• November 24, 2024
Persiapan sempurna tim Indonesia jelang final Piala Thomas 2016

Persiapan sempurna tim Indonesia jelang final Piala Thomas 2016

Minggu 21 Februari merupakan hari penting bagi dunia bulutangkis nasional. Memasuki ajang kualifikasi Piala Thomas 2016 di GMC Balayogi Indoor Stadium, Hyberabad, India tanpa target ambisius, tim Indonesia sukses menuntaskan laga dengan predikat juara.

Ya, juara.

Tagihan ini semakin terasa manis karena tim yang mengalahkan pemain Merah Putih adalah Jepang. Tim yang merupakan juara bertahan Piala Thomas.

Padahal, berbeda dengan laga-laga sebelumnya, Indonesia memilih menurunkan tim lapis kedua di babak final kualifikasi. Tanpa kapten Hendra Setiawan yang bersama Mohammad Ahsan merupakan pemain ganda terbaik Tanah Air.

Namun pertaruhan ini membuahkan hasil positif. Indonesia menang dengan skor 3-2.

Tiga poin Indonesia masing-masing disumbangkan oleh ganda Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi, serta dua pemain tunggal muda, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonathan Christie. Saya menilai nama belakang tersebut layak disebut pahlawan setelah memastikan poin akhir jatuh pada Indonesia, bukan Jepang.

Melalui perjuangan yang tak kenal lelah selama tiga tahun permainanPebulu tangkis yang biasa disapa Jojo itu mengalahkan Kenta Nishimoto 14-21, 21-19, 21-13.

“Para pemain cadangan telah membuktikan mampu mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya di tengah tekanan yang mereka hadapi di turnamen beregu sekelas Piala Thomas ini,” kata Manajer Tim Indonesia Rexy Mainaky dalam siaran persnya.

Kemenangan ini menjadi modal para pemain untuk tampil di final pada Mei mendatang, karena pada kualifikasi kali ini kita mampu mengalahkan Tim India dan Tim Jepang yang keluar dengan kekuatan penuh, kata Rexy optimis.

Sejarah berpihak pada Indonesia

Meski tak pernah blak-blakan mengenai targetnya menjuarai Kualifikasi Piala Thomas 2016 zona Asia, Rexy mengaku strategi menurunkan tim cadangan di babak final bukanlah strategi tanpa perhitungan. Hal itu, kata peraih medali emas Olimpiade Atlanta 1996 itu, berdasarkan sejarah yang memihak Indonesia.

“Kami memperhitungkan kesiapan pemain dan juga rekor pertemuan pemain Indonesia dengan pemain Jepang,” kata Rexy.

Terlepas dari argumen Rexy, hasil penelitian saya (mengenai hasil pertandingan Final Piala Thomas sejak tahun 2000) menunjukkan bahwa rekor Indonesia vs Jepang di Piala Thomas sebelum laga final kualifikasi Piala Thomas 2016 zona Asia kemarin memang baik-baik saja. Tiga kali bertemu, Indonesia menang 2-1.

Pertama, pada perempat final Piala Thomas 2006 yang dimenangkan Indonesia dengan skor 3-1. Kedua, pada semifinal Piala Thomas 2010 yang kembali dimenangkan Indonesia dengan skor 3-1.

Satu-satunya kekalahan Indonesia melawan Jepang terjadi pada babak perempat final Piala Thomas 2012. Saat itu, Indonesia kalah tipis 2-3.

Pikiran untuk mengulang sejarah empat tahun lalu terlintas di benak saya ketika ganda kedua Indonesia, Berry Angriawan/Rian Agung Saputro, gagal meraih poin bagi tim. Meskipun dari segi kepala ke kepala Duo Berry/Rian sudah unggul 2-1 atas wakil Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, hasil di lapangan akhir pekan lalu berbicara sebaliknya.

Hilang permainan lurus, 16-21, 15-21, Berry/Rian secara tidak langsung memberikan beban ekstra berat ke pundak juniornya, Jonathan Christie, yang disusun Rexy sebagai tunggal terakhir Indonesia. Namun tantangan itu dijawab Jonatan dengan hasil apik.

Ia membuktikan peringkat 36 dunianya memang lebih baik dibandingkan peringkat 46 dunia yang dipegang Kenta Nishimoto. Tak hanya menjuarai kualifikasi Piala Thomas Zona Asia 2016, Jonatan juga merevisi rekor head-to-head dengan Nishimoto menjadi 2-1.

Saatnya untuk menang

Setuju dengan pernyataan Rexy yang menyebut kemenangan Indonesia pada kualifikasi Piala Thomas 2016 zona Asia menjadi bekal menuju putaran final Mei mendatang, saya pun yakin Indonesia bisa membawa pulang trofi ciptaan George Alan Thomas tersebut ke Indonesia.

Menurut saya, inilah saatnya Indonesia menang. Mengapa demikian?

Berdasarkan catatan sejarah, Indonesia memegang rekor peraih Piala Thomas terbanyak sepanjang masa, yakni 13 kali. Lebih baik dari China yang “hanya” sembilan kali menjuarai Piala Thomas. Artinya, secara tradisi, menjadi juara bukanlah hal baru bagi Indonesia.

Selain faktor-faktor tersebut, para pemain Indonesia juga telah membuktikan diri layak menjadi yang terbaik. Selain nama besar Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, sejumlah pemain muda seperti Anthony Sinisuka Ginting dan Jonathan Christie juga tak bisa dianggap remeh.

Melalui kualifikasi Piala Thomas 2016 Zona Asia, Anthony menjadi satu-satunya pemain Indonesia yang tak pernah kalah. Enam kali dipercaya bermain, enam kali pula menyumbangkan poin. Sementara Jonatan, meski performanya tak sestabil Anthony, mampu menunjukkan potensi terbaiknya dengan meraih poin terakhir bagi Indonesia di laga final kualifikasi kemarin.

Singkatnya, Pengurus Pusat (PP) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) kini hanya perlu menjaga kondisi Tim Pemenang sambil terus memoles permainan pemain muda seperti Anthony, Jonathan, dan Ihsan Maulana Mustofa. Tommy Sugiarto yang berstatus satu-satunya pemain dewasa di nomor tunggal putra, bisa diberdayakan menjadi “mentor” bagi juniornya.

Satu-satunya hal yang membuat saya khawatir adalah Indonesia terakhir kali menjuarai Piala Thomas pada tahun 2002, yakni 14 tahun lalu. Sementara itu, Tiongkok baru saja tersandung dalam kompetisi tim top dunia dua tahun lalu.

Dalam lima ajang sebelumnya (2004-2012), Timnas Tirai Bambu selalu tampil sebagai juara. Termasuk saat mengalahkan Indonesia pada final Piala Thomas 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia dengan skor telak, 3-0.

Kemenangan Indonesia atas Jepang yang mengalahkan China 3-0 di semifinal Piala Thomas 2014, ditambah kekalahan telak China 0-3 melawan Korea Selatan di perempat final Kualifikasi Piala Thomas 2016 Zona Asia. , berhasil memberi saya kepercayaan diri.baru. Tahun ini Piala Thomas kembali hadir di Indonesia.

Setuju?

—Rappler.com

Faya Suwardi adalah jurnalis lepas di Jakarta yang menyukai perkembangan berita olahraga, hiburan, dan perjalanan.

BACA JUGA:

Hongkong Prize