Andi Agustinus divonis 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar
keren989
- 0
Dari lembar permintaan, Setya Novanto diketahui juga menikmati dana sebesar US$7 juta dari proyek KTP Elektronik
JAKARTA, Indonesia – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa terdakwa kasus korupsi pengadaan KTP elektronik Andi Agustinus dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Jaksa menilai Andi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi pengadaan KTP Elektronik dan menguntungkan dirinya sendiri.
Dalam lembar klaim setebal 94 halaman, Andi diketahui mendapat manfaat dari proyek senilai US$2,5 juta atau setara Rp1,2 miliar. Uang tersebut diperoleh dari PT Biomorf Mauritius, perusahaan yang dipimpin Johannes Marliem dan PT Noah Arkindo. Dana dikumpulkan dan dikirim melalui rekening Ikhsan Muda Harahap, Metysis Solution dan istri Andi, Myrinda. Semua dana dikirim melalui rekening bank di Singapura.
Berdasarkan uraian di atas, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara ini, kami selaku penuntut umum dalam perkara ini menuntut agar majelis hakim pada pengadilan pidana tipikor yang menyelidiki dan mengadili perkara ini, Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan, kata Jaksa Penuntut Umum Mufti Nur Irawan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis malam, 7 Desember.
Penuntutan pidana selama 8 tahun membuat Andi sedikit kecewa karena bersikap kooperatif dan memberikan informasi untuk mengungkap pemain utama lain dalam proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. Bahkan, kuasa hukum Andi, Samsul Huda, juga mengajukan permohonan menjadi justice collaborator (JC) sejak September lalu.
Permohonan menjadi JC dikabulkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 5 Desember lalu. Hal itu berdasarkan keputusan Pimpinan KPK nomor KEP 1536/01-55/12/2017 tentang penetapan saksi pelaku yang bekerja sama dalam tindak pidana korupsi.
Selain divonis 8 tahun penjara, Andi juga diminta membayar uang pengganti sebesar US$2,15 juta dan Rp 1,1 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam jangka waktu tersebut, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” kata jaksa.
Dalam pertimbangan JPU, Andi dianggap menyalahgunakan wewenang dan jabatan sejumlah pejabat seperti Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Golkar DPR, mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Irman, Pembuat Komitmen. Pejabat proyek KTP elektronik Sugiharto dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni.
“Terdakwa menggunakan pengaruh dan kewenangannya untuk mengarahkan proses pengadaan dan penganggaran,” ujarnya.
Apalagi, posisi Setya saat itu berperan penting dalam perolehan anggaran proyek KTP Elektronik. Andi kemudian dinilai melakukan intervensi dalam pembentukan tiga konsorsium penawar proyek KTP Elektronik, yakni PT Murakabi, Astra Graphia, dan PNRI. Ia kemudian berkoordinasi dengan Setya dan pejabat Kementerian Dalam Negeri untuk memenangkan salah satu konsorsium, yakni PNRI.
Dalam dakwaannya, jaksa juga merinci pihak-pihak yang diuntungkan atas perbuatan Andi. Salah satunya Ketua DPR Setya Novanto senilai US$7 juta atau setara Rp94 miliar dan jam tangan mewah Richard Mille RM-011 senilai US$135 ribu (Rp1,8 miliar). Belakangan, berdasarkan pemberitaan media, Setya akhirnya mengembalikan jam tangan mewah tersebut setelah menjadi perbincangan publik.
Namun nilai uang yang diterima Setya tak berhenti sampai disitu, Andi menjanjikan fee sebesar 11 persen kepada Ketua Umum Partai Golkar.
Usai membaca klaim tersebut, Andi belum bersedia berkomentar. Pernyataan itu hanya datang dari pengacaranya, Samsul Huda, yang menghormati tuntutan jaksa. Meski demikian, ia dan kliennya berharap sejak awal agar tuntutan dan hukumannya seringan mungkin.
“Kami tidak bisa mengatakan tuntutan pidana penjara 8 tahun itu ringan atau berat. Namun harapan kami, hukuman yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan terdakwa sebelumnya, kata Samsul kepada media tadi malam.
Ia juga mengatakan kliennya berkomitmen membayar uang pengganti senilai US$2,15 juta dan Rp 1,1 miliar karena terbukti dana tersebut berasal dari keuntungan proyek KTP Elektronik. Meski demikian, ia berharap denda bagi kliennya bisa dikurangi saat putusan dibacakan nanti.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 14 Desember di Pengadilan Tipikor dengan agenda pembacaan nota pembelaan. Hakim Agung Jhon Halasan Butar-Butar bahkan menyarankan pria berusia 44 tahun itu untuk menulis sendiri nota pembelaannya. – Rappler.com