KPK mengungkap modus baru kasus suap Wali Kota Cilegon
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Wali Kota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi dijanjikan suap senilai Rp 1,5 miliar asal terbit izin Amdal
JAKARTA, Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap modus operandi baru dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) Wali Kota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi. Pria yang diketahui punya hubungan keluarga dengan Ratu Atut itu menerima suap yang di atas kertas dijadikan dana sosial perusahaan.
Imam dijanjikan mendapat hadiah senilai Rp1,5 miliar jika memberikan izin melaksanakan rekomendasi Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) Transmart Mall.
Dalam OTT ini KPK mengungkap modus baru, yakni penggunaan CSR perusahaan (corporate social tanggung jawab) pada klub sepak bola daerah yakni Cilegon United Football Club yang terindikasi menyamarkan dana agar pembukaan CSR atau sponsorship tanggung jawab perusahaan yaitu PT BA (Brantas Abipraya) tercatat dan PT KIEC (Krakatau Industrial Estate Cilegon) “Diduga bantuan tersebut hanya disalurkan sebagian ke Cilegon United Football Club,” kata Basaria Panjaitan, Komisioner Cilegon United Football Club. kata KPK saat memberikan siaran pers, Sabtu, 23 September di Gedung KPK.
Basaria menjelaskan, OTT dilakukan pada Jumat, 22 September terhadap 9 orang. Sementara Imam Ariyadi mendatangi kantor KPK pada hari yang sama sekitar pukul 23.30 WIB.
Dia mengatakan, terduga pemberi suap adalah BDU (Bayu Dwinanto Utomo) selaku project manager di PT BIA, TDS (Tubagus Donny Sugihmukti) Direktur Utama PT KIEC dan EW (Eka Wandoro) yang bertindak sebagai legal manager PT KIEC.
Saat OTT berlangsung, petugas KPK berhasil menyita uang tunai senilai Rp1,152 miliar yang terdiri dari Rp800 juta dari PT Brantas Adipraya dan Rp352 juta dari PT Kraktatau Industrial Estate Cilegon. Uang Rp352 juta itu merupakan bagian dari janji Rp700 juta yang akan diberikan kepada Wali Kota.
“Rp. 800 juta dan Rp. 700 juta merupakan bagian dari Rp. Komitmen 1,5 miliar untuk Walikota PT KIEC dan PT BA. “Dananya disalurkan melalui Cilegon United Football Club agar bisa dikeluarkan izin pembangunan pusat perbelanjaan Transmart,” ujarnya.
Uang itu diberikan dalam dua kali transfer. Transfer pertama dilakukan pada 19 September dari PT Kraktatau Industrial Estate Cilegon ke rekening Cilegon United Football Club. Uang yang ditransfer saat itu senilai Rp 700 juta.
Sedangkan transfer kedua dilakukan pada 22 September dari kontraktor PT Brantas Adipraya ke rekening klub sepak bola tersebut sebesar Rp 800 juta.
PT Brantas Abipraya merupakan BUMN selaku pengembang yang membangun pusat perbelanjaan Transmart di atas tanah milik PT Krakatau Industrial Estate Cilegon yang merupakan anak perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Perusahaan tersebut sudah terjerat kasus korupsi dalam kasus suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan DKI Jakarta Tomo Sitepu. Dalam kasus tersebut, Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya, Sudi Wantoko divonis 3 tahun penjara, sedangkan Senior Manager PT Abipraya divonis 2 tahun penjara.
Sebagai penerima Tubagus Imam Ariyadi, Ahmad Dita Prawira dan Henry dijerat sebagai perantara Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal ini mengatur tentang pejabat publik atau penyelenggara publik yang menerima hadiah, meskipun diketahui atau patut diduga bahwa hadiah itu diberikan karena atau disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan pihak pemberi yakni Bayu Dwinanto Utomo, Tubagus Donny Sugihmukti, dan Eka Wandoro dijerat pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal ini mengatur mengenai pemberian sesuatu kepada pejabat publik atau penyelenggara publik dengan maksud agar pejabat publik atau penyelenggara publik tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman pidananya minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara serta denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta. – dengan laporan ANTARA/Rappler.com