• November 23, 2024

Komnas HAM dan Muhammadiyah memeriksa jenazah Siyono di kuburan

Tim dokter forensik menemukan tanda-tanda trauma benda tumpul di berbagai bagian tubuh terduga teroris Siyono, namun masih memerlukan pemeriksaan laboratorium untuk menarik kesimpulan.

KLATEN, Indonesia – Setelah sempat tertunda pada pekan lalu, tim dokter forensik Muhammadiyah akhirnya melakukan autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono, hari ini, Minggu, 3 April, selama kurang lebih lima jam.

Tim yang terdiri dari sembilan dokter dan akademisi Universitas Gadjah Mada, Universitas Diponegoro dan Universitas Sebelas Maret, serta beberapa Universitas Muhammadiyah memulai otopsi sekitar pukul 07.00 WIB dan selesai hampir siang hari. Dokter forensik Polda Jateng pun turut mendampingi autopsi dua jam kemudian.

Otopsi berlangsung aman meski sebelumnya sempat beredar kabar penolakan masyarakat yang diwakili oleh pernyataan Kepala Desa Pogung Joko Widoyo dan juga beredarnya spanduk di berbagai jalan menolak teroris di wilayah Klaten.

Sebanyak 1.200 anggota Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda (KOKAM) Pemuda Muhammadiyah dan Pemuda Muhammadiyah mengawal proses otopsi dibantu petugas Polres Klaten dan Polda Jateng. Makam Siyono dijaga dan disterilkan oleh anggota KOKAM sejak sehari lalu untuk mengantisipasi pencurian atau perusakan jenazah Siyono oleh pihak yang menolak dilakukan otopsi.

“Sebenarnya penolakan itu bukan datang dari masyarakat, tapi dari kepala desa sendiri. Warga di sini sebenarnya banyak membantu dengan menyediakan fasilitas tenda, air bersih, dan batu, kata Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak yang sebelumnya melakukan negosiasi dengan kepala desa.

Sementara itu, pihak Polres Klaten memberikan klarifikasi terkait kontroversi penolakan autopsi yang bermula dari perbedaan sikap keluarga Siyono, khususnya antara ayah dan istri Siyono. Dia menegaskan, kuasa otopsi merupakan hak istri Siyono sebagai ahli waris dan polisi tidak pernah menghalanginya.

Tadi pagi ada perintah dari Kapolri untuk meminta dilakukan autopsi, namun syaratnya harus didampingi dokter forensik dari Polda, kata Kapolres Klaten, AKBP Faizal.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas menjelaskan, autopsi jenazah Siyono merupakan tanggung jawab lembaga yang ditugaskan negara untuk mengusut kasus pelanggaran HAM. Autopsi tersebut dilakukan atas izin istri Siyono, Suratmi, yang ingin mengetahui kebenaran kematian suaminya.

Dengan autopsi ini kita akan lihat apakah kematian Siyono wajar atau tidak, kata Hafid.

Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas mengatakan, Muhammadiyah hanya membantu menyediakan dokter dan fasilitas otopsi, sedangkan status resmi Komnas HAM adalah lembaga negara.

Ditegaskannya, sikap Muhammadiyah ini merupakan tanggung jawab moral untuk membela orang-orang yang masih menjadi “tersangka teroris” namun diyakini tewas akibat kebrutalan Densus 88. Salah satu ormas Islam tertua di Indonesia ini berkomitmen dalam penguatan dan pengendalian hak-hak sipil. brutal. perilaku dan kejahatan yang dilakukan instrumen negara.

“Kita bayar pajak, kita bayar senjata dan peluru polisi, tapi kita tidak bisa tinggal diam ketika masyarakat menjadi korban,” kata Busyro.

Sebagai organisasi masyarakat sipil yang telah berusia 106 tahun dan memiliki sumber daya yang memadai – dokter, rumah sakit, dan perguruan tinggi – lanjut Busyro, Muhammadiyah ingin membantu dalam hal teknis autopsi.

Tadi pagi saya minta Polri mendatangkan dokter forensik polisi untuk ikut melakukan otopsi agar proses dan hasilnya transparan, ujarnya.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menilai autopsi merupakan bukti ilmiah untuk menjawab dugaan kejanggalan kematian Siyono. Apabila kekerasan atau penyiksaan kemudian ditemukan dalam pemeriksaan Densus 99, maka menjadi kewenangan Komnas HAM untuk menindaklanjutinya.

Luka-luka tersebut diketahui disebabkan oleh benda tumpul

Rencananya, otopsi akan dilakukan di RS Muhammadiyah, namun batal karena selain memakan waktu lebih lama, juga dikhawatirkan akan merusak kondisi jenazah.

Ketua tim dokter forensik dr. Gatot Suharto SpF menjelaskan, timnya melakukan autopsi menyeluruh pada bagian luar dan dalam jenazah Siyono. Proses otopsi sebenarnya hanya memakan waktu sekitar dua jam, namun pembongkaran kuburan dan pemindahan jenazah membutuhkan waktu lebih lama.

Proses identifikasi jenazah yang sudah dua minggu dikuburkan jelas berbeda dengan jenazah baru, namun kami pastikan tidak ada masalah, kata Gatot.

Dosen Fakultas Kedokteran Undip Semarang ini menjelaskan, dirinya menegaskan, otopsi terhadap jenazah Siyono merupakan yang pertama, karena tidak ditemukan tanda-tanda otopsi.

Sejauh ini tim dokter menemukan tanda-tanda trauma benda tumpul intravital di berbagai bagian tubuh Siyono, ujarnya.

Namun, menurut Gatot, temuan tersebut masih perlu diuji di laboratorium untuk mengetahui apakah kekerasan yang menyebabkan kematian tersebut dilakukan sebelum atau sesudah kematian. Tim dokter mengambil sampel luka kulit dan otot jenazah untuk diselidiki lebih lanjut.

Jadi kami tidak hanya melakukan autopsi visual saja, tapi juga uji laboratorium untuk mencari benang merah penyebab meninggalnya Siyono, kata Gatot.

Hasil otopsi tim dokter baru akan diketahui sekitar tujuh hingga 10 hari kemudian, dan akan diserahkan ke Komnas HAM sebagai bahan laporan penyelidikan.

Siyono ditangkap pada 8 Maret oleh tiga anggota Densus 88 usai salat Maghrib di masjid sebelah rumahnya, dan dilaporkan tewas tiga hari kemudian saat diinterogasi Densus.

Mabes Polri mengeluarkan pernyataan bahwa Siyono meninggal karena kelelahan akibat berkelahi dengan anggota Densus di dalam mobil.

Sebelum dimakamkan pada 13 Maret, pihak keluarga menemukan sejumlah luka di tubuh Siyono dan menduga ada yang tidak beres. Sebab, menurut keterangan keluarga, Siyono ditangkap dalam keadaan sehat. —Rappler.com

BACA JUGA:

HK Hari Ini