
“Ada kehidupan setelah tanggal 19 April kawan…”
keren989
- 0
Mengapa Anda mendukung pasangan calon di Pilkada DKI Jakarta 2017? Pertanyaan itu saya ajukan kepada empat wakil dua pasangan calon pada pilkada putaran kedua, saat Rappler menggelar pembicaraan bertajuk LIVE Sketches pada Rabu, 12 April. Di saat yang sama, KPU DKI juga menggelar debat terakhir jelang Pilkada 19 April.
Talkshow saat jeda debat berlangsung dalam suasana bersahabat. Studi Sketsa adalah fitur mingguan di Rappler, yang berbentuk video visualisasi topik terkini.
Saya menghubungi koordinator juru bicara kedua pasangan calon dan mendapatkan nama-nama yang ditugaskan pada acara Rappler. Menurut saya, keempatnya memiliki pemahaman yang mendalam terhadap paslon yang didukungnya dan memberikan argumentasi yang cukup detail untuk kritik terhadap paslon lawan.
Mereka pun “berdebat” dengan elegan. Pilihan kata-katanya bagus. Sesekali kami juga mengomentari penampilan para kandidat di layar televisi yang kami tonton bersama.
Dwi Rubiyanti Kholifah atau biasa disapa Ruby merupakan aktivis Asian Muslim Action Network (AMAN) dan pernah masuk dalam daftar 100 perempuan berprestasi dunia. BBC.
“Saya sebenarnya mulai di putaran kedua mendukung Pak Ahok dan Pak Djarot, apalagi setelah kasus dugaan penodaan agama mencuat terhadap Pak Ahok, atas dasar penghinaan terhadap Surat Al Maidah 51,” kata Ruby kepada Rappler hari itu.
Tumbuh di keluarga beragama Islam, Ruby mengaku tak setuju Ahok didakwa melakukan penodaan agama akibat politik pemilu daerah. Hal yang Ruby tidak buat nyaman merupakan tren sementara masyarakat memilih pemimpin, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, berdasarkan agama dan ras.
“Masalah SARA memang mengkhawatirkan. Jika kemudian menghalangi hak politik seseorang. Misalnya, bayangkan bagaimana seorang anak lahir dari rahim seorang ibu yang misalnya atheis, lalu anak tersebut kehilangan kesempatan dan haknya?” kata Ruby, aktivis perempuan, kesetaraan gender dan penelitian intensif tentang isu-isu gender. bidang kesehatan seksual di tempat tinggal Islam.
Ruby menilai Ahok dan Djarot merupakan pemimpin yang terbukti. “Pak Ahok dan Pak Djarot punya rekam jejak yang jelas. “Kami melakukan hal-hal konkrit di Jakarta,” kata perempuan peraih gelar Magister Ilmu Kesehatan dan Sosial dari Mahidol University, Thailand ini.
Ruby juga aktif dalam gerakan mendukung pluralisme di Indonesia.
Pendukung Ahok lainnya, Gunawan Hidayat, telah menjadi aktivis pemuda dan gerakan politik selama 16 tahun. Selain menjadi pengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Gunawan juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Pemuda Muhamadiyah. Lalu apa yang menyebabkan dia mendukung mantan Bupati Belitung tersebut?
“Setelah puluhan tahun mengikuti berbagai pemilu dan pilkada, saya melihat kita harus memberikan kesempatan kepada para pemimpin yang telah berbuat sesuatu, agar mereka bisa meninggalkan jejaknya. warisan, warisan budaya,” kata Gunawan.
Dia melihat Ahok punya rekor itu dan memulainya di Jakarta. Pilihan mendukung Ahok – Djarot tentu menimbulkan masalah.
“Keluarga saya beragama Islam. muhammadiyah lagi. “Di keluarga, perdebatan soal dukungan sangat besar,” kata Gunawan. Perdebatan semakin memanas setelah kasus Al Maidah 51 terungkap.
“Bagi saya soal akhlak dan agama, biarlah Allah SWT yang menilai makhluknya. Bukan manusia lain,” ujarnya.
Sementara itu, Razi Talib, pendiri situs perjodohan setipe.com, telah melalui masa-masa menarik sejak belajar di Australia. Selepas kuliah, ia mencoba berkarir di berbagai perusahaan. Razi mudah bosan dan suka mencoba-coba hal baru. Belakangan ini, ada satu hal yang membuatnya fokus, yakni mendukung Anies Baswedan (dan Sandiaga Uno) di Pilkada DKI Jakarta.
