Polri merasa tidak perlu membentuk tim pencari fakta independen dalam kasus Novel
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengaku masih percaya pada tim penyidik yang terdiri dari unsur Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap pelaku aksi teroris terhadap Novel Baswedan. Oleh karena itu, Tito menilai pembentukan tim independen yang melibatkan unsur masyarakat dinilai belum perlu.
Desakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo membentuk tim pencari fakta independen di luar institusi kepolisian, karena setelah 100 hari tidak bisa mengungkap dalang serangan teroris Novel yang terjadi pada 11 April. Tito berpendapat, konsep tim pencari fakta akan memiliki ruang lingkup kerja yang berbeda.
“Menemukan fakta berbeda dengan menyelidiki. Penyelidikan pun dilakukan lebih mendalam. Dia memasukkan apa yang disebut data mentah. Istilahnya bukan data pengawasan. “Dia melakukan langkah-langkah investigasi, termasuk melakukan analisis IT dan lain-lain,” kata Tito saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan, Senin malam, 31 Agustus.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini memahami adanya keraguan terhadap institusi yang dipimpinnya. Oleh karena itu, dia pun mengajak KPK melakukan penyelidikan bersama. Bahkan, Polri juga mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memverifikasi kembali sejumlah bukti yang diperoleh terkait penyerangan terhadap Novel.
“Kalau kinerja tim Polri dinilai tidak kredibel, menurut saya tim KPK sangat dipercaya masyarakat dan kredibel. Jadi kami berpikir kenapa tidak menggabungkan Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar bisa bersinergi. “Ada baiknya kita percayakan kedua lembaga ini (bekerja), baik Polri maupun KPK,” ujarnya.
Sementara terkait informasi yang disampaikan Novel kepada media soal dugaan keterlibatan seorang jenderal polisi, Tito mengatakan akan menindaklanjutinya dengan menemui Novel langsung di Singapura. Polri, kata Tito, sudah menyiapkan tim untuk berangkat ke Singapura.
“Agar lebih adil, kami juga meminta (perwakilan) Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendampingi kami. Ketua KPK Agus Raharjo saat itu mengaku senang bisa mendampingi salah satu komisioner yang mendampingi tim Polri agar informasi yang kami peroleh adalah informasi yang obyektif, kata Tito.
Untuk itu, KPK dan Polri pada pekan ini akan membahas langkah verifikasi berbagai hal teknis yang dilakukan Polri serta strategi yang digunakan untuk mengungkap kasus tersebut.
Mantan Kepala Densus 88 Antiteror ini menegaskan, empat terduga pelaku yang ditangkap Polri tidak ada hubungannya dengan jenderal polisi. Kesimpulan itu didapat setelah dirinya mengecek alibi keempat orang tersebut dan yakin apa yang mereka sampaikan adalah informasi jujur.
“Kalaupun alibi dikemukakan, mudah untuk dikroscek karena alibi akan sangat detail, jam demi jam, menit demi menit. Bahkan seorang direktur pun akan kesulitan membuat alibi tersebut. Kami sangat menyambut baik bergabungnya tim KPK. untuk memeriksa kembali alibinya,” ujarnya.
Publikasikan sketsanya
Saat Tito memberikan keterangan pers tadi malam, ia juga memperlihatkan sketsa seseorang yang diyakini sebagai salah satu pelaku penyerangan terhadap Novel. Sketsa yang ditampilkan Tito terlihat sangat rapi dan mirip lukisan. Menurut Tito, sketsa tersebut menggunakan teknologi yang diterapkan Kepolisian Australia (AFP) berdasarkan keterangan saksi yang diwawancarai.
Tito menegaskan, sketsa yang diperlihatkannya tadi malam belum pernah dipublikasikan dimanapun, termasuk di media. Sketsa tadi malam didapat dari saksi kunci yang melihatnya lima menit sebelum penyerangan terhadap penyidik senior KPK.
“Ciri-cirinya tinggi antara 167-170 sentimeter, (kulit agak hitam), rambut keriting, dan bentuk badan lumayan langsing. “Nah, kalau dilihat sketsa ini, berbeda sekali dengan empat orang yang diperiksa sebelumnya,” ujarnya.
Ada lima saksi yang ditahan Polri yakni berinisial M, H, AL, Miko dan Miryam S. Haryani. Namun, tidak ada satupun fitur yang sesuai dengan sketsa terbaru yang diperlihatkan Polri, termasuk Lestaluhu.
Berdasarkan informasi yang diterima Tito, nama Lestaluhu terungkap karena petugas tim Densus yang terlibat dalam penyidikan kasus tersebut menggeledah akun Facebook miliknya dan menemukan fotonya.
“Foto itu kemudian diteruskan ke beberapa saksi di TKP. Saksi mengaku melihatnya, namun tidak pada saat kejadian. Informasi tersebut kemudian sampai ke Roman Baswedan dan persepsinya berubah menjadi pelakunya, ujarnya.
Karena perubahan persepsi tersebut, polisi kemudian menangkap Lestaluhu dan menginterogasinya. Awalnya dia tidak mau mengakuinya. Kemudian alibinya diperiksa dan ternyata setelah diperiksa detail hingga menit 11 April, ternyata dia tidak berada di kawasan Kelapa Gading.
Namun jika KPK merasa hasilnya kurang memuaskan, Polri akan mengundang dan memberikan akses verifikasi ulang. Polri mengaku tak meragukan kemampuan penyidik KPK dalam memproses fakta yang ditemukan di lapangan.
Kata pelaku
Febri Diansyah, Juru Bicara KPK, mengaku saat ditanya belum melihat secara jelas sketsa salah satu terduga pelaku yang diperlihatkan Kapolri. Ia mengaku baru melihat tiga sketsa yang sebelumnya ditunjukkan polisi kepada pimpinan KPK.
Bedanya, sketsa yang diperlihatkan kepada pimpinan saat itu menggunakan pensil, tidak diwarnai seperti yang ditunjukkan di sini, kata Febri.
Ia juga menjelaskan, sejauh ini belum ada tim gabungan khusus antara KPK dan Polri. Sejauh ini kedua lembaga hanya berkoordinasi terkait pengusutan kasus teroris terhadap Novel. Terkait desakan pembentukan tim independen yang melibatkan unsur sipil, Febri mengatakan, lebih tepat jika domainnya dipegang oleh Presiden Joko Widodo.
Prinsipnya, apapun strategi yang digunakan dan tim, yang menjadi perhatian kami adalah pelakunya cepat ditemukan, kata pria yang pernah menjadi aktivis antikorupsi ini.
Tito dipanggil ke istana oleh Presiden Joko Widodo sebagai tindak lanjut desakan masyarakat agar segera membentuk tim independen untuk mengungkap pelaku aksi teror terhadap Novel. Penyidik lembaga antirasuah itu terang-terangan mengaku pesimistis pelaku penyerangan itu akan terungkap. Pasalnya, seorang jenderal polisi diduga menyerangnya.
Dugaan tersebut rupanya terbukti, setelah 112 hari berlalu, Polri masih belum bisa mengungkap siapa pelaku dan dalang kejadian tersebut. Kepada Tito, Jokowi memerintahkan agar kasus Novel segera diselesaikan. – dengan pelaporan oleh Santi Dewi/Rappler.com