Kesepuluh peserta Mapala UII Yogyakarta yang dirawat mengalami luka lecet di sekujur tubuh
- keren989
- 0
Salah satu peserta pelatihan nasional mapala UII mengaku bersama siswa lainnya dipukul dengan ranting dan ditebang
YOGYAKARTA, Indonesia – 10 mahasiswa peserta Kursus Pelatihan Dasar Pecinta Alam (Mapala) Universitas Islam Indonesia sedang menjalani perawatan rawat inap di Rumah Sakit Internasional Yogyakarta (JIH). Berdasarkan informasi pihak rumah sakit, terdapat 10 pasien yang mengalami luka lecet di sekujur tubuhnya. Bahkan ada pula yang mengalami infeksi akibat luka lecet, nafsu makan berkurang, diare, infeksi saluran pernafasan, rasa lemas dan pandangan kabur.
Selain itu, mereka juga mengalami keluhan bengkak pada lutut. Sedangkan kaki terasa kebas karena terlalu lama berdiri. Semua keluhan tersebut mendapat pengobatan dari dokter spesialis.
10 pasien tersebut juga menjalani sejumlah pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan di laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap, urin, sampel wajah, pemeriksaan radiologi USG, CT scan, dan rontgen dada. Namun kondisi mereka sejauh ini stabil.
Sebelumnya, 10 pasien tersebut juga menjalani pemeriksaan kesehatan perdana yang dilakukan pada Sabtu 21 Januari setelah tiba dari Karanganyar, lokasi Pusdiklat UII Mapala. Saat itu seluruh peserta pulang dengan membawa obatnya masing-masing. Termasuk Ilham Nurfadmi Listia Adi, salah satu peserta yang akhirnya meninggal dunia pada Senin malam, 24 Januari, di RS Bethesda.
Dua korban lainnya adalah Syaits Asyam yang meninggal pada Sabtu dan Muhammad Fadli yang menghembuskan nafas terakhir sehari sebelumnya. Total ada 34 mahasiswa yang menjalani pemeriksaan ulang di RS Internasional Jogja.
“10 orang (menjalani) rawat inap di JIH, sisanya (menjalani) rawat jalan,” kata anggota tim krisis center UII, Muzayin Nazaruddin, Rabu, 25 Januari.
Terpaksa tidak meninggalkan Yogyakarta
Menurut Muzayin, tim UII melakukan penyelidikan bersama dengan Polres Karanganyar. Tim pencari fakta UII telah melakukan penyelidikan selama tiga hari terakhir.
Dari pemeriksaan, Muzayin mengatakan tim berhasil memperoleh informasi adanya aksi kekerasan dalam acara Diklat yang berjuluk “The Great Camping”.
“Kalau kekerasannya nanti akan diteruskan langsung oleh pihak rektorat,” ucapnya.
UII juga bekerjasama dalam menyampaikan sejumlah data kepada polisi. Termasuk di dalamnya daftar peserta dan panitia diklat dan diklat sesuai dengan proposal dan dokumen tertulis lainnya. Sementara terkait informasi adanya pihak atau peserta lain di luar nama yang tercatat dalam dokumen, UII mengaku belum bisa memberikan informasi pasti.
“Dari peserta yang kami temukan, tidak ada keterlibatan Paskhas TNI AU di sana. Namun kami belum bisa membeberkan jumlah pasti anggota panitia yang ada saat ini, ujarnya.
Rektorat UII juga meminta panitia pendidikan dan pelatihan tidak meninggalkan Yogyakarta dan bekerja sama dengan penyidik kepolisian dan kampus. UII mengaku belum mengetahui adanya informasi resmi terkait penyelidikan polisi terhadap panitia.
“Kami berpesan kepada panitia untuk tidak meninggalkan Yogyakarta. Namun kami tidak bisa melakukan karantina atau penahanan karena mereka juga mempunyai hak asasi dan hak hukum yang sama karena belum terbukti bersalah, ujarnya.
Peserta ditampar dengan dahan dan ditebang
Sementara itu, pemeriksaan mulai dilakukan di Kampus Terpadu UII, Jalan Kaliurang, oleh petugas Polres Karanganyar, Jawa Tengah. Sejumlah mahasiswa terlihat keluar masuk sejumlah ruangan di lantai tiga gedung rektorat UII. Di lantai itu juga terdapat ruang Tim Pencari Fakta (TPF) dan ruang kerja Rektor UII, Harsoyo.
“Ini (pemeriksaan) sedang berlangsung,” kata Harsoyo sambil menunjukkan ruangan tempat pemeriksaan peserta diklat.
Namun, dia menolak memberi keterangan lebih detail terkait proses pemeriksaan tersebut. Ia menginstruksikan media untuk menanyakan informasi lain kepada Humas UII.
Sementara itu, salah satu peserta Diklat The Great Camping membenarkan adanya aksi fisik dalam kegiatan tersebut. Mahasiswa yang mengalami luka lecet di berbagai bagian tubuhnya akibat merangkak itu pun mengaku dipukul dengan ranting oleh panitia.
Salah satu peserta yang dihubungi Rappler mengaku kegiatan Diklat Nasional hari ini berakhir lebih awal.
“(Perkemahan besar) yang seharusnya berlangsung 8 hari, namun kemarin hanya berlangsung 7 hari,” kata peserta yang enggan disebutkan namanya itu, Rabu, 25 Januari.
Dikatakannya, peserta Program Diklat melakukan berbagai kegiatan dan materi dasar pecinta alam seperti panjat tebing dan survival selama tiga hari. Selama kegiatan berlangsung, segala tindakan fisik yang dilakukan panitia diakui fungsinya masing-masing.
“Iya, kami ditebang dahannya. Itu adalah sebuah filosofi. “Misalnya ditampar agar fokus dan tidak hipo (hipotermia),” ujarnya sambil mengaku memenuhi panggilan pihak kampus untuk dimintai keterangan. – Rappler.com