Jokowi menegaskan agar kajian undang-undang antiterorisme segera diselesaikan
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Dengan adanya Undang-Undang Anti Terorisme, aparat keamanan akan mudah mencegah serangan teroris di masa depan.
JAKARTA, Indonesia – Setelah penantian panjang, Presiden Joko “Jokowi” Widodo akhirnya tiba di RS Polri Kramat Jati pada Kamis malam, 25 Mei. Ditemani Ibu Negara, Iriana dan Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla serta ibunda Mufidah, orang nomor satu itu menjenguk korban luka yang dirawat di sana akibat ledakan bom Terminal Bus Kampung Melayu.
Sebanyak empat korban luka dirawat di sana. Jokowi mengaku menyayangkan aksi bom bunuh diri yang terus terjadi di Indonesia, apalagi kejadian tersebut dilakukan menjelang bulan Ramadhan.
“Insyaallah yang ada di sini kita harapkan bisa pulih dalam dua sampai empat hari ke depan. Saya sampaikan kepada seluruh masyarakat di pelosok tanah air untuk tetap tenang dan menjaga persatuan,” kata Jokowi yang ditemui usai menjenguk korban di rumah sakit, Kamis pekan lalu.
Ia meminta masyarakat Indonesia tetap waspada pasca serangan teroris tersebut. Sebab, meski keamanan diperketat, tindakan lebih lanjut mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu melawan terorisme.
Usai menjenguk para korban, Jokowi dan JK juga mengunjungi lokasi ledakan bom di Terminal Kampung Melayu. Dengan pengamanan ketat, Jokowi dan JK tiba di sana sekitar pukul 21.30 WIB.
Kepada media yang menunggunya, Jokowi mendesak DPR segera mengesahkan revisi UU Terorisme. Menurut Jokowi, keberadaan undang-undang tersebut akan memudahkan aparat keamanan dalam mencegah serangan teroris.
“Kami ingin pemerintah dan DPR segera menyelesaikan kajian undang-undang antiterorisme sehingga memudahkan penegakan hukum agar memiliki landasan yang kuat,” ujarnya di Kampung Melayu tadi malam.
Jokowi mengaku sudah memerintahkan Menko Polhukam untuk segera menyelesaikan kajian UU Anti Terorisme.
Penuh kontroversi
Pengesahan RUU Anti Terorisme juga terhenti karena adanya keberatan dari berbagai pihak terhadap aturan tersebut. Mereka mempertanyakan beberapa pasal di dalamnya yang dianggap penahanan sewenang-wenang.
Peneliti Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan, dua pasal yang dinilai kontroversial adalah Pasal 43 A dan Pasal 43 B. Pasal 43 A RUU Antiterorisme menyebutkan, “dalam rangka pencegahan, penyidik atau penuntut umum dapat mencegah orang yang diduga melakukan tindak pidana teroris untuk dibawa dan ditempatkan di suatu tempat tertentu dalam jangka waktu paling lama 6 bulan.”
Menurut pria yang akrab disapa Choky ini, ketentuan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan tempat.
“Apakah rutannya seperti Lapas Brimob atau rutan kejaksaan atau rutan khusus seperti yang akan dibangun di Sentul?” Bonar seperti dikutip pada Maret 2016 media.
Bonar mengatakan, meski istilah yang digunakan adalah “ditempatkan” pada tempat tertentu, namun seseorang hanya bisa ditahan jika sudah mempunyai status hukum yang jelas. Artinya, jika mereka berstatus tersangka, terdakwa, dan terpidana, maka bisa ditahan.
Sementara pasal 43 B dinilai mengaburkan kewenangan penanganan tindak pidana terorisme karena dianggap menyelaraskan institusi Polri dan TNI sebagai pihak yang diberi mandat untuk menjalankan strategi penanganan tindak pidana terorisme. . Bonar menilai penanganan terorisme merupakan kewenangan Polri. Sedangkan institusi lain termasuk TNI dan BIN bekerja di bawah koordinasi Kepolisian, karena penegakan hukum adalah domain kepolisian. – Rappler.com