Anda sebagai pekerja? Misalnya dapat Rp 50 ribu, maka sudah Rp 20 ribu untuk naik bus pulang pergi.

Jika Anda tidak mempunyai pekerjaan, apa yang akan Anda makan? Semuanya mahal sekarang. Gunakan semua uangmu. Kamu cukup bayar untuk ke kamar mandi saja lho.

Budi Setyawati (Bdipesan dari PT Amron yang bergerak di bidang manufaktur elektronik)

Menurut saya, semua anak mengharapkan kenyamanan dalam keluarga. Sebagai seorang ibu yang bekerja, saya seringkali tidak punya cukup waktu untuk dihabiskan bersama anak-anak saya. Jadi sekarang kita perlu mengetahui dan memahami keinginan anak. Dari segi waktu misalnya, kita perlu tahu kapan harus bersama anak kita. Sesuaikan waktu Anda bersama mereka.

Berbeda dengan orang tua jaman dulu yang sering kali banyak mendikte kita, kini kita perlu lebih memahami keinginan anak kita. Sekarang kita harus bisa menggali keinginan, bakat dan minatnya. Karena dunia anak-anak sangat berbeda dengan dunia kita. Apa yang mereka inginkan, apa minat mereka, itu yang harus kita ikuti.

Dunia anak saat ini tidak lepas dari perkembangan teknologi dan informasi. Namun teknologi ini tidak semuanya berdampak positif bagi anak-anak. Jadi, saya memang perlu sering-sering memeriksanya telepon berjalan mereka. Sekarang globalisasi sudah semakin canggih, kita tinggal mengikuti tarik ulur sebagai orang tua. Prinsipnya, kita harus menjadi ibu yang patut dihormati, tapi juga tidak ditakuti.

2. Pergaulan bebas. Sekarang bahkan anak-anak sekolah dasar pun mempunyai film porno. Sudah ada cinta. Jika Anda di rumah, itu adalah anak-anak keamanan sangat. Kami melindunginya. Namun saat Anda berada di luar, ups. Di dalam rumah mungkin mereka manis-manis, tetapi di luar mereka merokok. Itu karena pergaulan.

Jadi yang saya takuti, dan sama seperti orang tua lainnya, adalah seks bebas dan narkoba. Namun kalau bisa, pasang saja GPS pada anak tersebut, agar kita bisa mengetahui keberadaannya. Apalagi jika anak-anak tersebut sudah mendekati usia dewasa, seperti anak SD atau SMA.

Yunni Jatiningsih (Ibu Orang Tua Tunggal)

Yunni Jatiningsih (orang tua tunggal).  Foto dok pribadi

1. Mengenai lingkungan, hendaknya anak tumbuh dengan rasa cinta dan kasih sayang. Dikatakan bahwa jika ada cinta di hati anak-anak kita, maka mereka akan mudah bertindak secara bertanggung jawab, jujur, mendukung dan bekerja sama.

Menanamkan sikap “kompetitif” pada anak sepertinya salah. Dulu sering orang berkata, “Nak, kamu harus pintar dan harus masuk PTN (universitas negeri)”. Atau kamu harus kuat dan besar agar temanmu takut dan berhenti mengganggumu.

Sama saja membuat anak harus selalu menang atas orang lain. Dan pasti ada yang merugi. Nah, dalam keadaan ini, ketika anak-anak beranjak dewasa, ada dorongan untuk berkompetisi, padahal banyak hal di “dunia orang dewasa” yang membutuhkan kerja sama. Salah satu filosofi Jawa adalah “menang tanpa kekalahan,Artinya kita berusaha untuk menang tanpa terkalahkan. Jika semua orang menang, itu sama dengan kesuksesan semua orang. Indonesia pasti akan lebih baik.

Jadi jangan saling bersaing, tapi harus kooperatif dan saling mendukung.

2. Ancaman terbesar adalah televisi. Sebab menonton televisi beberapa jam saja akan berdampak. Apalagi saat kita berbaring, alam bawah sadar kita merekam kejadian yang disiarkan. Korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, hidup mewah, itu merusak.

Mariani Renville Hutasoit (Ibu Rumah Tangga)

1. Saya ingin anak-anak Indonesia semakin maju dan pendidikan akhlaknya semakin terpacu atau ditingkatkan. Sebab kemajuan anak Indonesia bergantung pada akhlak yang diberikan keluarga dan pendidikan yang diterimanya.

2. Saya melihat masih banyak anak-anak di luar sana yang putus sekolah dan tidak bisa belajar untuk menunjang akhlak dan pendidikannya.

—Dengan laporan dari Abdul Qowi Bastian, Uni Lubis, Haryo Wisanggeni, Febriana Firdaus, Irham Duilah, Mawa Kresna, Mutyara Yediza/Rappler.com

BACA JUGA:

Pengeluaran Sidney