• November 29, 2024

Rayakan toleransi atas tumpukan pelanggaran

JAKARTA, Indonesia — Pemandangan berbeda terlihat di sepanjang kawasan Car Free Day (CFD) yang membentang dari Jalan MH Thamrin hingga Jalan Sudirman pada Minggu pagi, 4 Desember. Jalanan yang biasanya dipenuhi warga ibu kota berolahraga, kini hidup dengan bendera partai politik dan orang-orang yang mengenakan pakaian senada dengan lambang partai politik.

Warna biru Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan warna kuning Partai Golkar menyatu di tengah acara yakni Bundaran HI sejak pukul 07.00. Sementara itu, dari markas Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Menteng, rombongan dengan atribut hijau mulai berjalan menuju kawasan CFD.

Sekitar pukul 08.00, ribuan orang memadati area sekitar air mancur Bundaran HI. Musik terdengar dari panggung utama yang juga dipadati tokoh berbagai partai politik pendukung pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla. Politisi Partai Golkar, Tantowi Yahya, menyambut hadirin sebagai pembawa acara.

“Selamat datang di Parade Keberagaman. Silaturahmi ini bukan untuk berkompetisi, silaturahmi ini untuk melengkapi umat Islam,” ujar Tantowi di panggung utama. Program lomba yang dimaksud adalah doa bersama yang dilakukan oleh Gerakan Nasional Pelindung Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). pada hari Jumat tanggal 2 Desember lalu.

Tak lupa, ia juga mengapresiasi acara yang disebutnya sebagai prestasi membanggakan itu. Menurutnya, umat Islam telah berhasil membuat protes berskala besar tetap damai. Aksi Jumat itu merupakan kelanjutan dari dua aksi serupa pada 14 Oktober dan 4 November.

Aksi yang juga dikenal dengan Aksi Bela Islam jilid 3 itu menuntut penahanan Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dalam kasus dugaan penistaan ​​agama. Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Turut hadir bersama Tantowi dalam Parade Keberagaman itu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, Ketua Umum PPP Djan Faridz, dan sejumlah tokoh lainnya, seperti Theo Sambuaga dan Oesman Sapta.

Surya Paloh menjadi orang pertama yang berpidato. Ia menekankan pentingnya menjaga persatuan dengan merangkul perbedaan.

“Potensi maksimal Indonesia tidak akan tercapai jika kita saling menghina, saling tidak percaya, saling menghina. Tapi yang saya yakini, persatuan tidak bisa digoyahkan,” kata Paloh di panggung utama.

Menurutnya, perbedaan bukanlah musuh yang harus diperangi. Masyarakat harus lebih fokus memberantas kebodohan dan kemiskinan.

Dalam acara hari ini, berbagai budaya Indonesia ditampilkan di 10 panggung yang tersebar di sepanjang Jalan MH Thamrin-Jalan Sudirman. Anda bisa melihat atraksi Reog Ponorogo, gamelan Bali dan Sisingaan yang menghibur pengunjung. Panitia dan relawan juga membagikan makanan dan minuman gratis kepada para peserta.

Pasangan Gyldas dan Lisa asal Petojo, Jakarta Pusat, membawa pin dan spanduk bergambar Garuda Pancasila dan tulisan “Saya Pendukungmu”. Tampak puluhan orang antre untuk berfoto dengan spanduk tersebut.

“Itu ide spontan kami kemarin, sekedar untuk mengingatkan nilai Pancasila yang terlupakan karena perbedaan partai, agama dan lain-lain,” kata Gyldas kepada Rappler. Ia dan Lisa, serta panitia foto lainnya, juga mengenakan seragam merah putih yang bertujuan untuk mewakili “Indonesia”.

Mereka adalah segelintir orang yang tidak mengenakan busana pesta atau berkelompok pada acara hari ini.

Larangan politik di CFD

Sebelum acara berlangsung, Pj Gubernur DKI Jakarta (Plt) Soni Sumarsono menegaskan, CFD tidak boleh ada aktivitas politik. Hal itu juga sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 12 Tahun 2016 (dengan ketentuan 7 ayat 2 tertulis CFD atau Hari Kendaraan Bermotor (HBKB), tidak boleh digunakan untuk kepentingan partai politik.

Terkait hal itu, Soni menyayangkan masih banyak karakteristik partai yang tercecer, dan berjanji akan melakukannya mengirimkan teguran tertulis kepada penyelenggara.

