Buanglah sikap tirani mayoritas terhadap minoritas
- keren989
- 0
Isu sentimen sosial politik keagamaan menguat sejak perhelatan Pilkada DKI Jakarta
JAKARTA, Indonesia – Belakangan ini isu sentimen sosial politik keagamaan kembali mengemuka di dunia. Di Indonesia sendiri, sentimen tersebut muncul dan terasa semakin kuat sejak perhelatan Pilkada DKI Jakarta.
Benturan kepentingan politik berbalut agama membuat kondisi hubungan antaragama di Indonesia kurang baik.
Salah satu yang menjadi fokus perhatian dalam konteks hubungan sosial antar umat beragama adalah hubungan antara kelompok agama mayoritas dan kelompok agama minoritas.
Konflik antara kelompok agama mayoritas dan minoritas sudah menjadi hal biasa di Indonesia, dan tak jarang pemicunya adalah tindakan tirani kelompok mayoritas terhadap minoritas.
Kemudian ditemui dalam pertemuan bertajuk ‘Hubungan Agama Mayoritas, Minoritas dan Negara di Amerika Serikat dan Indonesia’ pada Senin (31/7), Yenny Wahid yang juga Direktur Kelembagaan Wahid Foundation membenarkan hal tersebut.
Ia mengklaim, setidaknya tercatat lebih dari 200 insiden pelanggaran kebebasan beragama yang menyasar kelompok minoritas di Indonesia pada tahun 2017.
“Salah satu pelanggaran kebebasan beragama yang sering terjadi di Indonesia adalah persekusi dan diskriminasi yang dilakukan oleh kelompok mayoritas di suatu daerah,” kata Yenny saat memaparkan hasil kajiannya.
Meski demikian, Yenny juga menegaskan, meski Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, namun diskriminasi terhadap kelompok Islam juga kerap terjadi. Terutama di daerah dimana umat Islam merupakan kelompok minoritas.
“Di sejumlah daerah mereka (Muslim) juga kerap mendapat perlakuan diskriminatif dan kekerasan yang dilakukan oleh agama mayoritas di daerah tersebut. Contohnya kasus seperti di Papua atau Bali, jelas Yenny.
Yenny juga menambahkan, bentuk persekusi dan diskriminasi yang paling banyak terjadi pada kelompok minoritas di Indonesia adalah perlakuan yang berbeda ketika mengakses fasilitas umum, serta hambatan ketika hendak melaksanakan ibadah.
Misalnya saja yang terjadi pada jamaah Ahmadiyah Indonesia yang dianggap oleh sebagian umat Islam Indonesia sebagai agama yang menyimpang atau sesat.
“Saya tidak diberi KTP atau hak lainnya, seperti menikah atau membangun rumah ibadah,” ujarnya
Ia menegaskan, pemerintah daerah harus mendorong kebebasan beragama agar dapat dinikmati oleh semua kelompok, terlepas dari apakah kelompok tersebut mayoritas atau minoritas.
Pemerintah juga tidak boleh tertekan oleh sekelompok orang dari kelompok mayoritas yang ingin menghalangi kebebasan beragama kelompok minoritas.
Dalam acara ini, Prof. Brett Schaffs dari Brigham Young University, pakar hukum dan studi kehidupan beragama Amerika Serikat.
Ia menambahkan, konflik kepentingan kelompok mayoritas dan minoritas terjadi karena perbedaan pandangan kelompok tersebut terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama.
“Di AS juga terjadi gesekan antara kelompok aktivis hak asasi manusia, khususnya aktivis hak gay, dan sejumlah komunitas agama. Kelompok yang satu menggunakan dalil bahwa hak asasi manusia merupakan hak asasi yang dimiliki setiap orang, sedangkan kelompok yang lain memandang hak asasi manusia sebagai anugerah Tuhan sehingga harus dijalankan sesuai petunjuk Tuhan. “Di situlah konflik muncul,” jelas Schaffs.
Guna menyikapi persoalan yang tengah marak di kedua negara tersebut, Yenny dan Schaffs menawarkan sejumlah gagasan yang bisa diterapkan sebagai solusi, khususnya untuk mencegah tindakan fanatisme agama yang berujung pada sikap radikal dan ekstremisme.
“Yang terpenting adalah seluruh individu dan kelompok mayoritas harus membuang sikap dan keinginan mendominasi kelompok minoritas. “Sikap seperti itu yang menjadi akar diskriminasi, kekerasan, dan kebencian antar umat beragama sehingga menimbulkan sikap radikal dan ekstremisme,” jelas putri Presiden ke-4 RI ini.
Sementara itu, Schaffs menawarkan solusi dalam konteks yang lebih umum. Solusi yang ditawarkan Schaffs antara lain memahami nilai-nilai ‘kebebasan yang bertanggung jawab’, mengedepankan toleransi dan pluralisme, serta menjaga etika kehidupan beragama.
“Kita perlu sosialisasi antar umat beragama. “Kita juga harus menerapkan kebebasan secara bertanggung jawab, jangan menyalahgunakan hak itu,” kata Schaffs.
“Setiap pemeluk agama juga harus menghormati dan menjunjung tinggi etika terhadap orang lain, memperlakukan orang lain sebagaimana kita sendiri ingin diperlakukan,” tambah profesor tersebut.—Rappler.com