“Saya sudah lama mengikuti Mas Anies. Karena saya tertarik dengan bidang pendidikan, dan Mas Anies konsisten di jalur itu. “Saya kemudian terlibat dalam kegiatan Indonesia Mengajar,” kata Razi menjelaskan alasannya mendukung Anies.
Indonesia belajar adalah gerakan yang melibatkan pengemudi profesional muda yang pergi ke desa-desa dan daerah terpencil dan mengajar siswa sekolah di sana.
“Saya juga terhubung dengan gerakan Turun-Tangan,” kata Razi.
Keahliannya di bidang teknologi disumbangkan dalam bentuk membangun sistem untuk mendukung kelancaran dua gerakan yang melibatkan mantan Menteri Pendidikan tersebut.
“Mas Anies dan Mas Sandi adalah kombinasi yang ideal. Yang satu fokus di bidang pendidikan, yang satu lagi punya rekam jejak sebagai wirausaha. “Inilah yang dibutuhkan sebagai pemimpin di Jakarta,” kata Razi menilik pengalamannya sebagai wirausaha.
“Pendidikan itu penting, bukan hanya urusan teknis. tapi bagaimana caranya menjalankan pembicaraan, pikirkan solusinya. Jadi, dukungan saya tidak ada hubungannya dengan masalah agama. Saya pernah menjadi minoritas. Wajah saya seperti orang Timur Tengah, beragama Islam, tinggal di negara lain, ujarnya.
Demi mendukung Anies dan Sandi, Razi memilih meninggalkan usahanya untuk sementara.
Di sisi lain, Usamah A. Aziz atau biasa disapa Sami mengagumi Anies Baswedan sejak masih duduk di bangku SMA.
“Waktu itu Pak Anies baru pulang dari Amerika, saya kira. “Saya suka dengan ide, pemikiran, dan cara bicaranya,” kata Sami.
Anies kemudian bergabung dengan Universitas Paramadina sedangkan Sami kuliah di Universitas Trisakti.
“Saya tidak mau ikut Indonesia Mengajar karena saya masih belajar. “Akhirnya saya ikut Kelas Inspirasi,” ujarnya.
Sama seperti Razi, Sami juga mengikuti kegiatan Turun-Tangan. Namun uniknya, ia sempat berpapasan dengan Anies pada Pilpres 2014 lalu.
“Saya mendukung Prabowo. Pak Anies ada di tim Pak Jokowi. Ya, kami berbeda, tapi saya tetap takjub. Jadi ketika Pak Anies dicopot dari jabatan Mendikbud oleh Presiden, saya berpikir Pak Anies harus berkontribusi untuk bangsa. Saya tidak bisa diam saja,” katanya.
Peluang mendukung Anies terbuka ketika mantan rektor Universitas Paramadina itu mencalonkan diri di Pilkada Jakarta.
“Saya menepati janji saya untuk mendukung Pak Anies di pilkada kali ini. saya harus menjalankan pembicaraan,” ujar pemuda yang bekerja di sebuah perusahaan besar ini. Menurut Sami, Anies dan Sandi punya rekam jejak yang baik, juga dalam hal antikorupsi.
Di penghujung perbincangan malam itu, kami semua tertawa dan keempat narasumber saya berjabat tangan mesra. Ivan @Sketgram yang pada saat debat membuat LIVE Sketchbook, sesuatu yang tidak mudah dilakukan, menunjukkan hasil akhirnya. Kami kemudian berfoto bersama dengan halaman Sketchbook tersebut.
Melalui akun Twitternya, Razi mengatakan meski mendukung calon berbeda, bukan berarti ia tak bisa berkomunikasi. Secara seremonial, pemilihan kepala daerah berakhir pada 19 April. Namun, ikatan persahabatan harus dijalin tanpa batas waktu.
Momen #DebatPilkada biasa ngobrol dan tertawa bersama, padahal mereka mendukung pihak yang berbeda.
Ada kehidupan setelah tanggal 19 April orang… pic.twitter.com/EIxTbjoyXQ
— Razi Thalib (@RaziThalib) 12 April 2017
Menurut saya, komentar Razi itu sangat tepat. Ada kehidupan setelah pilkada 19 April. Kehidupan seperti apa yang ingin kita jalani tergantung pada usaha kita. – Rappler.com