• November 28, 2025

GBKP Pasar Minggu meminta Pemerintah Kota Jakarta Selatan menerbitkan IMB

Jemaah GBKP sepakat untuk sementara beribadah di ruang serbaguna di kawasan Pasar Minggu hingga menunggu IMB keluar.

JAKARTA, Indonesia – Gereja Protestan Batak Karo Pasar Minggu (GBKP) meminta Pemerintah Kota Jakarta Selatan segera menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) rumah ibadah. Mereka menyatakan telah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan.

“Kemarin tanggal 3 Oktober sudah dimediasi oleh Gubernur bersama tokoh masyarakat, Wali Kota, dan DPRD. (Gubernur) minta penerbitan IMB segera difasilitasi,” kata Pendeta Penrad Siagian, GBKP Pasar Minggu, di lokasi, Sabtu, 8 Oktober.

Sembari menunggu terbitnya IMB, jemaah diminta beribadah di ruang serbaguna di kawasan Pasar Minggu yang berjarak sekitar 3 kilometer.

Usai menggelar pertemuan antara pengurus gereja dan jemaah, mereka sepakat menggelar kebaktian massal di lokasi sementara pada Minggu, 9 Oktober. Namun mereka juga meminta solusi permanen agar masalah seperti ini tidak lagi mereka hadapi.

Pendapat yang berbeda

Pihak gereja juga bertemu dengan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi dan jajarannya pada 7 Oktober lalu. Di sana Tri kembali mengusulkan pemindahan rumah ibadah dari Jalan Raya Tanjung Barat nomor 148A ke lokasi baru yang masih di kawasan Pasar Minggu.

Ditemui terpisah, Tri mengatakan pembangunan rumah ibadah di lokasi saat ini tidak mungkin dilakukan karena ada sekitar 500 warga yang menolak.

“Lokasi barunya juga di sekitar Pasar Minggu,” ujarnya, Rabu 5 Oktober.

Meski tak membeberkan detail lokasinya, namun dewan gereja menemukan fakta bahwa kawasan tersebut berada di jalur hijau. Selain tidak diperbolehkan membangun tempat ibadah, juga memakan waktu lama jika terpaksa mengajukan izin.

“Jemaat tidak ingin masalah ini berlanjut, kami ingin ada solusi yang permanen,” kata Suah Sembiring, Ketua Dewan GBKP Pasar Minggu.

Jemaah, kata Suah, bisa menerima segala instruksi dan saran dari pemerintah. Dia mengatakan, pihak gereja telah mengajukan permohonan perubahan IMB sebanyak tiga kali dari sebelumnya untuk ruko menjadi rumah ibadah, yakni pada tahun 2006, 2010, dan 2016. Namun semuanya diabaikan oleh Kecamatan Tanjung Barat.

Bahkan, jemaah gereja sudah memiliki 150 KTP dan juga sudah mengumpulkan 75 persetujuan warga sekitar; melebihi persyaratan PBM Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Namun saat diverifikasi oleh kantor camat, hanya diperoleh 41 suara; dimana 25 setuju dan 16 menolak.

Ada pun persoalan alokasi lahan, sesuai Surat Keputusan Tata Kota (KRK) yang dikeluarkan Kecamatan Jagakarsa, lahan gereja saat ini berstatus K3 atau bisa untuk umum; termasuk rumah ibadah.

“Dalam pertemuan tersebut, Pemkot juga menyatakan tidak ada masalah dengan penghargaan tersebut. “Keluarkan saja IMB rumah ibadahnya,” ujarnya.

Kegagalan mediasi

Terkait ucapan Wali Kota yang menyebutkan adanya penolakan warga, Penrad menilai hal tersebut tidak bisa menjadi alasan tidak diterbitkannya IMB.

“Kalau syaratnya hanya 60 yang setuju, tidak masalah berapa banyak yang menolak, asalkan syaratnya terpenuhi,” ujarnya.

Selain itu, menjadi tugas pemerintah untuk memfasilitasi dan melindungi hak-hak warga negara dalam menjalankan ibadahnya. Tak terkecuali jemaah GBKP.

Penrad menilai upaya intimidasi dari pihak tertentu tidak dihiraukan. Seperti spanduk yang digantung di dinding luar gereja, bertuliskan penolakan warga.

Pengurus GBKP Pasar Minggu menghubungi pihak berwenang seperti Satuan Pamong Praja dan kepolisian setempat untuk mencabutnya. Namun, mereka malah dilempar. Pada saat yang sama, pemerintah daerah juga enggan melakukan intervensi. Hingga saat ini spanduk tersebut masih terbentang.

Anggota Forum Kerukunan Antar Organisasi Masyarakat Ari Sirait mengatakan, pembiaran tersebut merupakan kegagalan pemerintah dalam mendorong toleransi antar umat beragama.

“Mereka tidak menjalankan tugas sosialisasi dan pemahaman toleransi,” kata Ari.

Ia pun mengaku ragu apakah warga yang menyatakan penolakannya benar-benar tinggal di sekitar gereja. Jika pemerintah kota memilih menuruti pihak-pihak yang berbeda pendapat dibandingkan mengakomodir toleransi, berarti konflik horizontal di daerah tersebut terabaikan.

Konflik ini, mengingat ada beberapa aksi protes yang meminta pemerintah kecamatan tidak menerbitkan IMB, diyakini menjadi salah satu penyebab jemaah tidak bisa beribadah dengan tenang. Perlu kepastian dari pemerintah, salah satunya izin tempat ibadah tetap, bukan sekadar tawaran pindah, tapi tanpa dasar yang kuat.

“Kami sepakat untuk relokasi sementara, namun tetap memperjuangkan hak kami untuk mendapatkan IMB di sini,” kata Suah.

Menurut dia, hal itu pula yang disampaikan Gubernur Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dalam pertemuan tersebut karena GBKP Pasar Minggu mengikuti aturan yang ada. -Rappler.com