• November 25, 2024
LGBT bereaksi terhadap pernyataan Menristek yang tidak boleh masuk kampus

LGBT bereaksi terhadap pernyataan Menristek yang tidak boleh masuk kampus

Apa yang disampaikan Menristek M. Nasir menggambarkan perjuangan kaum LGBT Indonesia – perjuangan melawan ketidaktahuan dan kebodohan

Saya sungguh tak habis pikir dengan alasan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek) M. Nasir melarang kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masuk kampus.

Setelah berulang kali membaca salah satu artikel Rappler tentang pernyataan M. Nasir, masih ada keanehan yang membuat saya cemberut.

Apakah “dilarang” di sini berarti kelompok LGBT tidak diperbolehkan menikmati ilmu pengetahuan atau mengenyam pendidikan setinggi-tingginya?

Jika memang demikian yang dimaksud Menteri, berarti perkataannya bertentangan dengan salah satu hak warga negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.

Pasal 28C ayat (1) mengatur, “Setiap orang berhak mengembangkan diri dengan memenuhi kebutuhan dasarnya, berhak memperoleh pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, guna meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan umat manusia.”

Pasal 31 ayat (1) menyatakan, “Setiap warga negara berhak atas pendidikan.”

Dari sini saja terlihat jelas bahwa negara Indonesia pada dasarnya telah menjamin hak kita sebagai warga negara untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya – tanpa membeda-bedakan agama, gender dan tentunya orientasi seksual.

Tidak bisakah kaum LGBT “berbicara” di bidang Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang merupakan bidang Pak Nasir?

Mungkin Pak. Ingatan Nasir disegarkan kembali mengenai ahli matematika Inggris Alan Turing, yang kisah hidupnya menjadi dasar film tersebut. Permainan imitasi dibintangi oleh Benedict Cumberbatch.

Penemuan Alan Turing pada Perang Dunia II menjadi dasar dari apa yang kita kenal sebagai komputer saat ini.

Mungkin Pak. Nasir juga tidak mengatakan bahwa Tim Cook yang saat ini menjabat sebagai CEO Apple adalah seorang gay. Jon Hall, direktur eksekutif Linux International, juga keluar keluar sebagai gay pada tahun 2012—pada hari ulang tahun Alan Turing yang ke-100.

Jadi, kalau-kalau Pak. Nasir mengelak dengan mengatakan bahwa tujuan pertanyaannya bukan untuk melarang kelompok LGBT menerima pendidikan, lalu kenapa? Melarang isu LGBT menjadi topik diskusi kampus?

Di sini saya terkejut.

Dari Tri Dharma Perguruan Tinggi sendiri disebutkan tentang visi seluruh perguruan tinggi di Indonesia yaitu Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan PengembanganDan Komitmen terhadap Komunitas.

Dari ketiga visi perguruan tinggi tersebut saja sudah jelas bahwa kampus harus menjadi zona aman bagi segala topik perbincangan. Namun mahasiswa dikembangkan untuk bersikap kritis dan terbuka dalam menyikapi segala persoalan yang ada di forum kampus.

Saya tidak mengatakan bahwa isu LGBT harus diterima oleh semua siswa (kalau saya bilang begitu, apa bedanya saya dengan mereka yang memaksakan pola pikirnya pada orang lain?).

Namun “mematikan” diskusi di kampus (baik yang bertema LGBT atau bahkan tema lainnya) sama saja dengan “mematikan” visi seluruh perguruan tinggi di Indonesia yang terangkum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Saya mulai membaca lagi berita yang beredar online – apakah itu hanya selingan saja?

Saya pernah menulis bagaimana isu LGBT biasanya hanya dijadikan “panas” oleh pejabat tinggi Indonesia ketika ada isu lain yang ingin ditenggelamkan.

Apakah berita yang ingin Anda redam tentang perpanjangan kontrak Freeport (kabarnya melibatkan salah satu artis unggulan)? Atau kabar rapat Munas Golkar?

Siapa tahu.

Yang jelas apa yang disampaikan M. Nasir sekali lagi menggambarkan perjuangan kaum LGBT di Indonesia – perjuangan melawan ketidaktahuan dan kebodohan.

Semoga semakin banyak teman yang tergerak untuk menjadi Alan Turing, Tim Cook, atau bahkan yang lebih keren berikutnya.

Mari kita tunjukkan bahwa kaum LGBT Indonesia juga bisa berpartisipasi dalam bidang yang (sayangnya) saat ini dipimpin oleh seorang menteri yang dengan enteng mengabaikan hak-hak warga negara Indonesia (percaya atau tidak pak, kami tetap warga negara Indonesia pak). —Rappler.com

Amahl S. Azwar adalah seorang penulis gay yang saat ini tinggal di Shanghai, Tiongkok

BACA JUGA:

Pengeluaran SDY