Pemuda NU berbeda pendapat dengan PBNU soal LGBT
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
“Apapun perbedaan pendapat mengenai hal ini, jangan sampai membuat kita merasa mempunyai hak untuk merampas hak-hak dasar seseorang.”
JAKARTA, Indonesia—Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks dan Interogasi (LGBITQ) mendapat beberapa tanggapan dari keluarga besar Nahdlatul Ulama.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siraj mengatakan fenomena LGBT di Indonesia sangat berbahaya.
Di jalan itu banyak orang, saya pikir siapa yang cantik, tiba-tiba laki-laki, katanya usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jumat, 5 Februari, seperti dikutip dari media.
Said menilai fenomena LGBT tidak hanya bertentangan dengan ajaran agama, tapi juga bertentangan dengan fitrah manusia.
PBNU, kata dia, mendukung sikap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir yang melarang kampus memberikan kebebasan kepada kelompok LGBT.
Menurutnya, pilihannya menjadi LGBT akan ditoleransi secara agama jika ia sudah menjadi LGBT sejak lahir. “Tapi kalau dibuat tiba-tiba, ternyata perempuan, bukan awalnya, itu yang jadi masalah kita. “Saya yakin hanya sedikit yang benar sejak lahir,” ujarnya.
Sementara itu, Aan Anshori, Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan NU wilayah Jombang yang juga tergabung dalam Jaringan Anti Diskriminasi Islam (JIAD) Jawa Timur mengatakan, sebagai bagian dari NU, ia secara kultural dan struktural menyikapi keresahan masyarakat. banyak pihak.
“Ceramah arus utama menempatkan kelompok ini dalam kesewenang-wenangan sejarah Nabi Luth,” ujarnya kepada Rappler, Sabtu, 6 Februari. Tapi, dia yakin, seberapapun besarnya kecintaan seseorang terhadap suatu kelompok, hal itu tidak boleh menghalanginya untuk berbuat adil.
“Pertama, saya mengajak semua pihak untuk dengan rendah hati merenungkan sejauh mana kemajuan yang telah kita capaitabayyun (belajar dan pahami) dengan LGBTIQ?” dia berkata.
Misalnya, ia mencontohkan apakah pihak-pihak tertentu sudah menguasai konsep orientasi seksual, identitas gender, dan tubuh, karena pemahaman konsep tersebut merupakan hal yang mendasar. “Kalau tidak, saya khawatir kita akan menjadi bahan tertawaan masyarakat,” ujarnya.
Kedua, kata dia, yang terpenting, apapun perbedaan pendapat mengenai hal ini, jangan sampai membuat kita merasa berhak untuk mencabut hak dasar seseorang.
“Kita mungkin menganggap LGBTIQ tidak sesuai dengan kodratnya. Namun NU yang saya kenal sangat tegas menjaga konstitusi. “Di sana kita tidak boleh melakukan diskriminasi atas dasar apa pun, apalagi memaksa negara,” ujarnya.
Sebab kedua hal tersebut merupakan warisan salah satu tokoh senior NU yang pernah menjabat Presiden RI, Abdurahman “Gus Dur” Wahid.
Setuju untuk menghindari ekspresi kebencian
Sementara itu, Said Aqil menyadari munculnya gerakan kebencian terhadap fenomena LGBT di masyarakat. Ia mengimbau masyarakat tetap menunjukkan sikap lebih sopan meski tidak setuju dengan maraknya kelompok LGBT.
“Yang namanya kebencian ya tidak boleh. Kita perlu melakukan sesuatu dengan ramah, sopan, tanpa menimbulkan kebencian,” dia berkata.
Soal itu, Ansori sependapat dengan Said Aqil. “Intinya jangan benci sebelum paham, apalagi terlalu banyak pekerjaan menuntut negara melakukan diskriminasi,” ujarnya. —dengan laporan dari Febriana Firdaus/Rappler.com
BACA JUGA: