Komunitas pecinta kucing Yogyakarta berhasil membebaskan mereka yang terbukti bersalah dalam UU ITE
- keren989
- 0
YOGYAKARTA, Indonesia – Suatu sore, Fatkhurrahman dilarikan ke kantor Kejaksaan Negeri Sleman. Pemilik 15 kucing tersebut membayar denda sebesar Rp 5 juta, sebagian dari hukuman yang harus dijalani hakim – di luar hukuman percobaan 6 bulan.
Uang tersebut merupakan hasil donasi anggota komunitas Jogja Domestic Cat Lovers (JDCL) yang dikumpulkan selama dua hari setelah pengumuman donasi diunggah di dinding akun Facebook komunitas tersebut.
“Teman-teman komunitas banyak memberi mendukung. Bahkan mereka sudah siap menyumbang saat persidangan sudah dalam tahap penuntutan dan jaksa menuntut saya satu tahun penjara dan denda Rp 10 juta, kata Fatkhurrahman saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu.
Fatkhur sebelumnya terjerat pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) setelah mengadu di dinding Facebook-nya tentang layanan klinik hewan tempat kucingnya mendapat perawatan medis, namun berakhir dengan kematian.
“Setelah membayar denda, tinggal menjalani hukuman percobaan saja, harus lapor 6 bulan. “Sampai saat ini belum dimulai, saya masih menunggu perintah kapan mulainya,” ujarnya.
Putusan di Pengadilan Negeri Sleman diterima tanpa banding karena Fatkhur khawatir akan mendapat hukuman yang lebih berat jika mengajukan banding.
“Saat ini sedang ada tren seperti itu (kriminalisasi pakai UU ITE), jadi lebih baik tidak mengajukan banding daripada hukumannya semakin berat,” akunya. Denda telah dibayar penuh pada tanggal 31 Agustus 2017.
Kucing itu mati saat dia terlibat dalam kasus tersebut
Pagi itu Fatkhur terbangun setelah Bela, Ilu, Mbok Niten dan Katy ribut meminta makanan. Empat kucing betina dan puluhan kucing domestik atau kampung lainnya berlarian di kamar tidur Fatkhur. Ada pula yang bersembunyi dan tidur di atas kepala Fatkhur hingga remaja berusia 21 tahun itu terbangun dari tempat tidurnya.
Karpet panjangnya ditutupi selimut yang menyatu dengan lantai. Selama tujuh tahun terakhir, Fatkhur lebih banyak tidur di kasur bersama puluhan kucingnya. Beberapa kasur berbahan katun atau gabus yang empuk sebelumnya tidak tahan lama, rusak karena cakaran kucing atau air kencing setelah ditandai dengan caturine.
“Katy adalah pasangan Boy yang meninggal setelah dirawat di klinik (Naroopet). Kami menemukan Bela dengan kaki terluka dan belatung di pinggir jalan. “Kaki depannya sudah tidak berfungsi lagi,” ujarnya.
Nama Bela diberikan setelah temannya memanggil kucing betina Bela, kependekan dari Maggot.
Si Putih, Mbok Niten, Bantet dan Ilu punya kisah yang tak kalah tragisnya dengan Bela. White ditemukan di pasar dengan luka di sekujur tubuhnya dan hampir buta. Mbok Niten, si kucing gemetar, ditemukan terhuyung-huyung dengan perut buncit dan sedang hamil, sedangkan Ilu kesulitan berjalan karena matanya buta. Ada pula Leon, seekor kucing persia yang mengalami luka parah setelah melompat dari punggung pengendara sepeda motor di jalan raya.
Sebagian besar kucing yang dibawa pulang dalam keadaan sakit dan membutuhkan perawatan. Saat menangani kasus tersebut, Fatkhur mengenang, sejumlah kucing mati karena tidak dirawat.
“Ada beberapa bayi kucing yang perlu disusui setiap dua jam dan sekarat. Tiga kucing dewasa juga mati. Mereka meninggal saat kami baru saja menghadiri persidangan. “Sidangnya dari pagi sampai malam, kadang menunggu lama tapi kemudian diundur ke hari lain,” kata penjaga warnet itu.
Persidangan berlangsung sekitar 6 bulan, sejak Maret 2017, setelah hampir setahun, pada Februari 2016, Fatkhur mengunggah status pengaduannya di Facebook dan kemudian ditangani pihak kepolisian dan kejaksaan setempat.
