KPK menahan tiga tersangka kasus suap proyek Bengkulu
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan buatan AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteks, selalu merujuk ke artikel lengkap.
Dari lokasi OTT, penyidik KPK menyita uang tunai Rp 10 juta. Diduga, ini bukan suap pertama yang diterima pejabat di Kejaksaan Tinggi Bengkulu
JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tiga tersangka dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait proyek di Kantor Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VII Bengkulu. Ketiga orang tersebut adalah Amin Anwari (AAN) selaku PKK BWS Sumatera VII Bengkulu, Murni Suhardi (MSU) selaku Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto (MPSM), dan Parlin Purba (PP) selaku Kabid Intelijen Bengkulu. Pengadilan Tinggi.
“Tiga tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan, mulai 10 Juni 2017,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, 10 Juni.
Ketiganya ditahan di tempat berbeda. Amin ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur, Murni diserahkan ke Rutan Polres Jakarta Pusat, dan Parlin ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan. Ketiga tersangka itu sebelumnya ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang dilakukan pada Jumat pagi.
Meeker diduga terlibat korupsi suap terkait pengumpulan data atau informasi terkait pelaksanaan proyek di Kantor Wilayah Sungai (BWS) VII Sumatera Provinsi Bengkulu tahun anggaran 2015-2016.
“OTT digelar KPK di Bengkulu pada Jumat pagi sekitar pukul 01.00 WIB terkait informasi dari masyarakat terkait dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek di BWS VII Bengkulu,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat menggelar jumpa pers. konferensi Jumat malam lalu di gedung KPK Jakarta.
Dia mengatakan, tim KPK mengetahui ada rencana transfer uang dari Amin, pejabat pembuat janji (PKK), Murni, Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto kepada Parlin Purba, Kepala Intelijen Kejaksaan Bengkulu. menyerahkan.
“Selain mengamankan ketiganya, tim juga mengamankan Rp 10 juta di lokasi. Uangnya pecahan Rp 100.000 dan dimasukkan ke dalam amplop coklat,” kata Basaria.
Ketiga orang tersebut kemudian menjalani pemeriksaan awal di Polres Bengkulu. Sekitar pukul 13.00, tim dan tiga orang diamankan di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
“Diindikasikan bahwa ini bukan hadiah pertama. Sebelumnya diduga ada penerimaan Rp 150 juta dari proyek-proyek di Provinsi Bengkulu,” ujarnya.
Untuk mengamankan barang bukti, KPK menyegel beberapa tempat, antara lain Kepala BWS Sumut VII Bengkulu, Ruang Kepala TU BWS Sumut VII Bengkulu, Ruang PPK, Ruang Kasi III Intel Kejaksaan Bengkulu, dan ruangan Aspidsus Kejaksaan Bengkulu.
Sebagai pihak yang diduga memberikan suap, Amin dan Murni diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah melanggar sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur pemberian sesuatu kepada pejabat publik atau penyelenggara publik dengan maksud agar pejabat publik atau penyelenggara publik tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman terhadap pelanggaran pasal ini minimal satu tahun dan maksimal lima tahun penjara. Selain itu, terdakwa akan didenda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga menerima Parlin, diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pejabat publik atau penyelenggara publik yang menerima hadiah, meskipun diketahui atau patut diduga bahwa hadiah itu diberikan karena atau karena melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang tidak sesuai dengan kewajibannya dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. – dengan laporan dari ANTARA/Rappler.com