Banyak gerakan boikot yang bermunculan pasca aksi 212
- keren989
- 0
Ini adalah ringkasan yang dibuat oleh AI, yang mungkin memiliki kesalahan. Untuk konteksnya, selalu rujuk artikel selengkapnya.
Dua gerakan boikot yang paling banyak tersebar di media sosial adalah tentang Metro TV dan Sari Roti
JAKARTA, Indonesia – Aksi damai pada Jumat, 2 Desember lalu tampaknya tak menyurutkan amarah masyarakat. Jika sebelumnya sasaran kemarahan mereka adalah Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama, kini sasarannya melebar.
Seruan boikot pun menggema di media sosial, bahkan seminggu setelah acara doa bersama yang dihadiri ratusan ribu orang berakhir. Berikut kelanjutan aksi 212 yang perlu Anda ketahui:
1. Boikot Metro TV
Tak bisa dipungkiri, stasiun televisi swasta milik Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh ini menjadi bulan-bulanan para pendukung aksi 212 karena dianggap tidak seimbang dalam menyampaikan pemberitaan. Bahkan, tak sedikit pihak yang menuding Metro TV anti-Islam karena “mengurangi jumlah peserta aksi damai”.
Kebencian tersebut pula yang membuat para peserta aksi tak segan-segan ‘mengganggu’ reporter Metro TV, Rifai Pamone, saat memberitakan situasi aksi 212.
Dalam siaran langsung tersebut terdengar teriakan ‘penipu’ atau ‘provokator’. Dalam rekaman video yang beredar di media sosial, terlihat beberapa pria berwajah putih menunjuk ke arah Rifai yang sedang bekerja.
Bahkan, selain Metro TV, ada juga beberapa pemberitaan dari perusahaan media lain yang memberitakan intimidasi terhadap jurnalisnya. Ada kejadian penggusuran mobil SNG Kompas TV karena dianggap ‘pro-Ahok’.
Sebelum aksi tersebut, jurnalis Gatra, JPNN, dan Tirto juga sempat diusir dari markas Front Pembela Islam (FPI) saat hendak meliput rapat persiapan aksi di sana. Bahkan, jurnalis Tirto, Reja Hidayat, sempat dikeroyok oknum yang diduga anggota FPI.
Dalam keterangan tertulisnya, Reja menyatakan terpaksa tidak melaporkan apapun mengenai pertemuan tersebut, dan menghapus data yang telah dikumpulkannya.
Baik LBH Press maupun AJI Jakarta mengecam meningkatnya intimidasi terhadap pers. Menurut mereka, alih-alih main hakim sendiri, masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas Dewan Pers untuk menyampaikan keberatannya terhadap pemberitaan tersebut.
2. Boikot Sari Roti
Boikot kedua dilakukan terhadap produk Sari Roti. Sentimen ini bermula dari penjelasan perusahaan PT Nippon Indosari Corpindo tentang foto pedagangnya yang membagikan roti gratis saat aksi damai 212.
Pihak perusahaan menegaskan, pendistribusian ini bukanlah inisiatif atau arahan perusahaan. Muncul informasi mengenai pembagian gratis produk Sari Roti oleh pedagang roti keliling (pedagang sepeda roda tiga“), merupakan kejadian di luar kebijakan dan tanpa persetujuan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk,” tulisnya dalam pernyataan itu.
Pernyataan yang sebetulnya merupakan upaya menjaga netralitas ini justru dinilai sebagian pihak sebagai tindakan ‘menyakitkan umat Islam’. pengguna bersih memutuskan untuk memboikot produk tersebut.
Bahkan, beredar pula foto-foto orang yang membuang produk Sari Roti ke tempat sampah bahkan menginjaknya. Setelah seruan boikot muncul, saham merek tersebut turun, namun segera pulih.
Omong-omong, #BoikotSariRoti . melanjutkan
— #BoycottMetroTV (@hafidz_ary) 7 Desember 2016
3. Penjelasan MURI
Usai aksi 212, beredar foto piagam Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guinness World Records yang mencantumkan nama GNPF-MUI dan aksi salat Jumat. Memang banyak yang mengklaim bahwa salat berjamaah ini merupakan yang terbesar di dunia, dengan jumlah peserta mencapai 7 juta orang, meski angka tersebut masih diragukan.
Setelah foto tersebut beredar, MURI atas nama Ketua Umum Jaya Suprana langsung mengunggah penjelasannya. “MURI belum mengeluarkan sertifikat penghargaan karena masih dalam proses menanyakan kepada pihak penyelenggara,” ujarnya dalam keterangan yang diposting di akun Twitter MURI.
PENYATAAN. Piagam dengan nomor 5407 ini merupakan rekor “Ketahanan Mobil dan Motor Berjalan Tanpa Pelumas untuk Menempuh Jarak Terjauh” pic.twitter.com/j6yCYNpAOd
— Rekor MURI (@MURI_org) 5 Desember 2016
– Rappler.com