Sidang Penodaan Agama: Jaksa menolak pembelaan Ahok
- keren989
- 0
Majelis hakim akan mengambil keputusan Selasa depan
JAKARTA, Indonesia – Sidang kasus penodaan agama terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Selasa. Jalan Gajah Mada No. 17, Jakarta Pusat, Selasa pagi.
Sidang digelar pada pukul 09.00 WIB dengan agenda mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi Ahok pada sidang sebelumnya.
Dalam eksepsi yang dibacakan pada 13 Desember, Ahok merasa keberatan dengan dakwaan (JPU) yang menjeratnya dengan Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama.
Dakwaan jaksa berdasarkan Surat Al Maidah ayat 51 yang dimaksud Ahok saat berkunjung ke Kepulauan Seribu pada 27 September lalu.
Saat itu Ahok berkata, “Jadi jangan percaya pada orang, itu hanya bisa ada di hati kecilmu bapak ibu. TIDAK bisa memilihku Dibohongi pakai surat Al Maidah 51, macam-macam.”
Dalam sambutannya, Ahok mengatakan, kutipan terhadap surat Al Maidah ayat 51 tersebut bukan bermaksud untuk menjelek-jelekkan ayat suci atau menjelek-jelekkan agama Islam, melainkan untuk menyindir para politisi yang kerap memanfaatkan ayat-ayat tersebut untuk kepentingan politiknya.
Ahok juga mengatakan, dirinya tidak mungkin melakukan penodaan agama terhadap Islam karena ia memiliki keluarga angkat yang beragama Islam. Mencemarkan nama baik Islam, kata Ahok, sama saja dengan menghina keluarga angkatnya sendiri.
Mantan Bupati Belitung Timur ini juga mengungkapkan, dirinya tertarik untuk membantu pembangunan rumah ibadah bagi umat Islam. Ia pun mengaku selalu menyisihkan penghasilannya untuk zakat dan berkurban di Idul Adha.
Jadi saya tidak habis pikir kenapa saya bisa dituduh melakukan penistaan agama Islam, kata Ahok.
Dalam tanggapannya, jaksa mengatakan, apakah penodaan agama yang dilakukan Ahok disengaja atau tidak, tidak bisa dinilai hanya dari pernyataan Ahok saja, tapi harus melihat keseluruhan rangkaian peristiwanya.
Meski kunjungan ke Kepulauan Seribu tidak ada kaitannya dengan Pilkada, namun ketika beliau berpidato dan sengaja menyambungkan Al Maidah ayat 51, menunjukkan ada urut-urutannya, kata jaksa.
Sementara terkait tudingan Ahok yang tak mungkin menghina Islam karena sering membantu pembangunan tempat ibadah, membayar zakat, dan berkurban, pendapat jaksa berbeda.
“Tugasnya sebagai gubernur adalah melayani masyarakat yang dipimpinnya, hal itu tidak bisa dijadikan bantahan bahwa dia telah menyinggung agama,” kata jaksa.
Jaksa juga membantah proses hukum terhadap Ahok digelar karena adanya tekanan massa. Ia pun membantah percepatan percepatan perkara ini melanggar prosedur yang berlaku.
“Kalau tidak sesuai proses hukum harus mengajukan sidang pendahuluan,” kata jaksa.
Tanggapan Penasihat Hukum
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum Ahok, Sirra Prayuna, mengatakan jaksa penuntut umum mengabaikan unsur kehati-hatian. Ia menegaskan, jangka waktu 14 hari tersebut tidak harus digunakan terus-menerus.
“Tetapi serah terima berkas, dari pagi hingga sore hari, dianggap penting dalam proses penegakan hukum kita. Prosesnya luar biasa cepat,” katanya usai sidang. Hal inilah yang ingin ditekankan tim kuasa hukum kepada masyarakat.
Sementara terkait keberatan JPU terhadap delik formil Pasal 156a yang tidak memerlukan pembuktian, Sirra menilai pernyataan tersebut tidak tepat. “Undang-undang tidak memberikan alasan pada pasal 156a tentang delik formil,” ujarnya.
Menurut dia, dugaan pelanggaran formil hanya pendapat jaksa. Dalam kasus utama, tulislah kalimat ‘sengaja’. Sirra menegaskan, hal itu belum bisa dibuktikan oleh JPU pada persidangan berikutnya, termasuk konsekuensinya.
“Itu materi. Oleh karena itu, hakim diberi keleluasaan menafsirkan, karena pembentuk undang-undang belum memberikan satu alasan pun mengapa pasal 156 dapat dikualifikasikan sebagai delik formil. Anda boleh membuka literatur apa saja,” katanya.
Selain itu, mereka juga menyebut pendirian agama MUI pada 11 Oktober 2016 yang menyatakan Ahok memang melakukan penghinaan terhadap agama, bukan sumber hukum positif. Oleh karena itu, tidak tepat jika dijadikan dasar dan acuan jaksa dalam merumuskan dakwaannya, ujarnya.
Usai mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi Ahok, Majelis Hakim menyatakan akan mengambil keputusan apakah persidangan dilanjutkan atau dihentikan pada Selasa 27 Desember. —Rappler.com