Ribuan rumah Muslim Rohingya terbakar akibat konflik Rakhine
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Total kerusakan mencapai 1.250 bangunan selama agresi militer.
JAKARTA, Indonesia – Lebih dari 1.000 rumah Muslim Rohingya terbakar akibat serangan tentara Myanmar. Organisasi Human Rights Watch (HRW) melaporkan hal ini melalui pemantauan satelit.
Sejak 9 Oktober, pasukan telah membanjiri wilayah Rakhine yang berbatasan dengan Bangladesh, yang juga merupakan rumah bagi minoritas Muslim Rohingya. Konflik ini dipicu oleh penyerangan yang menewaskan 10 personel polisi di kawasan perbatasan.
Laporan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan, lebih dari 30 ribu orang kehilangan tempat tinggal akibat konflik berkepanjangan ini. Pekan lalu, hanya dalam dua hari, puluhan orang tewas akibat serangan helikopter bersenjata.
Jumlah korban tewas telah mencapai 70 orang, dan lebih dari 400 orang telah ditahan, menurut laporan media lokal. Namun, para aktivis mengklaim angka sebenarnya jauh lebih tinggi.
Ratusan Muslim Rohingya berusaha melarikan diri dari pertempuran dengan menyeberang ke Bangladesh. Menurut saksi mata dan aktivis, tentara memperkosa, merampok dan membakar rumah warga Rohingya. Pemerintah juga menolak akses terhadap pengamat internasional dan jurnalis asing.
Perbedaan angka
HRW mengatakan mereka menemukan 820 bangunan tambahan hancur di 5 desa Rohingya selama serangan antara 10 dan 18 November 2016 dengan menggunakan pemantauan satelit. Total kerusakan mencapai 1.250 bangunan selama 6 minggu agresi militer tersebut.
“Daripada membalas dengan serangan militer, pemerintah harus melihat fakta yang ada,” kata Direktur HRW Asia Brad Adams dalam keterangannya, Senin, 21 November.
Sedangkan menurut versi pemerintah, hanya 300 rumah yang rusak, hal itu dilakukan oleh militan yang “ingin menebarkan kesalahpahaman antara tentara dan warga”.
Lebih dari 100 orang telah terbunuh sejak tahun 2012 dalam pertempuran antara penduduk mayoritas Buddha dan Muslim Rohingya, yang menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi dan terpaksa tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Peristiwa ini pun membuat Aung San Suu Kyi mendapat masalah karena dunia menilai ia gagal mengendalikan tindakan militer negaranya. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian ini juga mendapat banyak kritik karena tetap diam mengenai penderitaan Rohingya
Mandat PBB untuk Myanmar Yanghee Lee mengkritik cara pemerintah menangani krisis ini. Dia menyerukan tindakan khusus untuk melindungi warga sipil.
“Aparat keamanan tidak boleh menyerah dalam meningkatkan operasinya,” ujarnya dalam keterangan resmi.—Rappler.com