Sore harinya, kerumunan kucing terlihat mengerumuni semangkuk makanan di ruang tamu kontrakan Fatkhur. Fatkhur membutuhkan setidaknya 2 kg makanan kucing setiap hari untuk puluhan kucing rumahnya. Juga 25 kg pasir setiap tiga hari untuk toilet kucing.
Jika kucing sakit, setidaknya dibutuhkan Rp500 ribu untuk membayar obatnya.
“Kalau dokternya, sejak kejadian itu kami sudah menemukan dokter hewan yang juga sosial, tapi obatnya harus bayar. Dia sangat baik. Salah satu kucing kami mengalami patah kaki yang dirawat di klinik selama tiga bulan. “Kami tidak akan sanggup jika harus membayar,” kata Indra, rekan Fatkhur.
Menurutnya, jika hanya mengandalkan pendapatan dari warung internet, kebutuhan kucingnya tidak akan terpenuhi.
“Tapi buktinya sumber dayanya ada, jadi kalau butuh berobat, baru tahu kalau punya uang,” ujarnya.
Fatkhur lalu bergegas membuka pintu kamar yang tak jauh dari ruang tamu. Seekor kucing menggaruk pintu dengan berisik, memaksanya keluar.
“Ini ruangan khusus kucing. Ruangannya terpisah dan perawatannya juga berbeda-beda. Kita tanggung sendiri untuk mengurangi risiko tertular dari kucing kita yang lain,” ujarnya.
Adopsi seekor kucing
Puluhan kucing yang diselamatkan dari jalanan, pasar, dan tempat umum lainnya telah dirawat dan dibesarkan bukan untuk dipelihara sendiri. Fatkhur rutin memposting foto kucing sehat dan dapat diadopsi di halaman Facebook komunitas JDCL.
“Kalau kucingnya sudah siap, kami akan lakukan adopsi terbuka“Foto kucing-kucing itu kita unggah, lalu kalau ada yang berminat, kita wawancarai dan lakukan survei serta mengisi formulir adopsi,” ujarnya. Dalam formulir tersebut terdapat klausul bahwa pemilik wajib mensterilkan kucingnya atau mengganti biaya jika kucingnya disterilkan.
Ada beberapa hal yang terkadang membuat Fatkhur was-was saat merelakan kucing angkatnya. Ia khawatir kucingnya yang sehat dan menggemaskan akan dimanfaatkan untuk keperluan lain.
“Di Jakarta ada masyarakat yang mengadopsi kucing untuk dijadikan makanan reptil, ular, atau buaya. “Itu hanya untuk berjaga-jaga,” katanya sambil menunjukkan formulir adopsi dengan kolom bahan-bahan kuil dan tanda tangan.
Lucunya, ada sejumlah pemilik kucing lama yang kemudian mengadopsi kembali kucingnya.
“Mereka kemudian menyerahkan kucing itu kepada kami dalam keadaan tidak terawat, penuh luka, jamur, dan kudis. Namun setelah dia sembuh dan adopsi terbuka mereka mengadopsi kucing itu lagi. “Sebenarnya tidak etis, karena seperti membuang tanggung jawab,” ujarnya.
Selama tujuh tahun terakhir, Fatkhur lupa berapa banyak kucing yang datang dan pergi untuk diadopsi. Meski ada juga kucing yang berumur panjang tanpa ada yang mau mengadopsinya. Beberapa kucing betina juga dimandulkan untuk mencegah kehamilan.
“Prinsip kami adalah kucing tidak berkembang biak secara liar. Ini berbeda dengan prinsip peternak (peternak kucing komersial), mereka mendorong kucingnya untuk terus berkembang biak. Tapi ada beberapa peternak Nakal, singkirkan kucing yang sakit, berjamur, atau cacat agar tidak menulari anak anjing lain, tambahnya.
Fatkhur dan Indra bersyukur kini sudah ada beberapa kenalan klinik dan dokter yang bersedia membantu pengobatan tanpa meminta biaya. Sesama anggota komunitas juga berbagi rekomendasi mengenai klinik yang dipercaya untuk merawat kucing.
“Kami tahu klinik mana direkomendasikan, kamu memang harus hati-hati. “Padahal bisa berarti semua klinik sama bagusnya,” imbuhnya. —Rappler.com