Mencari generasi baru bulu tangkis pengganti Owi/Butet
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Pemain ganda campuran papan atas Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir akhirnya tiba di Indonesia dari Glasgow, Inggris pada Selasa malam, 29 Agustus. Mereka berhasil mewujudkan harapan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dengan meraih gelar juara dunia pada tahun 2017.
Bagi Tontowi, ini merupakan gelar juara dunia kedua yang diraihnya bersama Liliyana. Sedangkan Liliyana berhasil memecahkan rekor tersebut dengan meraih gelar juara dunia keempatnya. Dua juara dunia lainnya diraih saat masih berpasangan dengan Nova Widianto.
Keduanya disambut cukup meriah di area kedatangan Terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta. Ketua Umum PBSI Wiranto pun menyambut baik kedatangan ganda campuran papan atas tersebut.
Raut kebanggaan dan kebahagiaan terlihat jelas di wajah ganda campuran berjuluk Owi/Butet itu. Menariknya, meski sudah beberapa kali meraih gelar juara, baik Owi/Butet mengaku tak mau berbangga.
Tugas berat berikutnya sudah menanti, yakni penyerahan medali emas di Asian Games 2018. Lantas bagaimana kesan mereka terhadap gelar juara dunia tahun ini?
“Kami bersyukur bisa menjadi juara dunia. Semoga dengan persiapan yang baik kita bisa menjaga kondisinya. Tentu kita tidak mau cuek karena saya punya target tahun 2018 nanti kalau Indonesia jadi tuan rumah bisa memberikan medali emas, kata Liliyana kepada awak media tadi malam.
Ia mengaku tak punya beban saat berlaga di Emirates Stadium, Glasgow, Minggu pekan lalu. Menurutnya, sikap tersebut juga membuat mereka lebih tenang saat menghadapi pemimpin ganda campuran China, Zheng Siwei/Chen Qingchen. Bahkan, publik sempat khawatir akan kalah dari ganda China karena sempat tertinggal di babak pertama.
“Yang saya pikirkan saat itu hanyalah berusaha tampil sebaik mungkin dan berkomunikasi dengan baik dengan Tontowi. “Saya rasa saya tidak ingin mencetak rekor dengan memenangkan empat kejuaraan dunia sama sekali,” ujarnya.
Wanita berusia 32 tahun itu mengakui, Zhen/Chen bukanlah lawan yang mudah. Pada pemeringkatan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF), pasangan Tiongkok berada di peringkat pertama. Liliyana pun mengaku tak menutup kemungkinan keduanya akan bertemu kembali di Asian Games tahun depan.
Saya yakin permainan mereka sudah matang, tapi kami pasti punya strategi khusus, ujarnya.
Sementara bagi Tontowi, usia muda dan ketangkasan bermain bukan satu-satunya faktor dalam meraih kemenangan. Menurutnya yang terpenting adalah bisa mengendalikan emosi agar tidak terlalu heboh dan emosi saat bermain.
“Seperti musuh saya, karena semangatnya malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Sedangkan karena saya sudah pernah meraih (gelar juara dunia) sebelumnya, jadi saat bermain saya bisa lebih tenang dan menikmatinya. “Saya menikmati poin yang diraih,” kata Tontowi di tempat yang sama.
Disinggung motivasi yang mendorongnya meraih gelar juara dunia, Tontowi mengatakan anak semata wayangnya, Danish, juga menjadi salah satu faktornya. Selain itu, ia merasa bersyukur karena mendapat dukungan penuh dari keluarga dan masyarakat Indonesia.
Pria yang akrab disapa Owi ini tak terlalu ambil pusing dengan segala harapan yang ditimpakan pada mereka. Dalam catatan Rappler, duo Owi/Butet setidaknya tiga kali menyelamatkan muka PBSI, yakni saat meraih medali emas Olimpiade Rio 2016, menjuarai Indonesia Open 2017, dan meraih gelar juara dunia.
“Iya itu saja (harapan) syukuri saja dan nikmati saja,” ucapnya ketus.
Optimis akan ada kelahiran kembali
Kemenangan Owi/Butet pada kejuaraan dunia 2017 tak boleh membuat PBSI lengah. Karena ganda campuran menetapkan standar yang sangat tinggi untuk dicapai oleh junior.
Sementara itu, proses kebangkitan pelatnas berlangsung cukup lambat. Dibandingkan Tiongkok, Indonesia tertinggal jauh.
Lantas apakah Owi/Butet optimis akan ada kelahiran kembali yang menggantikan mereka?
“Kalau sudah begini, Anda tidak perlu khawatir. Saya yakin teman-teman di Pelatnas pasti bekerja keras, berusaha keras berlatih. Mereka semua pasti ingin menjadi juara. Hanya saja prosesnya memerlukan waktu dan tidak bisa instan. Mudah-mudahan Richard punya motivasi untuk mencari pengganti kami, kata Butet.
Harapan serupa juga diungkapkan Owi. Ia berharap ada pemain muda di bawahnya yang bisa menunjukkan taring dan semangat juangnya. Karena itulah kunci kemenangan.
Jadi, yang dikirim ke turnamen itu tidak selalu Owi/Butet, kata Owi.
Ia pun berpesan kepada para juniornya untuk tidak pernah putus asa dan putus asa ketika tertinggal jauh dari lawannya. Owi memberikan tipsnya jangan fokus pada keadaan lawan yang tertinggal, tapi bagaimana cara mendapatkan poin dengan bijak.
Ia melihat ganda campuran Praveen Jordan dan Debby Susanto berpeluang mengikuti jejaknya. Meski demikian, Owi masih melihat kurangnya keuletan dalam bermain.
“Sejujurnya, semangat juang dan pantang menyerah adalah kunci penting,” ujarnya.
Jika Butet berniat gantung raket usai Asian Games, tidak demikian halnya dengan Owi. Hal ini memicu spekulasi bahwa ganda campuran favorit publik akan dipecah. Apakah Owi siap dipasangkan dengan pemain baru?
Ia mengaku selalu siap dipasangkan dengan siapa pun. Namun, perlu waktu untuk menyesuaikannya.
“Tentu saja mengerti kimia “Tidak mudah, jadi ada prosesnya,” kata Owi.
Owi/Butet ingin beristirahat di pekan kepulangannya dari Inggris dan menikmati gelar barunya sebagai juara dunia. Setelah itu, mereka kembali mengumpulkan harapan untuk berlatih dengan target baru di kejuaraan lainnya. Sekali lagi selamat untuk Owi/Butet. – Rappler.com