9 catatan penting tentang penyelenggaraan Festival Belok Kiri
- keren989
- 0
Belok kiri menjadi viral di kampus-kampus?
JAKARTA, Indonesia—Festival Belok Kiri resmi ditutup pada Sabtu, 19 Maret. Apa yang bisa kita pelajari dari festival ini?
Dolorosa Sinaga, seniman yang juga panitia penyelenggara Festival Belok Kiri, mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, yang melatarbelakangi lahirnya festival Draai Links bukan sekedar acara diskusi atau pemutaran film. Namun bermula dari rencana penerbitan buku Sejarah Gerakan Kiri Indonesia untuk Pemula.
Buku ini disusun untuk memberikan bahan bacaan alternatif terhadap buku-buku sejarah keluaran Orde Baru. Membahas hal-hal yang tabu untuk dibicarakan: pembunuhan massal tahun 1965.
Kedua, perlawanan terhadap propaganda Orde Baru. Dolo mengatakan, inti acara Festival Belok Kiri adalah untuk melawan propaganda Orde Baru. Itu sebabnya pemesanan di festival dikemas secara kritis. Tema-tema yang diangkat antara lain, Marxisme untuk pemula, militerisme untuk pemula, Islam bergerak, media sosial sebagai senjata, dan workshop tentang gambar sebagai senjata.
Ketiga, yang menolak segala bentuk perizinan praktik politik. Dolo mengatakan, festival ini awalnya digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM), namun tiba-tiba dibatalkan di menit-menit terakhir.
“Itu memang caranya, tiba-tiba TIM bilang kita harus izin polisi,” ujarnya.
Dolo melihat adanya permasalahan ketidakjelasan informasi administrasi antara atasan dan bawahan di TIM sehingga menimbulkan kebingungan di panitia.
Padahal, kata Dolo, dulu ia sering menggelar pameran di TIM dan tidak pernah mengurus izin.
Dolo menduga ada tekanan dari luar agar TIM mempertanyakan izin penyelenggaraan festival tersebut.
Keempat, semakin dilarang, semakin banyak orang yang membicarakannya. Dolo mengatakan pelarangan itu ternyata membawa berkah. “Setelah dilarang, antusias masyarakat justru meningkat, Festival Belok Kiri dibicarakan selama seminggu, bahkan media terus meliput, bahkan ada yang melakukan wawancara mendalam,” ujarnya.
Kelima, generasi muda sebagai manajer. Menurut Dolo, Belok Kiri awalnya digagas oleh generasi muda, dan juga digarap oleh generasi muda. “Merekalah yang membuat festival ini kuat, mereka bekerja untuk menciptakan dan mengatur semuanya, bahkan pergerakan di media sosial, mereka sangat memegang kendali,” ujarnya.
Keenam, jadi ini adalah ruang lintas generasi. “Ternyata ruang yang kami bangun merupakan ruang lintas generasi,” ujarnya. Generasi tua berbaur dengan generasi muda, mereka berdiskusi tentang sejarah dan isu-isu kontemporer.
Ketujuh, memberikan pencerahan tentang sejarah khususnya bagi generasi muda. Menurut Dolo, Linksdraai telah membangun rekam jejak informasi, solidaritas, dan bantuan. “Ada yang tidak tahu ada yang tahu, ada yang tidak peduli jadi khawatir, sudah tidak ahistoris lagi dalam sejarah,” ujarnya.
Kedelapan, awal dari gelombang pemuda progresif. “Kalau saya lihat Festival Belok Kiri, ini akan menjadi gelombang anak muda yang akan mengubah Indonesia,” ujarnya.
Ia mengaku sempat dimintai pendapat mahasiswa mengenai festival serupa yang akan digelar di kampus. “Aku bilang, kita tinggalkan saja festival itu,” ucapnya. Karena kiri artinya kritis.
Menurut Dolo, gerakan sayap kiri atau kritis ini akan menjadi virus di kampus-kampus.
Kesembilan, Dolo mengatakan festival ini mengajak semua orang untuk berhenti menggunakan istilah Orde Baru. Misalnya istilah PKI yang dicetuskan oleh Orde Baru. “Saya kira sebaiknya kita mulai menyebut PKI yang digantikan oleh Partai Komunis, agar masyarakat tidak takut. “Sama seperti saat masyarakat mendeklarasikan Partai Golkar,” ujarnya.
Dan ketentuan Orde Baru lainnya. Sehingga pembahasan mengenai sejarah masa lalu bukan lagi hal yang tabu. —Rappler.com
BACA JUGA