• October 8, 2024
Pemerintah akan memperkenalkan RUU tentang pencegahan terorisme

Pemerintah akan memperkenalkan RUU tentang pencegahan terorisme

JAKARTA, Indonesia – Presiden Joko “Jokowi” Widodo hari ini menggelar rapat kabinet terbatas untuk membahas rencana perubahan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau lebih dikenal dengan Undang-Undang (UU) Terorisme.

Usulan pemerintah tersebut adalah rancangan undang-undang (RUU) baru terkait pencegahan tindak pidana terorisme.

“Rapat terbatas mengenai hal itu akan dilakukan hari ini,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung kepada Rappler, Kamis pagi, 21 Januari 2020.

Ade Komaruddin, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dalam wawancara dengan Rappler, Rabu, 20 Januari lalu, mengatakan pihaknya siap membahas format apapun yang diajukan pemerintah.

(LIHAT: Wawancara dengan Ade Komaruddin, Ketua DPR RI, terkait UU Terorisme)

“Saya sudah rapat dengan pimpinan DPR dan fraksi dua hari lalu. Soal revisi UU Terorisme, tergantung pemerintah,” kata Ade di kantornya di gedung DPR/MPR, Rabu.

“Kalau review, berarti inisiatif pemerintah diajukan ke DPR, tentu butuh waktu daripada mengeluarkan Perppu. Jadi dewan membuka peluang, revisi atau Perppu, apapun yang dipilih dewan sudah siap,” ujarnya.

Menurut Ade, DPR memandang perlu perhatian semua pemangku kepentingan untuk memberantas terorisme dan aksi terorisme.

“Nanti kita harus membahas isinya. Catatan masukan dari masyarakat mengingatkan kita, jangan sampai review undang-undang ini justru membuka peluang terjadinya pelanggaran HAM. Kami menaruh banyak perhatian karena itu bukan yang diinginkan publik.

“Dewan akan memastikan hal ini tidak terjadi, terutama pada pasal-pasal pencegahan yang menjadi kajian prioritas,” ujarnya.

Pasca aksi teror di kawasan pertokoan Sarinah di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusa, Kamis 14 Januari lalu, wacana revisi UU Terorisme semakin gencar.

Hal itu diungkapkan pertama kali oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso. Ia mengatakan, pihaknya sudah mendapat informasi sebelum penyerangan di Jalan Thamrin bahwa akan ada penyerangan, namun tidak bisa bertindak karena bisa melanggar undang-undang yang ada.

UU No. 15 Tahun 2003 hanya mengatur tentang penyidikan, penuntutan, persidangan dan persyaratan hukum. Undang-undang yang dikeluarkan pasca bom Bali 2002 belum mengatur pembinaan, pencegahan, dan deradikalisasi.

Saud Usman Nasution, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menyebut sulitnya penindakan hukum bagi mereka yang mengaku mendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

“ISIS bukanlah sebuah negara. Mereka mendeklarasikan diri sebagai khilafah. Padahal, pasal makar, misalnya, hanya bisa dikenakan kepada mereka yang mengangkat senjata melawan pemerintah,” kata Saud kepada Rappler awal pekan ini, 18 Januari.

Dia mengusulkan perluasan definisi makar untuk memasukkan warga negara Indonesia yang keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk bergabung dengan kekhalifahan ISIS.

//

Hal lain yang menjadi target revisi adalah soal penambahan masa penahanan terduga teroris.

“Sulit mendapatkan informasi dari tersangka. Ini akan memakan waktu lebih lama,” kata Kapolri Badrodin Haiti.

Jokowi menemui pimpinan lembaga tinggi negara untuk membahas revisi UU Terorisme, dalam rapat konsultasi di Istana Negara, Selasa 19 Januari.

Menurut Jokowi, saat ini ada kebutuhan yang sangat mendesak, mau tidak mau. “Supaya polisi bisa melakukan tindakan pencegahan yang diberikan payung hukum yang jelas. Sehingga ada keberanian untuk bertindak di lapangan,” ujarnya.

Diakui Jokowi, dalam pembahasan revisi UU Terorisme juga dibahas kemungkinan pencabutan kewarganegaraan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru kembali dari luar negeri.

Hadir dalam rapat di Istana Negara tersebut antara lain Ketua DPR Ade Komarudin, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua MK Arief Hidayat, Ketua MA Hatta Ali, serta hadir dalam acara tersebut. pertemuan. di Istana Negara antara lain Ketua Dewan Rakyat Ade Komarudin, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, dan Ketua MPR Zulkifli Hasan.

Seusai acara, Zulkifli Hasan, Ketua MPR, mengatakan pasal-pasal yang diminta polisi, misalnya, bagaimana menangani orang-orang yang mengikuti pelatihan militer yang diduga terlibat dalam kegiatan teroris.

“Peran kepala daerah dan masyarakat serta perluasan perencanaan, orang yang berkonspirasi membuat bom, juga tidak masuk dalam undang-undang,” kata Zulkifli yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN).

Selain membahas revisi UU Terorisme, rapat permusyawaratan pimpinan lembaga tertinggi dan tertinggi negara juga membahas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA); sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (KC); pelanggaran HAM berat di masa lalu; pemberian amnesti kepada tokoh radikal di Aceh, Din Minimi; serta pentingnya arah negara atau pembangunan universal yang direncanakan. —Rappler.com

BACA JUGA:

Sidney prize