Pemprov DKI tak menaati aturan soal proyek daur ulang
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Sikap keras kepala Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai melanggar aturan. Faktanya, pemerintah pusat sudah tidak ingin lagi proyek daur ulang ini dilanjutkan.
“(Ahok) harus melaksanakan keputusan DPR dan KKP agar daur ulang dihentikan,” kata Sekretaris Jenderal Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik, di Jakarta, Minggu, 17 April.
Hal itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti usai rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 13 April lalu.
Namun jauh sebelumnya, pendiri maskapai Susi Air itu menyatakan penolakannya terhadap pembangunan pulau buatan di kawasan Teluk Jakarta. Enggan berdebat dengan Ahok, sapaan akrab Basuki, Susi memilih bungkam.
Penghentian sementara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang reklamasi Teluk Jakarta memberi peluang bagi Susi.
“Proses daur ulang Pantura Jakarta dihentikan sementara sampai memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan,” kata Susi.
Pemerintah provinsi harus taat aturan
Pada Minggu, Riza dan kawan-kawan dari lembaga swadaya masyarakat lainnya, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, mengimbau para nelayan untuk tidak melakukan kerusuhan saat aksi berlangsung. Rappler yang turut berada di lokasi melihat, aksi pemasangan spanduk dan orasi sebagai simbol ‘penyegelan’ nelayan di Pulau G memang berlangsung positif.
Terjadi kerusuhan kecil, namun tidak berakhir dengan baku hantam. 300 peserta aksi datang dan meninggalkan Pulau G tanpa merusak apapun.
“Ini menunjukkan bahwa nelayan pun bisa menaati undang-undang yang ada. Apakah pemerintah bisa lebih patuh terhadap korporasi?” kata Riza.
Menurutnya, para pemimpin harusnya lebih bisa menaati hukum yang berlaku, dan menjadi teladan bagi rakyatnya. Daur ulang sendiri meninggalkan banyak lubang dari sudut pandang hukum.
Seperti PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Group yang membangun deretan ruko dan apartemen, padahal rancangan peraturan daerah yang menjadi dasar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum ada. Parahnya, ruko-ruko tersebut sudah habis terjual.
Selain itu, belum ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang juga menjadi salah satu syarat untuk memulai pembuatan pulau. Menurut Riza, audit tersebut sangat penting untuk mengetahui dampak industri apa yang akan terjadi di Teluk Jakarta. Dengan begitu, jika terjadi polusi, pemerintah bisa dengan mudah melacak industri dan perusahaan mana yang bertanggung jawab.
Saat ini, PKC dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MEF) sedang menyelidiki peraturan berongga seperti ini.
Implementasinya di lapangan juga harus diperhatikan, kata Riza.
Ada beberapa nelayan yang mengatakan, meski sudah diperintahkan berhenti, pengembang masih ngotot memperluas pulau buatannya.
Jangan libatkan masyarakat
Ahok dinilai tak melibatkan masyarakat nelayan setempat saat memutuskan melanjutkan reklamasi. Padahal, masyarakat inilah yang terkena dampak perubahan alam akibat pembangunan pulau buatan.
Setelah penimbunan dilakukan 3 tahun lalu, perairan sekitar Muara Angke mengalami pendangkalan. Selain itu, ikan, cumi, dan kerang yang mudah didapat nelayan hanya dengan melaut selama 15-20 menit saja kini tinggal kenangan.
Menurut Mamat, salah satu nelayan, ia dan teman-temannya kini harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan. Jumlahnya pun menurun drastis, dari yang tadinya 2 ton di laut, kini tinggal beberapa kuintal saja. Pendapatan mereka turun setengahnya.
“Kembalikan ikan kami!” ucap pria berusia 30 tahun itu dengan suara serak karena marah.
Pengacara LBH Jakarta yang mendampingi nelayan, Tigor Hutapea mengatakan, dampak serius tersebut terjadi saat Pulau G baru selesai dibangun seluas 16 hektare, dari total luas 161 hektare.
“Daripada mendaur ulang, justru lebih baik rehabilitasi,” kata Riza.
Dengan begitu, pemerintah bisa menjamin kelangsungan hidup masyarakat nelayan karena ikan di Teluk Jakarta sehat.
Ke depan, sebaiknya Pemprov, KLHK, dan KKP duduk bersama membahas kelanjutan daur ulang ini. Keputusan yang diambil harus mengembalikan hak warga dan mengembalikan fungsi ekologis lingkungan hidup.
Optimisme terhenti
Meski belum jelas ujungnya, Riza optimistis pemerintah pada akhirnya akan menghentikan daur ulang tersebut. Beberapa hal yang menjadi indikatornya adalah tingginya penolakan masyarakat, serta pergerakan DPR, CKP, dan KLHK.
Besok Senin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan DPR akan membicarakan masa depan reklamasi Teluk Jakarta, ujarnya.
Riza mengatakan, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron akan menyerahkan surat rekomendasi penghentian daur ulang kepada Presiden Joko Widodo pada hari yang sama. Namun saat dikonfirmasi Rappler, Herman belum memberikan tanggapan. -Rappler.com
BACA JUGA: