• October 15, 2024
Menolak pengujian UU Komisi Pemberantasan Korupsi Harga Tetap

Menolak pengujian UU Komisi Pemberantasan Korupsi Harga Tetap

Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.

Pegiat antikorupsi menolak keras peninjauan kembali UU KPK dan berharap pemerintah membatalkan kebijakan tersebut dibandingkan menundanya.

JAKARTA, Indonesia – Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Panjaitan, Senin, 22 Februari mengatakan akan mengundang aktivis dari berbagai LSM antikorupsi untuk membahas revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Luhut bermaksud menyosialisasikan persoalan ini dan mendengar masukan dari masyarakat.

Langkah ini diambil setelah Presiden Joko Widodo menunda pembahasan revisi UU KPK.

Lantas bagaimana tanggapan berbagai LSM antikorupsi? Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia (TII), Dadang Trisasongko menilai ajakan tersebut seolah-olah masyarakat sipil telah salah memahami kebijakan revisi UU KPK. Ia menilai dengan langkah tersebut pemerintah terkesan meremehkan masyarakat.

“Sebenarnya jauh sebelum kami menolak uji UU Komisi Pemberantasan Korupsi, kami sudah melakukan riset mendalam. “Terbukti kebijakan tersebut memang ingin melemahkan KPK,” kata Dadang yang dihubungi Rappler melalui telepon, Selasa, 23 Februari.

(Baca: Kontroversi 15 Poin Usulan Revisi UU Pemberantasan Korupsi)

Ia bahkan melihat tren revisi UU KPK sudah muncul beberapa tahun lalu. Selain itu, ia menduga kebijakan tersebut bertujuan untuk mengusung agenda politik tersembunyi.

“Elite politik di Jakarta punya motif balas dendam dan ingin melemahkan KPK. “Lihat dari partai-partai yang paling banyak mengejar KPK,” jelas Dadang.

Meski begitu, Dadang mengatakan TII akan hadir jika pemerintah mengundangnya berdiskusi. Meski demikian, bukan berarti sikap mereka akan berubah untuk mendukung kebijakan revisi UU KPK.

“Ini bisa menjadi harapan pemerintah. Namun posisi kami tetap sama. “Karena pengujian UU KPK ibarat membuka kotak Pandora, kita tidak tahu ke mana arah pengujian tersebut,” kata Dadang.

Sikap serupa juga ditunjukkan organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW). Anggota Departemen Hukum dan Pengawasan Peradilan ICW, Laola Ester, mengajak pemerintah melakukan hal tersebut mendengar.

Namun kami akan tetap dalam posisi menentang pengujian UU Komisi Pemberantasan Korupsi, baik ada sidang atau tidak, kata Laola saat dihubungi Rappler.

Namun hingga saat ini belum ada perwakilan pemerintah yang menghubungi ICW untuk bertemu.

Tidak penting

Baik ICW maupun TII menilai kebijakan pemerintah yang mengambang justru akan membingungkan masyarakat. Jika pemerintah tidak mengambil sikap yang jelas, justru akan menjadi bom waktu.

Sebab dengan ditundanya pembahasan pengujian UU Komisi Pemberantasan Korupsi, besar kemungkinan hal tersebut akan dibahas kembali di lain waktu, kata Laola.

Selain itu, tambahnya, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bukanlah hal yang mendesak. Dadang pun mengaku bingung mengapa pemerintah mengurus hal yang membuat KPK lemah.

“Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB Melawan Korupsi. Tujuannya adalah menjadikan hukum Indonesia lebih modern untuk memberantas korupsi. “Indonesia harus melengkapi unsur-unsur yang diamanatkan dalam konvensi tersebut, salah satunya adalah undang-undang tentang penyitaan aset pelaku korupsi di luar negeri,” jelas Dadang.

Ia mengatakan jika pemerintah ngotot melakukan revisi UU Pemberantasan Korupsi, maka masyarakat sipil tidak akan tinggal diam. TII, kata Dadang, siap menempuh jalur hukum untuk membatalkan pengujian undang-undang tersebut hingga ke tingkat Mahkamah Konstitusi. – Rappler.com

BACA JUGA:

HK Malam Ini