Nasehat ibu dalam setiap langkah Ridwan Kamil
- keren989
- 0
BANDUNG, Indonesia — Tak hanya sekali, namun berkali-kali Wali Kota Bandung Ridwan Kamil selalu menyebut nasehat ibunya saat memberikan pidato atau pidato. Bahkan, karena nasehat ibunya yang menjadi salah satu alasan Emil, sapaan akrab Ridwan, tak ikut serta dalam Pilgub DKI Jakarta. Ibunya mengingatkan Emil untuk tetap teguh berpegang pada cita-citanya saat menjadi Wali Kota Bandung.
“Saya ingat nasehat ibu saya, jadilah orang terbaik yang mempunyai kelebihan sebanyak-banyaknya, maka dari itu saya sekarang sedang menentukan siapa yang paling banyak kelebihannya,” kata Ridwan saat memutuskan tidak mengikuti Pilgub DKI Jakarta 2017. pemilu, pada 29 Februari 2016.
Diakui Emil, nasehat ibunya itulah yang menjadikannya seperti sekarang ini. Ia selalu menanyakan pendapat ibunya ketika mengambil keputusan besar. Bahkan saat hendak terpilih menjadi Wali Kota Bandung dan diajak bertarung di Pilgub DKI Jakarta 2017. Pria berkacamata itu menempatkan ibunya sebagai mentor dan tenaga dalam hidupnya.
Bagaimana kabar ibu orang nomor satu di kota Bandung ini?
Rappler berkesempatan menemui ibunda Ridwan, Tjutju Sukaesih, di kediamannya di Jalan Konstitusi, Kota Bandung pada Rabu pagi, 21 Desember. Kepribadiannya sederhana dan ramah. Saat kami berbincang, saya langsung tahu ada hikmah di setiap perkataannya.
Ia lahir 77 tahun lalu di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari pernikahannya dengan Atje Misbach, Tjutju melahirkan tujuh orang anak, namun dua di antaranya meninggal. Emil merupakan anak ketiga yang lahir saat usianya menginjak 32 tahun. Emil terlahir dengan tubuh kecil. Berat badannya hanya 2,5 kg dan panjang badannya 46 cm.
“Tapi entah bagaimana caranya, sekarang badannya sudah besar,” kata Tjutju sambil tertawa.
Baginya, Emil sama saja dengan anak-anaknya yang lain, tak mendapat kasih sayang dan perlakuan berbeda. Bersama mendiang suaminya, ia mendidik anak-anaknya untuk mandiri, bertanggung jawab, dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi masalah. Kelima anaknya kini telah mengenyam pendidikan tinggi dan berhasil mewujudkan cita-citanya. Namun Tjutju tak menyangka salah satu anaknya akan menjadi pemimpin daerah.
“Maci “Saya kaget dan tidak menyangka (Emil jadi Wali Kota),” kata Tjutju yang menyebut dirinya “Maci”.
Menurut dia, jabatan wali kota merupakan jabatan yang menakutkan dan memikul tanggung jawab yang berat. Bagi Tjutju, politik juga bukan bidang yang melibatkan keluarganya. Ia berharap anak-anaknya bisa menjadi dosen seperti dirinya dan suaminya.
Saat Emil meminta izin mencalonkan diri sebagai Wali Kota Bandung, Tjutju menanyakan apa cita-cita putranya menjadi Wali Kota. Ia menyatakan tak setuju jika Emil memiliki tujuan yang tidak sesuai ekspektasinya.
“Kalau tujuannya mencari uang, kalau tujuannya cari jabatan, kalau tujuannya cari popularitas, sah-sah saja,” tegasnya.
Menurut dia, jabatan wali kota merupakan jabatan yang menakutkan dan memikul tanggung jawab yang berat. Bagi Tjutju, politik juga bukan bidang yang melibatkan keluarganya. Ia berharap anak-anaknya bisa menjadi dosen seperti dirinya dan suaminya.
“Pemikiran Maci sederhana saja. Bagi kami, jabatan dosen adalah jabatan yang sangat terhormat dalam bidang pendidikan dan pendidikan akan mengajarkan kita hal-hal yang lugas. Dua kali dua pasti menghasilkan empat. Beda dengan politik yang bisa jadi jawabannya, ujarnya.
Namun hati Tjutju luluh saat Emil dengan tegas menyampaikan niatnya mencalonkan diri di Pilwalkot Bandung 2013. Emil berhasil membujuk Tjutju yang akhirnya menyetujui bahkan mendukung kegiatan kampanyenya.
“Emil bilang begini: ‘Ibumu bilang, kita harus memberi manfaat bagi orang banyak. Ayah dan ibu menyekolahkanku, dan mempunyai ilmu berarti aku harus memanfaatkannya. Tapi karena jadi wali kota itu menakutkan, kamu diam saja, ilmumu tidak dipakai. Lalu mana yang lebih berdosa, memanfaatkan ilmu atau hanya berdiam diri’. “Jadi (perkataan) itu meluluhkan hati Maci,” kata nenek 10 cucu ini.
Meski masih diliputi rasa khawatir, Tjutju akhirnya mengabulkan keinginan putranya yang bertekad menjadi Wali Kota Bandung. Namun, sebagai seorang ibu, ia kembali mengingatkan Emil untuk memantapkan niatnya hanya untuk beribadah.
“Maci bilang, kalau sudah mengambil keputusan, jernihkan dulu hatimu dan perbaiki niatmu. Niatnya semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Jadi tujuannya adalah beribadah kepada Allah melalui ilmu yang dimiliki untuk digunakan orang banyak. Jadi tujuannya bukan untuk mencari uang, bukan untuk mencari jabatan, dan bukan untuk mencari popularitas, kata Tjutju saat itu.
Bukti restunya, Tjutju pun memberikan modal kepada Emil sebagai sarana menjalankan tanggung jawab beratnya sebagai Wali Kota. Modalnya berupa “satu juta dolar”.
“Itu bukan uang, tapi singkatan dari Doa, Ikhtiar, Ilmu Ikhlas, Tawakal, PATRIANG JUJUR, dan Taqwa,” ujar perempuan yang masih aktif sebagai dosen Universitas Islam Bandung (Unisba) dan staf di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Ini.
Saat Emil dimintai pendapatnya tentang peluang mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, Tjutju kembali mengingatkan Emil untuk kembali ke tujuan awal, yakni bukan mencari uang, jabatan, atau popularitas. Karena itu, Tjutju meminta Emil fokus mengurus Kota Bandung. Bahkan, Tjutju sendiri mengaku kerap dihubungi teman-temannya di Jakarta untuk mendorong Emil mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Katanya, Ridwan Kamil menuruti ibunya, berusaha mendorongnya ke DKI. Maci tanya, apa memang tidak ada orang lain di Jakarta, ujarnya.
Tjutju menyadari bahwa kecintaan putranya terhadap Bandung sudah mendarah daging dalam dirinya. Menurut Tjutju, hal inilah yang membuat Emil mempunyai tekad kuat untuk menjadi Wali Kota Bandung. Ada rasa bangga yang muncul di hati Tjutju saat putranya berhasil meraih jabatan walikota, namun rasa prihatinnya semakin besar.
Kekhawatiran itu muncul karena Tjutju menyadari tanggung jawab yang dipikul anaknya sangat berat. Emil akan selalu menghadapi pro dan kontra, suka dan tidak suka. Bahkan, Tjutju pernah menerima panggilan telepon dengan nada tidak bersahabat dari orang yang membenci Emil. Sebagai seorang ibu, hanya doa dan nasehat yang bisa diberikan demi keselamatan anaknya di dunia dan akhirat.
“Kekhawatirannya lebih besar karena Emil, bagaimanapun, adalah orang biasa. “Saya khawatir salah menilai, salah mengatakan, apalagi orang yang mencari-cari kesalahan,” kata Tjutju.
Saat ini Tjutju hanya bisa mendoakan agar Emil dan keempat anaknya lainnya bisa menjadi anak yang bertakwa dan berguna bagi banyak orang, seperti harapan banyak ibu di seluruh belahan dunia.
“Di mana pun seorang ibu, yamasih ingin anaknya menjadi anak yang shaleh kan? akan mempunyai anak dengan posisi ini dan itu. “Semoga anak-anak Maci menjadi orang-orang yang bisa memberi manfaat bagi banyak orang melalui ilmunya,” kata Tjutju penuh harap. —Rappler.com