Polisi menangkap relawan kawasan penggusuran Kulon Progo
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Penangkapan dilakukan karena para relawan dianggap menghalangi proses pembukaan lahan
YOGYAKARTA, Indonesia – Proses penggusuran dan pembukaan lahan di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, diwarnai dengan kejadian penangkapan relawan oleh polisi.
Para relawan tersebut ditangkap dan kemudian dibawa ke Polres Kulon Progo untuk diperiksa identitas, maksud dan tujuannya. Penangkapan dilakukan karena aktivitas pendatang yang bukan warga sekitar dianggap menghambat proses pembukaan lahan.
Mereka juga dianggap tinggal di rumah warga tanpa izin pejabat kota setempat. Pihak berwenang menebang pohon dan membongkar sekitar 9 rumah yang warganya dievakuasi hari ini.
“Ada beberapa orang, kami tahan dan interogasi, kami bawa dulu ke kantor polisi. Sebab, ada seorang kepala desa yang melaporkan bahwa selama dua hari terakhir ada beberapa orang yang menghuni rumah warga, namun tidak melaporkan aktivitasnya. “Mereka juga menghambat petugas yang hendak bekerja,” kata Wakil Kapolres Kulon Progo Kompol Dedi Surya Dharma, Selasa, 5 Desember 2017.
Proses penggusuran yang terjadi Selasa pagi itu ricuh. Sejumlah alat berat yang masuk ke halaman Masjid Al Hidayah yang satu dengan halaman Pos Persatuan Warga Tolak Penggusuran (PWPP-KP) Kulon Progo mendapat perlawanan dari warga yang menolak penggusuran. Pos tersebut milik warga yang menolak menjual kavling dan tanahnya. Sejak dua hari terakhir, rumah tersebut menjadi pusat berkumpulnya relawan jaringan solidaritas dari berbagai kalangan, baik mahasiswa maupun aktivis lainnya. Pagi itu, alat berat masuk untuk membersihkan pepohonan dan semak-semak, kecuali gedung kantor pos dan Masjid Al Hidayah. Puluhan petugas keamanan tersebar di lokasi.
Namun studio Hermanto yang berada di depan masjid juga ikut dirobohkan. Kejadian ini kemudian memancing reaksi Hermanto dan puluhan warga yang menolak menjual aset dan tanahnya untuk melakukan protes. Mereka berteriak dan berusaha menghentikan alat berat yang menghancurkan studio tersebut, namun gagal.
“Ini studio saya, saya tidak tahu kenapa rusak. “Valuasinya apa, saya tidak jual valuasi,” kata Hermanto sebelum berlari menuju alat berat yang sedang bekerja. Hermanto mengalami luka di bagian wajahnya saat melakukan perlawanan.
Suasana kekerasan juga melibatkan relawan yang berkonflik dengan aparat. Para petugas terdengar berteriak dan meminta siapa pun yang tidak berkepentingan untuk meninggalkan pos. Sejumlah relawan ditangkap pihak berwenang. Ada pula yang mengungsi di posko, dipaksa keluar oleh aparat.
“Ada 12 orang dan saat ini kami sedang mempertanyakan siapa mereka. Jika benar apakah siswa mempunyai KTP, jika tidak apa tujuannya? Saya khawatir itu adalah provokasi. Hingga saat ini mereka masih bungkam. Dia bilang dia sedang menunggu pengacara. Selama keamanan, tidak ada yang terluka. “Mungkin mereka dipanggil karena menghalangi petugas,” kata Wakapolres.
Petugas persuasif mendesak warga untuk mengungsi dari rumah mereka
Proses pengelolaan terus berlanjut. Setidaknya ada puluhan rumah yang masih berdiri. Penolakan untuk terlibat dalam proses jual beli tanah dan aset ditempel di pintu dan dinding rumah mereka. Stiker penolakan tim penilai bandara juga terpampang di pintu dan dinding rumah.
Proses penggusuran paksa yang berlanjut hingga hari kedua membuat warga yang menentang terkesan semakin tertutup. Warga yang kecewa dan takut karena bersikeras tidak menjual tanah dan aset, tidak mudah percaya dan tidak mau berbicara dengan orang asing.
Kondisi ini akan menjadi tantangan bagi aparat yang menyatakan akan melakukan pendekatan persuasif hingga warga rela mengosongkan rumahnya.
“Kami persuasif, sembari terus mendoakan teman-teman dan keluarga kami yang masih selamat agar bisa relokasi secara sukarela,” kata Project Manager NYIA, PT Angkasa Pura 1 R. Sujiastono. Menurut dia, pemukiman kembali warga yang tersisa akan lebih baik jika dilakukan lebih awal, meski pihaknya tidak menyebutkan batas waktu spesifiknya. Sebab, proses percepatan pembangunan akan dilakukan secara sporadis pada tahun 2018.
Menurut dia, warga yang berdiam diri di rumahnya akan terganggu dengan proses pembangunan, debu, suara keras, dan banyaknya peralatan yang masuk.
“Jika mereka tidak keluar, kami akan membiarkan mereka keluar sendiri. Apalah gunanya, kalau diteruskan akan menyulitkan diri mereka sendiri. “Berapa batas waktunya, lebih cepat lebih baik,” ujarnya seraya menambahkan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah fasilitas yang bisa digunakan warga saat mengungsi.
Mulai dibangunnya rumah susun sementara bagi penghuni yang belum memiliki lahan dan rumah baru serta kendaraan untuk mengangkut barang. “Untuk berapa lama rusun tersebut bisa digunakan, silakan ditanyakan kepada Pemda Kulon Progo,” ujarnya.
Sedangkan Angkasa Pura untuk lahan pemakaman berkomunikasi dengan pihak kota untuk menyiapkan lahan untuk pemindahan makam. “Kuburannya sudah ada, tinggal sepakati kapan akan direlokasi,” ujarnya. —Rappler.com