“Nanti (teguran tertulis) akan disalin ke pihak yang benderanya terlihat, agar ke depan bisa menghormati peraturan gubernur,” kata Sumarsono.

Ia juga mengkritisi panitia yang tidak konsisten dengan perkataannya, karena sebelumnya panitia sudah berjanji untuk tidak melakukannya bercirikan partai politik atau agenda provokatif lainnya. Melihat banyaknya fitur, Sumarsono langsung meminta anggota Satpol PP untuk membersihkannya.

Inisiator CFD, Alfred Sitorus, juga mengeluhkan peristiwa ini. Menurutnya, kegiatan ini menyimpang dari tujuan CFD untuk menggelar event olahraga tanpa menghirup polusi udara.

“Saya ingin mengklarifikasi aturan pelaksanaan CFD. Banyak peraturan yang dilanggar oleh penyelenggara. Salah satunya tertuang dalam Pasal 7; tidak boleh untuk kepentingan partai politik, menghasut dan berpidato,” ujar Alfred yang saat itu juga berada di Bundaran HI.

Acara CFD yang dibuat untuk olahraga dan tempat berkumpulnya keluarga dan anak-anak ini dirusak oleh protes yang tidak ada hubungannya dengan agenda sebenarnya. Pemrakarsa tidak membatasi kegiatan, namun sudah ada Pergub yang menaungi kegiatan ini.

“Jadi itu yang paling penting. Pada prinsipnya kami sebagai penggagas CFD prihatin dan kecewa dengan pelaksanaan kegiatan yang mencampurkan partai politik. Ini membuktikan masih banyak yang tidak mengerti arti dari Pergub tersebut,” ujarnya.

Sementara itu, Surya Paloh mengaku siap menerima konsekuensi jika pihaknya melanggar aturan akibat peristiwa ini. Namun, dia berdebat tentang yang berarti CFD dibandingkan dengan satuan nasional.

“Bmungkin jika kita melanggarnya, kita siap menerima konsekuensi atas kebaikan yang kita rasakan. Apalah arti CFD dibandingkan dengan persatuan bangsa ini. Sejujurnya, itulah yang saya katakan. Jadi yang mau CFD dipersilakan, mau ngedance sedikit,” kata Paloh.

Beberapa peserta yang berafiliasi dengan partai bertemu dengan Rappler yang mengaku menerima instruksi untuk memakai kaos atau membawa bendera. Mereka tidak tahu bahwa CFD dilarang, terutama yang berasal dari luar kota.

“Entahlah, katanya begitu, jadi ikut saja,” kata pria yang hanya memperkenalkan diri sebagai Anto asal Bandung itu.

Sampah dan taman yang rusak

Setelah pengunjung mulai bubar sekitar pukul 11, botol plastik dan kantong plastik berserakan.

Pembawa acara mengingatkan peserta akan aksi memungut sampah di jalan, namun peserta seolah tidak menghiraukannya. Mereka terus berjalan ke tempat pengumpulan masing-masing saat sampah tertiup angin.

Resmi Pekerja untuk penanganan sarana dan prasarana umum (PPSU) atau disebut juga Pasukan Oranye baru tiba sekitar pukul 23.00. Para remaja dengan karakteristik relawan Nusantara juga hadir untuk membantu.

Tak hanya sampah, pengunjuk rasa juga rupanya menginjak-injak rumput di sekitar Bundaran HI hingga rusak. Tanaman di atas pembatas jalan di kantor polisi di depan hotel Kempinski juga rusak. Bahkan, tiang besi di tengah taman itu tampak seperti mau roboh.

Risart Saristian, Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Pusat, menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, mayoritas pengunjuk rasa 412 kurang memiliki kesadaran akan peran penting rumput.

“Ini sebenarnya mengembalikan kesadaran masyarakat tentang menjaga kebersihan dan keindahan taman yang masih kurang, alhasil (rusak),” kata Risart.

Ia menyebut, pihaknya telah mengerahkan ratusan pasukan Oranye yang didatangkan dari berbagai kecamatan di Jakarta Pusat.

“Kita kerahkan 15 personel per kecamatan, jadi total ada 150 personel. Ini untuk membersihkan sampah,” katanya. —Rappler.com

lagutogel