Idrus Marham menjadi penjabat Ketua Umum Partai Golkar
- keren989
- 0
Jika Setya Novanto memenangkan gugatan praperadilan, ia tidak akan dicopot dari jabatannya
JAKARTA, Indonesia – Rapat paripurna Partai Golkar akhirnya berakhir pada Selasa malam, 21 November. Dari rapat itu diputuskan Sekjen Idrus Marham akan menjabat Plt Ketua Umum hingga gugatan praperadilan yang diajukan Setya Novanto diputuskan.
Rencananya sidang perdana praperadilan akan digelar pada 30 November di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Kami berharap sidang pendahuluan bisa sukses,” kata Idrus Marham di kantor DPP Golkar tadi malam.
Selain penetapan Idrus sebagai Plt, rapat paripurna juga memutuskan empat hal lainnya. Tiga di antaranya soal nasib Setya sebagai Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR.
Pertamaapabila Setya memenangkan sidang pendahuluan, maka jabatan penjabat Ketua Umum Golkar berakhir dan jabatan ketua dikembalikan kepada yang bersangkutan. KeduaJika Setya kalah dalam proses praperadilan, maka Pj Ketua Umum dan Rapat Paripurna akan meminta yang bersangkutan mundur dari jabatan Ketua Umum Golkar. Jika Setya tak mundur, DPP Golkar akan menggelar Munas.
Ketiga, Jabatan Setya sebagai Ketua DPR juga menunggu keputusan praperadilan. Lalu bagaimana jika Setya tidak memenangkan sidang pendahuluan?
Idrus menjelaskan, sejumlah upaya antisipatif akan dilakukan untuk membuktikan Golkar mampu menyelesaikan permasalahan secara matang dan produktif.
Keputusan itu diambil setelah sebelumnya beredar surat tulisan tangan Setya yang meminta agar dirinya tidak dicopot dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR.
“Kami meminta pimpinan DPR RI lainnya memberikan kesempatan kepada saya untuk membuktikan bahwa saya tidak terlibat. “Untuk sementara belum ada rapat paripurna atau sidang MKD (Majelis Kehormatan Dewan) mengenai kemungkinan penonaktifan saya sebagai Ketua DPR atau anggota Dewan,” Hal itu ada dalam tulisan Setya.
Sementara itu, dalam surat yang ditujukan kepada DPP Golkar, ia menunjuk Idrus Marham sebagai penjabat ketua umum. Surat itu ditulis pada 21 November dan dibubuhi stempel serta tanda tangan Setya.
Namun Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad kemarin mengaku belum menerima surat tersebut.
Saya bahkan mengetahuinya dari wartawan, tapi suratnya tidak saya terima, kata Dasco di gedung DPR.
Alih-alih menuruti keinginan Setya, MKD justru akan tetap memproses tersangka kasus korupsi KTP Elektronik. Lebih lanjut, kata dia, MKD menerima laporan adanya pelanggaran kode etik sebagaimana tercantum dalam pasal 87 ayat 2 angka 1 dan 2.
“Ini (sidang MKD) lain lagi. Ada lagi laporan pelanggaran kode etik pencemaran nama baik lembaga DPR, karena tidak bisa melaksanakan sumpah dan janji jabatan terhadap orang yang ditahan tersebut. Ini berbeda membuatkatanya lagi.
Jadi itu adalah beban
Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menyayangkan Partai Golkar masih mempertahankan Setya di partainya. Sebab bisa membuat citra partai terlihat buruk dan mengukuhkan persepsi masyarakat bahwa partai berlambang beringin itu adalah partai koruptor.
Padahal, hasil survei menunjukkan elektabilitas partai tersebut menurun karena kasus yang melibatkan Setya Novanto, kata Yunarto saat dihubungi Rappler, Selasa malam, 21 November.
Menurut dia, Partai Golkar harus mengusut tuntas persoalan kasus korupsi yang melibatkan Setya. Memang benar, Golkar sudah berkali-kali berhasil lolos dalam kasus korupsi.
Saat rezim Orde Baru tumbang, Golkar masih mampu tampil sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak kedua. Lalu, ketika Akbar Tanjung terseret kasus Gerbang Bulog dua, hasil pemilu 2004 justru menempatkan Golkar sebagai pemenangnya.
“Hal ini seolah menimbulkan kesan dan pemikiran bahwa Golkar kebal terhadap isu korupsi. Padahal, perlu diingat Golkar bisa bertahan karena infrastrukturnya kuat, karena masih memiliki pemilih yang terbiasa dan terpaksa memilih Golkar. Namun harus diingat suatu saat pemilih lama akan habis dan mereka mulai beralih memilih partai karena sosok pemimpin dan nilai-nilai yang diberikan partai, ujarnya.
Menurut penilaian Yunarto, Golkar belum memilikinya.
Oleh karena itu, patutkah kita ingat bahwa partai sebesar Golkar harusnya terbebani dengan seluruh pengurus dan pemilihnya dan menunggu Setya menyelesaikan kasus hukumnya?
“Karena jika hal ini terjadi maka roda organisasi tidak dapat berjalan maksimal. Jadi, jalan satu-satunya adalah Setya Novanto mengundurkan diri baik sebagai Ketua Golkar maupun Ketua DPR, ujarnya.
Yunarto juga mengingatkan, berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara, prosesnya tidak bisa diintervensi oleh pemerintah yang berkuasa. Oleh karena itu, ia meminta pihak-pihak tertentu tidak mengaitkan peristiwa hukum di KPK dengan proses politik di negeri ini.
– dengan pelaporan oleh Santi Dewi/Rappler.com