Reinkarnasi Gafatar dari waktu ke waktu
- keren989
- 0
Dari Al Qiyadah Al Islamiyah, Millah Abraham, hingga Gafatar.
JAKARTA, Indonesia—Berita hilangnya Rica Tri Handayani di Sleman pada 30 Desember 2015 menjadi headline utama media nasional selama beberapa hari. Wanita yang berprofesi sebagai dokter dan anaknya itu akhirnya ditemukan pada Senin, 11 Januari oleh tim Polda DIY.
Ke mana Rika pergi selama lebih dari seminggu? Ia diduga bergabung dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).
Publik pun menyoroti organisasi tersebut. Media pun ikut terlibat dengan memberitakan WNI yang ‘menghilang’ satu per satu.
Apakah mereka benar-benar menghilang? Apa itu Gafatar?
Al Qiyadah Al Islamiyah
Menurut peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono, awalnya ada seorang guru mengaji di Jawa Barat bernama Ahmad Moshaddeq. Ia mendirikan organisasi bernama Al Qiyadah Al Islamiyah.
Qiyadah dalam bahasa Arab dapat berarti memimpin atau membimbing. Al Qiyadah Al Islamiyah dapat diartikan menuntut agar anggotanya berpegang teguh pada ajaran ‘Islam’ dalam sudut pandangnya.
Andreas menambahkan, Al Qiyadah Al Islamiyah mendalami ilmu tasawuf. “Jadi saya sedikit menutup diri,” katanya kepada Rappler, Selasa, 26 Januari.
Namun masyarakat tersebut akhirnya dinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2007. Dari surat MUI nomor 4 tahun 2007 dijelaskan bahwa Al Qiyadah Al Islamiyah dinyatakan sesat karena adanya tambahan syahadat yang berbunyi: “Ashhadu alla ilaha illa Allah wa asyhadu anna tetap Al Mau’ud Rasul Allah.”
Dalam syahadat MUI disebutkan, Al Qiyadah mengakui keberadaan nabi atau rasul setelah Muhammad dinilai bertentangan dengan ajaran Islam pada umumnya.
Surat tersebut ditandatangani oleh Anwar Ibrahim dan Hasanuddin.
Menurut Andreas, MUI hanya bertemu sehari pada 29 September 2007, tanpa mendengarkan dalil Ahmad Moshaddeq, saat fatwa sesat itu keluar.
Mossadeq kemudian diadili dan dipenjara pada tahun 2008 hingga 2011 bersama dua rekannya yang berasal dari Padang. Mereka dianggap melakukan penodaan agama terhadap agama Islam.
Millah Abraham
Setelah Mossadeq ditangkap, para pengikutnya mendirikan Organisasi Millah Abraham. Organisasi ini kemudian dilarang oleh Gubernur Aceh saat itu.
Dari penelitian Rappler, Millah Abraham pernah diasingkan di Sumatera Barat. Badan Koordinasi Pengawasan Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) Sumbar menetapkan komunitas Milla Abraham sebagai aliran sesat di 8 Juni 2011.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumbar Bagindo Fachmi menyatakan, usai rapat dengan seluruh unsur Bakor Pakem Sumbar pada Rabu, Rabu, ditetapkan aliran baru di Sumbar itu aliran sesat.
Sebelum dinyatakan sesat, Polsek Lubuk Begalung, Kota Padang, Sumbar, terlebih dahulu menangkap lima warga penganut aliran tersebut.
Gafatar
Andreas melanjutkan, organisasi Gafatar baru dideklarasikan pada tahun 2012 oleh mantan anggotanya Millah Abraham.
Meski dideklarasikan di Jakarta, menurut data Gafatar kuat di tiga provinsi yakni Jawa Barat, Aceh, dan Sumatera Barat. “Gafatar ini bermula dari daerah yang merupakan kantong Islam yang relatif konservatif, yaitu kantong Partai Keadilan Sejahtera. “Mungkin itu reaksi terhadap konservatisme di sana,” ujarnya.
Kemudian pada Januari 2015, enam anggota Gafatar yang terdiri dari lima laki-laki dan satu perempuan ditangkap di Aceh dan dipenjarakan atas tuduhan penodaan agama. Selain itu di Sumbar, dua orang (ayah dan anak) juga dipenjara karena kasus yang sama.
Bukan hilang, tapi ‘bermigrasi’
Seiring bertambahnya keanggotaan Gafatar, komunitas ini memutuskan untuk mencari tempat ‘bermigrasi’. “Mereka punya Kalimantan Barat dan berpikir akan aman di Kalimantan Barat, karena secara statistik tingkat kejahatan antar kelompok agama paling rendah di sana,” kata Andreas.
Lokasi yang dipilih adalah Kalimantan Barat. Mereka pun mendirikan pemukiman di sana.
Anggota Gafatar yang datang satu per satu dari Pulau Jawa keluar untuk ‘bermigrasi’ ke Mempawah, di mana media memberitakan bahwa mereka ‘menghilang’. “Dia menghilang bukan karena keinginannya sendiri,” kata Andreas.
Apa alasan sebenarnya di balik keputusan hijrah? “Karena mereka merasa teraniaya saat berada di Jawa,” kata Andreas.
Hingga Selasa, 19 Januari, 10 rumah warga Gafatar di Desa Moton, Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat dibakar massa.
Pemerintah kemudian mengevakuasi mereka secara besar-besaran dengan pesawat dan kapal. Pemerintah juga telah membentuk tim bersama Majelis Ulama Indonesia untuk membawa pengikut Gafatar kembali ke jalan yang ‘benar’.
Terkait rencana pemerintah ini, Andreas ragu anggota Gafatar akan ‘mualaf’ sesuai keinginan pemerintah. “Itu masalah mental, tidak akan efektif,” ujarnya.—Rappler.com
BACA JUGA