Jalan lain menuju gelar juara
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Hanya empat tim yang berhasil mencapai puncak klasemen Liga Inggris musim 2015/2016. Mereka adalah Leicester City, Manchester City, Arsenal, dan Manchester United. Namun, tidak ada yang sekonsisten Leicester.
Kekuatan tim julukan Rubah Itu adalah yang terlama di puncak papan peringkat. Mereka menduduki tahta mereka selama 10 minggu. Bandingkan dengan Arsenal yang hanya membutuhkan waktu dua pekan, Manchester City yang membutuhkan waktu 9 pekan, atau United yang menikmati indahnya berada di puncak klasemen hanya dalam satu pekan.
Dan kekuatan Leicester tidak semuanya diraih melalui bentrok langsung dengan ketiga tim tersebut. Pasukan Claudio Ranieri justru kalah 2-5 dari Arsenal, bermain imbang tanpa gol dengan City dan kembali bermain imbang 1-1 dengan United.
Leicester menunjukkan jalan berbeda menuju puncak klasemen: konsisten melawan tim yang tidak difavoritkan menang. Melawan para raksasa, mereka hanya bermain imbang. Sebab, mereka akan “mengkompensasi” hasil imbang di laga lain dengan hasil maksimal, tiga poin.
Di sisi lain, raksasa sering kali kalah melawan tim kelas menengah atau bahkan tim bawah.
Kesimpulan tersebut bukannya tanpa dasar. Di Premier League, Leicester menjadi tim yang paling sedikit mengalami kekalahan. Hanya dua kali. Bandingkan dengan City dan Arsenal yang menderita lima kekalahan, dan Manchester United enam kekalahan. Saingan terdekat Leicester hanya Tottenham Hotspur yang sudah tiga kali kalah.
Selain jarang kalah, Leicester lebih sering menang. Saat Arsenal bermain imbang melawan tim kecil seperti Norwich City (1-1), Stoke City (0-0), dan kalah 1-2 melawan West Bromwich Albion, Leicester justru kuat melawan Liverpool (2-0), Stoke (3 – 0 ), dan Chelsea (2-1).
Singkatnya, klub yang bermarkas di King Power Stadium ini menerapkan filosofi kemenangan yang populer di dunia modern. Anda mungkin kalah dalam pertempuran, tetapi Anda harus memenangkan perang.
Karenanya, saat menjamu Leicester di Etihad Stadium, pukul 19.45 WIB, Sabtu 6 Februari, Manajer City Manuel Pellegrini enggan menyebut hal itu sebagai faktor penentu gelar Liga Inggris. Masih banyak yang harus terjadi setelah pertandingan ini, katanya BBC.
Ya, duel keduanya merupakan pekan ke-25 Liga Inggris. Masih ada 13 pertandingan tersisa yang harus dihadapi kedua tim. Leicester misalnya. Minggu depan mereka akan ditantang oleh Arsenal di markas PenembakStadion Emirates.
Begitupun Kota. Daftar pertandingan mereka setelah menghadapi Leicester bahkan lebih sulit. Mereka menghadapi Spurs yang berada di posisi ketiga dan juara bertahan Chelsea berturut-turut.
“Ini bukan pertandingan terbesar musim ini. Kami bisa menang atau kalah di sini, tapi gelar Liga Inggris tidak akan berakhir di sini,” tegasnya Pellegrini.
Manajer asal Chile itu menegaskan bahwa konsistensi adalah hal terpenting. Permainan tertentu tidak menjamin gelar juara. Soalnya konsistensi justru menjadi masalah terbesar bagi klub milik taipan Timur Tengah Sheikh Mansour itu.
Performa mereka tidak konsisten akibat absennya kapten Vincent Kompany. Mereka juga kerap menderita saat harus memainkan laga tandang.
Klub nama panggilan Masyarakat mereka tidak mencapai hasil maksimal melawan lawan yang levelnya di bawah mereka. City kalah 0-2 dari Stoke City, ditahan imbang 0-0 oleh tim zona degradasi Aston Villa, bermain imbang 0-0 dengan tim papan tengah Everton, dan kalah 1-2 dari West Ham di hadapan pendukungnya sendiri.
“Masih ada 39 poin yang bisa diperebutkan setelah pertandingan ini. “Siapa pun yang berprestasi paling banyak, dialah yang disebut juara,” ujarnya Pellegrini.
Komentar Ranieri kurang lebih senada dengan komentar Pellegrini. “Rasanya pertandingan akan berakhir tanpa keputusan,” kata manajer Italia Itu.
Skema serangan balik akan menjadi masalah bagi City
Saat Chelsea masih dilatih Jose Mourinho, manajer asal Portugal itu mencatat empat plot serangan Leicester. Sepanjang latihan, John Terry dan kawan-kawan berlatih meredamnya.
Namun pada laga tersebut, Chelsea masih kalah 1-2. Dan dua gol itu terjadi persis seperti yang dibayangkan Mourinho. Salah satunya, penyerang Jamie Vardy yang berada agak jauh dari garis pertahanan hingga berlari cepat menemuinya membantu tepat di depan mulut gawang.
Selain itu, klub milik Asian Football Investments ini juga lebih mengandalkan serangan balik. Terutama dengan kedua sayapnya. Dua gol yang dicetak Leicester melawan Liverpool pada 3 Februari berasal dari skema ini.
Faktanya, hanya butuh dua umpan untuk mencetak gol ke gawang Liverpool. Sayap Riyad Mahrez yang menerima umpan dari bek, mengirim bola ke depan. Vardy berlari ke arahnya dan melepaskan tendangan voli dari luar kotak penalti.
Nampaknya hampir seluruh manajer papan atas Liga Inggris juga mengetahui skema ini. Tapi semua orang tidak berdaya saat berada di lapangan.
City yang kerap bermain dengan garis pertahanan tinggi akan kesulitan menghadapi serangan balik cepat tersebut. Apalagi salah satu senjata andalan Vardy adalah kecepatannya. Mahrez juga begitu.
Umpan-umpan terobosannya akan merepotkan dua bek City, Martin Demichelis dan Nikolas Otamendi. Dengan melambatnya Demichelis karena usia, Otamendi bisa dibilang menjadi andalan. Dan Otamendi menjadi salah satu alasan City kebobolan gol kedua West Ham United pada 24 Januari.
Pertahanan City memang terancam bahaya saat berhadapan dengan penyerang Leicester. Namun, City juga punya lini serang yang bagus. Paket Sergio Aguero-Raheem Sterling dan David Silva akan mengancam gawang Kasper Schmeichel. Untungnya, Kevin De Bruyne absen pada laga ini karena cedera.
Meski demikian, Ranieri tetap menganggap penyerang City lainnya sebagai ancaman serius. “Mereka punya banyak pemain kunci. “Kita tidak bisa hanya fokus pada beberapa saja,” ujarnya.—Rappler.com
BACA JUGA: