Kunjungi Fort Rotterdam, saksi bisu perjuangan melawan penjajah Belanda
- keren989
- 0
Di dalam Benteng Rotterdam juga terdapat ruangan tempat Pangeran Diponegoro disemayamkan.
MAKASSAR, Indonesia – Bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang berlibur ke Kota Daeng, Makassar, jangan lewatkan kunjungan ke Fort Rotterdam. Benteng peninggalan Kerajaan Gowa – Tallo ini terletak tepat di Jalan Penghibur, tidak jauh dari lokasi wisata Pantai Losari Makassar.
Disebut juga Benteng Jumpandang, bangunan ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa ‘risi’ Kallonna. Awalnya Kerajaan Gowa-Tallo mempunyai 17 benteng, namun Benteng Jumpandang lah yang paling megah.
Dalam catatan sejarah, benteng ini sempat hancur akibat invasi Belanda ke Kerajaan Gowa. Sebab, mereka ingin menguasai jalur perdagangan rempah-rempah. Setelah satu tahun diserang terus menerus oleh Belanda, Kerajaan Gowa-Tallo berhasil dikalahkan. Pada tanggal 18 November 1667, mereka menandatangani Perjanjian Bongaya yang salah satu butirnya berisi penyerahan benteng ini kepada pasukan Belanda.
Di tangan mereka nama benteng tersebut diubah menjadi Fort Rotterdam. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Cornelis Janzoon Speelman kemudian mengganti nama menjadi Fort Rotterdam untuk memperingati tempat kelahirannya di Belanda. Dahulu benteng ini digunakan oleh penjajah untuk menyimpan rempah-rempah di wilayah timur Indonesia.
Begitu memasuki benteng, Anda harus mengisi buku tamu dan tujuan berkunjung di sisi kiri pintu masuk. Kemudian Anda bisa melihat bangunan bersejarah yang masih kokoh hingga saat ini.
Terdapat beberapa bangunan di Fort Rotterdam yang dijadikan museum pusaka dan berada di bawah pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Di sini terdapat lima bastion yang menjadi ciri khas bangunan ini sebagai benteng.
Kelima bastion tersebut adalah Bastion Bone yang terletak di sebelah barat tepatnya di tengah-tengah benteng, Bastion Bacan yang terletak di sudut barat daya, Bastion Buton di sudut barat laut, Bastion Mandarasyah yang terletak di sudut timur laut dan Bastion Amboina yang terletak di sudut timur laut. sudut tenggara.
Masing-masing bastion dihubungkan oleh tembok benteng kecuali bagian selatan yang tidak mempunyai tembok yaitu antara Bastion Bacan dan Bastion Amboina. Total Fort Rotterdam memiliki luas 2,5 hektar dan di dalamnya terdapat 16 bangunan dengan luas 11.605,85 meter persegi.
Untuk masuk ke museum, Anda harus membayar lima ribu rupiah untuk dewasa dan tiga ribu rupiah untuk anak-anak. Namun, jangan khawatir jika ingin memasuki dua museum tersebut, Anda hanya perlu membayar satu tiket masuk saja.
Selain budaya Bugis, Anda juga disuguhkan dengan pajangan kitab-kitab kuno, patung Buddha, pakaian adat, prosesi pernikahan suku Lamming atau Bugis, alat pancing, dan lukisan sang pendakwah, Soekarno. Di mata wisatawan, mengunjungi Fort Rotterdam tidak hanya membantu mereka mempelajari sebagian sejarah Indonesia ketika masih dijajah Belanda, tetapi karena mereka tertarik dengan keindahan bangunannya.
Richard K, turis asal Jerman mengungkapkan hal tersebut. Ia sengaja datang ke Makassar untuk melihat bangunan Fort Rotterdam. Salah satu sudut yang menarik perhatiannya adalah Bastion.
“Benteng ini kuat sekali, saya jadi penasaran dengan sejarah benteng ini. “Mereka bilang benteng ini masih berdiri kokoh meski sempat dirusak pada perang sebelumnya,” kata Richard yang ditemui Rappler akhir pekan lalu.
Sementara itu, Khadijah, seorang wisatawan asal Kabupaten Wajo, datang mengunjungi bangunan benteng bersama keluarga kecilnya. Ia tampak sangat menikmati pemandangan di etalase perlengkapan khas marga Bugis Bone.
“Mengunjungi museum ini mengingatkan saya pada masa kecil. Alat-alat khas suku Bugis banyak yang sudah tidak digunakan lagi karena sudah tergerus oleh gaya hidup modern. “Di sini kita bisa mengenang budaya orang tua kita,” ujar ibu tiga anak ini.
Penjara Pangeran Diponegoro
Di dalam kawasan Benteng Rotterdam terdapat sebuah bangunan kecil yang menjadi saksi pahlawan nasional Pangeran Diponegoro yang ditahan pada masa penjajahan Belanda. Ruang sempit tempat Diponegoro disimpan terletak di sebelah Museum La Galigo.
Diponegoro ditangkap setelah perang lima tahun yang dimulai pada tahun 1825-1830. Perang berakhir karena Diponegoro dijebak oleh Belanda saat ikut serta dalam perundingan perdamaian. Ia ditangkap dan kemudian diasingkan ke Manado. Pada tahun 1834, Diponegoro dipindahkan ke Benteng Rotterdam.
Di dalam ruang tahanan yang berdinding melengkung dan kokoh itu terdapat perlengkapan salat, Alquran, dan tempat tidur yang digunakan Diponegoro selama di tahanan. Namun seluruh wisatawan dilarang memasuki ruang tahanan. Mereka hanya diperbolehkan mengintip melalui jendela kaca bagian depan gedung.
“Bisa berfoto dari kaca jendela, bagus untuk memuaskan rasa penasaran,” kata Fadly Zul, wisatawan asal Bone.
Ingin melihat dan mempelajari sejarah Fort Rotterdam sekarang? Agar biaya perjalanan lebih murah, cek langsung kupon eksklusif dari Traveloka Di Sini!
-Rappler.com