Kementerian Desa bersedia laporan keuangannya diaudit ulang
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Mendes Eko mengaku tidak yakin suap bisa mempengaruhi auditor LTD dalam mengeluarkan penilaian laporan keuangan
JAKARTA, Indonesia – Menteri Kota Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengaku bersedia jika laporan keuangan kementeriannya harus diaudit ulang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setelah pejabat pimpinan I di sana ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Eko menilai suap yang diberikan Irjen Sugito sebesar Rp 240 juta tidak bisa mempengaruhi penilaian BPK terhadap opini atas laporan keuangan yang dipimpinnya.
LTD menetapkan laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini ini merupakan predikat tertinggi dalam opini LTD atas laporan keuangan masing-masing instansi. Di bawah WTP ada WTP dengan ayat penjelasan (WTP-DPP), wajar dengan pengecualian (WDP) atau “pendapat wajar dengan pengecualian”, pendapat non-pribadi atau “pendapat tidak wajar” dan tidak memberikan pendapat (disclaimer).
“Saya TIDAK Melihat jumlah uang sebesar itu bisa mempengaruhi WTP. Sebab WTP merupakan suatu proses yang panjang, dilakukan oleh banyak orang dan dilakukan oleh tim melalui prosedur yang ketat. Jadi saya tidak melihat (pengaruhnya), kata Eko saat ditemui di Istana Negara, Selasa malam, 30 Mei.
Namun karena menjadi kontroversi, Eko menyerahkannya kepada LTD jika ingin memeriksa kembali laporan keuangan lembaganya.
“Saya menyambut baik, mau diaudit lagi atau pakai yang sudah ada,” ujarnya.
Eko mengaku sangat terkejut ketika pejabat ekelon I yang dipercayanya justru menyuap auditor LTD untuk “membeli” opini atas laporan keuangan berstatus WTP. Ia mengaku belum mengetahui rencana Sugito memberikan suap. Eko menegaskan, dirinya tidak akan main-main soal integritas.
Lantas bagaimana rekam jejak Sugito selama ini di Kementerian Desa? Ia mengatakan, Irjen merupakan garda terdepan dalam pemberantasan korupsi karena ia merupakan Kepala Saber Pungli di Kementerian Perkotaan.
“Beliau adalah orang yang jujur dan disiplin. Saya juga tidak tahu (mengapa dia bisa menyuap). Lagi pula, itu bukan korupsi, (tetapi) suap, bukan? Ini aku juga TIDAK tahu alasannya, itulah yang kita butuhkan tinjauan,” dia berkata.
Ia mengaku juga tak bisa melupakan jasa-jasa yang telah dilakukan Sugito dalam membersihkan Kementerian Desa dari perilaku koruptif. Sejauh ini, dia belum bertemu Sugito di tahanan. Berdasarkan informasi dari KPK, dia baru akan bertemu dengan Sugito pada Kamis pekan depan.
“Belum (bertemu Sugito). Namun, saya juga meminta nasihat dari tim kuasa hukum saya agar pertemuan tersebut tidak dianggap sebagai intervensi. “Jadi, kepekaan itu harus saya jaga,” ujarnya.
Eko berharap kejadian yang menimpa Sugito bisa berdampak pada pengawasan internal di kementerian yang dipimpinnya. Ia tak mau disebut gagal karena program pembersihan yang dilakukan kementerian sejak awal dilakukan secara intensif.
“Mudah-mudahan persoalan ini mengingatkan kita semua untuk tidak bermain-main dengan integritas. “Saya memberikan akses seluas-luasnya kepada KPK untuk masuk ke kementerian saya,” ujarnya.
Dalam OTT yang dilakukan Jumat pekan lalu, penyidik KPK menyita uang tunai senilai Rp40 juta. Uang tersebut diyakini merupakan bagian dari komitmen fee senilai Rp240 juta yang seharusnya diterima kedua auditor LTD.
Sedangkan uang senilai Rp 1,145 miliar dan US$ 23.000 ditemukan di kantor pejabat LTD, Rochmadi. Namun peruntukannya masih didalami peruntukannya.
Selain Sugito, KPK juga menangkap pejabat eselon III Kementerian Desa yaitu Jarot Budi Prabowo. Ia bertindak sebagai perantara uang dari Sugito kepada dua auditor LTD Ali Sadli dan Rochmadi Saptogiri.
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Rochmadi dan Ali disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. – Rappler.com