Elegi Fidelis untuk Istri Tercinta
- keren989
- 0
PONTIANAK, Indonesia – Pria kurus ini memanjangkan rambut keritingnya. Begitu pula kumis dan janggut di dagunya dibiarkan lebat. Mengenakan rompi biru, Fidelis Arie Sudewarto alias Nduk anak FX Surajiyo tiba di Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat pada 19 Juli.
Agenda hari itu adalah kesempatan membacakan pembelaan atau pembelaan di hadapan majelis hakim. Saat pledoi dibacakan, suasana ruang sidang tiba-tiba berubah menjadi emosi dan membiru. Fidelis terang-terangan mengaku kepada mendiang istrinya bahwa ia mengobati penyakitnya dengan ekstrak ganja.
Ia pun menyesal dan meminta maaf kepada majelis hakim yang menuliskannya dalam 2.800 kata. Tak sedikit pengunjung ruang sidang yang menitikkan air mata. Nduk pun beberapa kali terisak saat membaca permohonannya.
“Bahkan ada pengunjung yang meninggalkan lapangan karena tidak tahan dengan kesedihannya,” kata Yohana LA Suyati, kakak perempuan Nduk.
Pria berusia 36 tahun itu didakwa memiliki 39 batang ganja yang awalnya digunakan untuk mengobati istrinya, Yeni Riawati. Yeni didiagnosis mengidap Syringomyelia, atau kista di sumsum tulang belakang. Penyakit ini menyebabkan Yeni selalu menderita sakit yang luar biasa. (BA: Kontroversi penggunaan ganja sebagai obat)
Nduk tak tega melihat penderitaan ibu kedua anaknya. Ia mulai mencari pengobatan alternatif karena pengobatan medis tidak lagi terjangkau. Pencarian di internet mengungkapkan pengobatan alternatif menggunakan ekstrak ganja (cannabis sativa).
Sadar ganja merupakan tanaman yang dilarang untuk dibudidayakan atau disimpan, Nduk mencoba mendekati BNN Sanggau. Namun, beberapa hari kemudian dia ditangkap.
Erma Suryani Ranik, anggota Komisi III DPR RI, kemudian tergerak mendukung Fidelis untuk mendapatkan keadilan.
“Pada sidang sebelumnya, kami juga menghadirkan saksi ahli yaitu Dekan Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Hasyim Azizurahman,” kata Erma.
Ia menanggapi niat baik Nduk yang mencoba berkoordinasi dengan BNN Sanggau pada 14 Februari lalu. Pertemuan tersebut juga diunggah di media sosial.
Bahkan, siang itu anggota BNN Sanggau menjenguk istri Nduk di rumah. BNN Sanggau juga melakukan kunjungan kembali pada tanggal 18 Februari.
Namun pada 19 Februari, BNN Sanggau mendatangi rumah Nduk dan membawa media massa.
“Penangkapan dilakukan berdasarkan ‘laporan’ masyarakat,” ujarnya.
Bahkan, setelah Nduk ditahan, Yeni meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya.
Dia dengan gigih melakukan uji coba demi uji coba. Nduk beruntung Erma memberikan dukungan pengacara terbaik untuk menangani kasusnya.
Erma mengatakan Nduk bahkan menjalani tes urine sebanyak tiga kali.
“Ternyata Kepala BNN Sanggau tidak yakin. Jelas hasilnya negatif, Fidelis bukan pengguna. “Menurut saya, kasus ini sejak awal tidak layak untuk dibawa ke pengadilan,” kata Erna.
Kecurigaannya semakin kuat karena jaksa mendakwa Nduk pada sidang pemakzulan 12 Juli hanya dengan hukuman lima bulan penjara dan denda Rp800 juta, termasuk satu bulan penjara.
“Hal ini terlihat dari tuntutan jaksa yang hanya lima bulan,” ujarnya.
Sidang Nduk dipimpin Ketua Hakim Ahmad Irfir Rochman SH, didampingi dua hakim, John Malvino Seda SH dan Maulana Abdillah SH. Sementara tim JPU Adam Putrayansyah didampingi Erhan Lidiansyah dan Shanty Elda Mayasari.
Tanda tangani laporannya
Yang mengharukan dalam persidangan Nduk bukan hanya saat pembelaannya dibacakan. Usai sidang, Nduk mengaku rindu dengan anak-anaknya.
Mantan PNS Sanggau itu juga harus menandatangani rapor salah satu anaknya, di balik jeruji besi bercat putih. Isak tangis kembali terdengar.
Apalagi saat Nduk memeluk erat kedua anaknya. Anak bungsunya tampak bingung dengan suasana emosional tersebut. Bocah laki-laki yang mengenakan kaos dan topi berwarna coklat itu melihat sekeliling setelah dipeluk erat oleh ayahnya.
Hasyim Azizurahman selaku saksi ahli dalam persidangan mengatakan, setiap tindak pidana harus memenuhi unsur tindak pidana dalam pasal yang disangkakan. Sedangkan dalam hal ini terjadi pertentangan antara kepentingan dan kewajiban hukum. Dalam keadaannya saat itu, Nduk mempunyai kepentingan yang sah untuk menyembuhkan istrinya.
Para ahli berpendapat, kondisi kumulatif kasus ini harus dilihat secara keseluruhan. Secara empiris memang ada kegiatan penanaman dan pencampuran ganja yang dilakukan Nduk.
Tindakan ini dilarang oleh hukum. Namun syarat kumulatif terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana, seperti unsur kesengajaan, unsur kesengajaan, atau unsur obyektif, juga harus diperhatikan.
“UU Narkotika berbeda dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Dalam UU Narkotika hal itu bersifat regulasi. Jadi judulnya juga UU Narkotika, bukan tindak pidana. Keadilan akan dicari di pengadilan ini, kata Hasyim.
Sementara Yohana mengatakan, tulisan tangan Nduk selama ditahan yang menceritakan sebagian kisah hidupnya akan disusun menjadi sebuah buku.
Pengerjaan naskah terhenti ketika istrinya meninggal, yakni 32 hari setelah Fidelis ditahan. “Dia merasa inspirasinya hilang,” kata Yohana.
Nduk akan menjalani sidang hukuman pada Kamis, 2 Agustus. – Rappler.com