• November 27, 2024
Komunitas LGBT melaporkan polisi ke Komnas HAM

Komunitas LGBT melaporkan polisi ke Komnas HAM

JAKARTA, Indonesia – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Arus Pelangi bersama Partnership dan Outright Action International melaporkan Polsek Menteng ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena melanggar kebebasan berkumpul dan berserikat.

Laporan ini disampaikan setelah anggota Polsek Menteng mendesak agar acara pelatihan yang digelar ketiga lembaga tersebut pada 3 Februari lalu dibubarkan.

“Kami sudah lapor ke polisi karena diduga melanggar kebebasan berkumpul dan berserikat. Laporan diterima Muhammad Nurkhoiron dari Komnas HAM, kata Lini Zurlia dari Arus Pelangi kepada Rappler, Selasa 9 Februari.

Lini mengatakan polisi melanggar prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam UUD 1945, khususnya pasal 28E ayat (3) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Polisi adalah aparatur negara yang bertugas mengayomi, mengayomi, dan melayani masyarakat sebagaimana tertuang dalam Tribrata, sumpah dan janji polisi, kata Lini.

Oleh karena itu, pembubaran pelatihan ini menjadi bukti bahwa polisi gagal dalam melindungi komunitas LGBTI yang juga merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama, ujarnya.

Bagaimana kronologis kejadiannya?

Berdasarkan penuturan Arus Pelangi, panitia menggelar pelatihan peningkatan akses keadilan bagi komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (LGBTI) di Indonesia pada 1-8 Februari di Hotel Grand Cemara, Gondangdia, Jakarta Pusat.

Program pelatihan ini, menurut Lini, bertujuan untuk meningkatkan kapasitas aktivis dan organisasi LGBTI di Indonesia dalam mengakses layanan dasar sebagai warga negara. Diharapkan kedepannya program ini dapat mengembangkan modul yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan advokasi terhadap pemenuhan hak komunitas LGBTI di tanah air.

Pada hari pertama dan kedua, pelatihan berjalan lancar. Namun pada 3 Februari, tiga orang yang mengaku dari ormas Islam datang ke tempat pelatihan di Hotel Cemara.

“Mereka kemudian menghadang pihak hotel, namun pihak hotel kooperatif dan menjaga keamanan panitia sehingga tidak berhasil masuk,” kata Lini.

Ketiga anggota ormas tersebut kemudian disusul lima rekannya. Perdebatan antara delapan anggota ormas dengan pihak hotel berlangsung selama satu jam, namun kkarena tidak dapat menemukan cara untuk bertemu satu sama lain, maka pihak hotel meminta panitia untuk bertemu dengan mereka.

“Tapi saat kami turun menemui FPI, ternyata polisi sudah ada. “Polisi menyatakan menerima surat pengaduan dari FPI,” aku Lini merujuk pada ormas Front Pembela Islam (FPI).

Polisi kemudian bertanya kepada panitia. “Apakah ini benar-benar kegiatan LGBT?” tanya polisi. Setelah dijelaskan panitia, polisi kemudian meminta izin.

Panitia mengatakan kegiatan mereka tidak memerlukan izin, melainkan pemberitahuan, karena acara tersebut tidak menggunakan fasilitas umum atau di luar ruangan.

Dalam mekanisme perundang-undangan dari UU No. 9 Tahun 1998 tentang kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, dan Instruksi Lapangan Kapolri No. Pol/02/XII/95 tentang perizinan dan pemberitahuan kegiatan, masyarakat tidak pernah menyebutkan bahwa melakukan kegiatan pelatihan di ruang tertutup memerlukan izin dari pihak kepolisian.

Namun polisi menyatakan acara tersebut terpaksa dibubarkan karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

Akhirnya pihak hotel menyarankan agar acara tersebut ditutup dan dipindahkan ke lokasi lain. Panitia juga menyetujuinya karena alasan keamanan.

Panitia kemudian diberi kesempatan untuk berhenti berlangganan dari hotel hingga keesokan harinya. Namun menurut Lini, suasana di sekitar hotel menjadi mencekam dan kehadiran personel polisi bertambah menjadi 25 orang.

Bahkan ada keributan, ada usulan bahkan ada staf Polda Metro Jaya, ujarnya.

Anggota Komnas Perempuan lalu datang dan turun tangan. Acara disepakati ditutup dan dipindahkan ke hotel dekat kantor Komnas HAM.

Hingga saat ini, laporan panitia ke Komnas HAM masih diproses. Polisi tidak dimintai keterangan Komnas soal kasus ini.

FPI tidak setuju komunitas LGBT mengadakan acara tersebut

Sementara itu, Badan Pakar Depan DPD FPI, Alfian Tanjung membenarkan, anggotanya sempat menyambangi Hotel Cemara saat komunitas LGBT menggelar acara pelatihan.

“Ya, benar,” katanya kepada Rappler pada hari Rabu.

Apa klaim FPI?

Menurut Alfian, FPI tidak setuju komunitas LGBT mengadakan acara dalam bentuk apapun, termasuk kampanye HIV/AIDS.

“Hanya itu saja cakupan“Nah, kamu paham sebenarnya acara apa itu,” ujarnya.

Ia menegaskan, secara ideologis, FPI tetap menolak segala bentuk acara yang diselenggarakan oleh komunitas LGBT. “Kembali saja menjadi orang normal, rukun, jangan marah-marah, jangan benci,” ujarnya.

FPI, kata Alfian, akan terus bekerja sama dengan aparat untuk mengawasi masyarakat tersebut.

“Pahami saja kita ingin (harmonis) bersama,” ujarnya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Pengeluaran SDY