Agam lolos dari reruntuhan dan kini sendirian
- keren989
- 0
Keluarga Agam dimakamkan di lubang yang sama, termasuk adik laki-lakinya yang belum pernah dilihatnya
PIDIE JAYA, Indonesia – Namanya Zainul Abdilah alias Agam. Dia baru berusia 13 tahun. Tapi dia tidak punya siapa-siapa lagi. Ayah, ibu, dan dua adik perempuannya tewas tertimpa reruntuhan saat gempa berkekuatan 6,5 skala richter melanda Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, pada Rabu pagi, 7 Desember 2016.
Dua hari setelah gempa, Rappler menemuinya di Kuta Gelumpang, Desa Teupin Perahu, Meureudu, Pidie Jaya. Mengenakan kemeja lengan panjang, bekas kesedihan masih terpatri jelas di wajahnya. Sesekali ia memandangi puing-puing yang menumpuk tak jauh dari tempatnya berdiri.
Ia pernah terjebak di bawah reruntuhan selama hampir dua jam. Di bawah reruntuhan, ayahnya (M Nur, 45), ibu (Siti Sahrum, 40), dan kedua saudara perempuannya (Intan Sofia, 12, dan Nur Azizah, 5) terkubur.
“Saya pikir saya tidak akan selamat,” kata Agam mengenang kejadian mengenaskan yang dialaminya pada Rabu pagi saat gempa meruntuhkan rumah dua lantai yang ia tinggali.
Saat gempa dahsyat itu terjadi, Agam baru saja terbangun dari tidurnya. Ia kaget melihat dinding rumahnya bergetar. Langit-langit tiba-tiba runtuh dan jendela terlepas dari engselnya. “Saya tidak tahan lagi,” kata Agam.
Dalam hitungan detik, rumah dua lantai itu runtuh. Agam tiba-tiba terjebak di antara tumpukan beton. Kegelapan segera menyelimuti dirinya. Tak ada yang bisa dilakukannya kecuali berteriak lirih, “Tolong…tolong…Ma Wa (bibi)..Ma Waa (bibi)..Agam ada di dalam.”
Bibi yang ditelepon Agam adalah Nurjana. Dia tinggal tidak jauh dari rumah Agam. Saat itu, Nurjana juga panik. Gempa bumi membuat dia keluar rumah. Saat itulah samar-samar ia mendengar suara Agam yang meminta tolong.
Butuh beberapa waktu bagi Nurjana untuk menemukan posisi Agam. Sebab, selain tumpukan beton yang padat, hari masih subuh, masih gelap, dan gempa hanya memutus aliran listrik.
Dengan bantuan senter, Nurjana kemudian menelusuri setiap celah reruntuhan hingga akhirnya bisa memastikan posisi Agam. “Tunggu di sana,” kata Nurjana.
Wanita berusia 45 tahun ini kemudian berlari mencari pertolongan. Tak jauh dari lokasi, ia menemukan becho atau ekskavator, alat berat yang biasa digunakan untuk pengerukan. “Tapi operatornya tidak ada,” kata Nurjana bingung.
Ia kemudian kembali ke tempat Agam dimakamkan. Saat itu dia melihat banyak orang berlarian menuju gunung. Dari mereka, Nurjana mendapat kabar adanya tsunami. “Saya tidak lari karena keponakan saya terjebak, jadi dia akan mati di sini,” ujarnya.
Beruntung tsunami tidak benar-benar datang. Namun Agam masih terjebak. Nurjana akhirnya menemukan operator becho. Satu jam kemudian, Agam berhasil dievakuasi. “Dia masih hidup. “Hanya tangan dan kaki yang memar,” kata Nurjana sedikit lega.
Namun, terbebas dari hantaman beton membuat Agam semakin terpukul. Sebab beberapa waktu setelahnya, ayah, ibu, dan dua adiknya ditemukan. Tak satu pun dari mereka yang bernapas.
“Saya kira dia masih hidup, tapi ternyata dia sudah mati,” kata Agam dengan mata berkaca-kaca.
Nurjana mengaku mendengar ayah dan ibu Agam berteriak minta tolong dari balik reruntuhan. “Saya mendengar panggilan minta tolong. Istri yang luar biasa, saudara yang luar biasa. “Setelah itu hilang, kami tidak ngobrol lagi,” kata Nurjana.
Seorang warga yang membantu evakuasi juga mengaku mendengar telepon ayah Agam berdering dari balik tumpukan sampah. Ia pun beberapa kali mendengar suara Bu Agam meminta pertolongan sebelum akhirnya suara itu hilang.
“Karena korban tertimpa beton, maka diperlukan alat berat (untuk mengeluarkannya),” kata warga tersebut. Andai saja alat berat itu datang lebih cepat, Agam tak perlu kehilangan ayah, ibu, dan dua adiknya.
Ironisnya, ayah Agam adalah seorang kontraktor sukses yang memiliki tiga becho. Namun saat gempa terjadi, ketiga becho tersebut tidak ada. “Dia sebenarnya punya tiga becho, hanya tiga di luar karena ada proyek,” kata warga tersebut.
Ayah, ibu, dan dua adik Agam dimakamkan di Kuta Gelumpang, Desa Teupin Perahu, Meureudu sekitar pukul 21.00 WIB pada Rabu malam. Mereka dibaringkan dalam satu sarang.
Selain ayah, ibu, dan dua adiknya, masih ada satu orang lagi yang dikuburkan yakni janin dalam kandungan Siti Sahrum. Istrinya (ibu Agam) sedang hamil lima bulan, kata Nurjana. —Rappler.com
BACA JUGA: