5 hal yang perlu Anda ketahui tentang KTT Luar Biasa OKI
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Mulai Minggu, 6 Maret, Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi luar biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Organisasi ini didirikan sebagai respon terhadap pembakaran Masjid Al-Aqsa di Palestina pada tahun 1969.
Seolah kembali ke masa awal berdirinya, konferensi ini mempunyai makna tersendiri karena fokus membahas persoalan Palestina agar cepat menjadi negara berdaulat.
KTT ini disebut luar biasa karena tidak dijadwalkan dalam rangkaian pertemuan tahunan OKI. Indonesia diharapkan tidak hanya mampu mengangkat persoalan ini menjadi perhatian masyarakat internasional, namun juga dapat mempersatukan kubu-kubu yang bertikai di Palestina.
Berikut beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang menjadi tuan rumah pertemuan puncak:
Diikuti oleh 64 negara dan organisasi
Terdapat 56 negara anggota, 4 negara pengamat, dan 4 pihak yang terlibat dalam proses perdamaian antara Palestina dan Israel pada KTT ini. Suriah, mantan anggota OKI, dibekukan keanggotaannya pada tahun 2012.
Sedangkan empat negara pengamat yang diundang adalah Bosnia dan Herzegovina, Afrika, Rusia, dan Thailand. Empat pihak yang terlibat dalam proses perdamaian antara Palestina dan Israel atau biasa disebut “kuartet” terdiri dari Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB.
Menurut Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Hasan Kleib, alasan mengundang 4 negara pengamat dan 4 pihak kuartet adalah untuk memberikan kesempatan agar aspirasi negara anggota OKI didengarkan oleh PBB.
Sehingga kita bisa mendorong pembicaraan damai antara Israel dan Palestina kembali ke meja perundingan, kata Hasan dalam dialog di Kementerian Luar Negeri, Jumat, 4 Maret.
Sementara Israel, kata Hasan, tidak diundang dalam KTT Luar Biasa OKI karena bukan anggota, pengamat, atau kuartet OKI.
Fokus pada kemerdekaan Palestina
KTT Luar Biasa OKI sedianya akan diadakan di Maroko. Namun saat itu Maroko mengaku belum siap sehingga Palestina dan PBB menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan salah satu fokus yang akan dibahas dalam pertemuan ini adalah mengenai status Yerusalem yang kini diklaim sebagai ibu kota Israel.
Selain itu, tidak menutup kemungkinan akan menyentuh permasalahan lain yang saat ini menjadi kendala dan belum dibicarakan antara Israel dan Palestina, yaitu perbatasan, pengungsi, pemukiman ilegal, keamanan, dan akses terhadap air bersih.
Retno menegaskan, tidak akan ada isu lain di luar fokus kemerdekaan Palestina yang dibahas dalam forum ini.
“Isu di luar Palestina akan dibahas pada KTT reguler OKI yang diselenggarakan April mendatang di Istanbul, Turki,” kata Retno.
Ia mengatakan, masyarakat internasional sudah mulai melupakan masalah Palestina. Meski sudah 60 tahun mereka mampu menjadi negara berdaulat, namun sebagian wilayah mereka masih diduduki Israel.
Alasan lain, menurut Retno, yang mendorong Indonesia menerima tawaran PBB dan Palestina adalah karena situasi di Yerusalem yang semakin memprihatinkan. Akses warga Palestina yang ingin beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa semakin dibatasi.
Diadakan selama dua hari
KTT Luar Biasa OKI dimulai pada Minggu 6 Maret dengan pembahasan dokumen hasil akhir di tingkat pejabat tinggi. Draf dokumen akhir didistribusikan oleh Indonesia ke negara-negara peserta.
Para delegasi memberikan masukan paragraf demi paragraf yang akan dimasukkan dalam dokumen akhir. Setelah tercapai kesepakatan, dokumen final akan dibahas di tingkat menteri luar negeri.
Di tingkat Menlu, dokumen ini masih dibahas dalam sesi perdebatan. Setelah tercapai kesepakatan, dokumen tersebut akan disahkan di tingkat kepala negara pada Senin 7 Maret.
Hasilkan dua dokumen akhir
Di akhir KTT Luar Biasa OKI, negara peserta akan menyampaikan dua dokumen, yakni resolusi dan deklarasi. Hasan Kleib menjelaskan, pernyataan tersebut berisi langkah lanjutan pasca diselenggarakannya KTT Luar Biasa OKI.
“Apa yang dapat dilakukan negara-negara anggota OKI untuk membantu Palestina memberikan solusi yang adil dan sejalan dengan tema KTT OKI: Bersatu untuk solusi yang adil,” kata Hasan.
Sedangkan resolusi tersebut memuat pernyataan dan sikap negara-negara anggota OKI dalam menghadapi konflik Israel dan Palestina.
Apakah ini akan efektif?
Diakui Retno Marsudi, usai digelarnya KTT Luar Biasa OKI, Palestina tidak serta merta memperoleh kemerdekaan penuh dan menjadi negara berdaulat. Ini adalah sebuah proses dan bukan sebuah peristiwa.
Ia menjelaskan, apa yang dilakukan Indonesia merupakan investasi agar bisa tercipta perdamaian antara Israel dan Palestina.
“Itu adalah pilihan, bukan? melakukan sesuatu dan berkontribusi. Kami berharap kontribusi Indonesia dapat membawa perubahan, meski hanya sedikit. “Kalau ditotal, apa yang sudah kita lakukan selama ini, cukup besar,” kata Retno.
Fokus lainnya adalah Indonesia memberikan bantuan pemberdayaan kepada warga dan lembaga di Palestina agar kelak siap menjalankan negara yang berdaulat. – Rappler.com
BACA JUGA: