
Peringatan kebebasan pers dibubarkan, AJI mengutuk sikap polisi
keren989
- 0
YOGYAKARTA, Indonesia (UPDATED2) – Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) mengecam keras sikap aparat kepolisian yang gagal memberikan rasa aman pada peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia (WPFD) 2016 di Yogyakarta yang juga bertepatan dengan perayaan tersebut. tepat di seluruh dunia.
Ironisnya, Indonesia akan menjadi tuan rumah pelaksanaan WPFD tahun depan.
“Di saat seluruh dunia memperingati Hari Kebebasan Pers, justru terjadi proses penginjakan hak kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Yogyakarta. Peringkat kebebasan pers Indonesia akan semakin terpuruk akibat ulah sekelompok orang yang memaksakan kehendak. “Kelihatannya kelompok anti pluralisme, intoleran ini dibiarkan saja terjadi, makanya aksi mereka masih terulang kembali,” kata Ketua Umum AJI Indonesia Suwarjono di Jakarta, Rabu, 4 Mei 2015.
Ia pun mempertanyakan mengapa polisi justru bertindak sebaliknya jika penolakan ditujukan pada acara yang diselenggarakan pejabat. “Dari penggusuran hingga peristiwa yang dilakukan aparat pemerintah, meski mendapat penolakan, protes kelompok masyarakat masih bisa terjadi. Polisi menjaga dan mengamankan kegiatan tersebut hingga selesai. Kenapa kalau kita mengadakan acara dengan dalih ada keberatan dari sekelompok warga, kita tidak dikawal? Sebenarnya sudah dibubarkan, kata Suwarjono.
Pembubaran acara HUT WPFD 2016 berlangsung pada Selasa malam. Saat itu, puluhan jurnalis dan aktivis masyarakat sipil di Yogyakarta menggelar acara di Sekretariat AJI Yogyakarta.
Informasi terakhir menyebutkan, RT dan RW di lokasi Sekretariat AJI Yogyakarta meminta aliansi tersebut berangkat dalam waktu dua pekan. Pemilik rumah yang kini menjadi markas pun mengamini. AJI Yogyakarta masih menghimbau agar mereka tidak pindah.
Menuntut polisi
AJI Indonesia selaku induk organisasi AJI akan mengajukan gugatan hukum ke Polri atas pembubaran acara tersebut. “Kami sedang menyusun rencana untuk menuntut Polri atas kejadian ini. “Hal seperti ini tidak bisa ditoleransi,” kata Iman D. Nugroho, kepala advokasi AJI Indonesia.
Pembubaran ini turut menyumbang pada lamanya tindakan represif yang dilakukan terhadap ekspresi warga, dalam hal ini AJI Yogyakarta. Jaminan hak asasi manusia dalam kebebasan berekspresi diatur dalam Pasal 19 DUHAM dan Pasal 28F UUD 1945.
“Kedua peraturan tersebut mengatur tentang hak memperoleh informasi dan hak menyebarkan informasi atau berekspresi,” jelas Iman.
Hal ini juga menambah daftar panjang kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian Indonesia yang disebut sebagai musuh kebebasan pers pada peringatan WPFD kemarin. Menurut Iman, kepolisian selalu tampil prima sejak perayaan Hari Kebebasan Pers yang berlangsung pada 2007 lalu.
Kapolda membantah dirinya memerintahkan pembubaran tersebut
Sementara itu, Kapolda DIY Brigjen Prasta Wahyu Hidayat membantahnya diinstruksikan untuk membubarkan acara tersebut sebagaimana disampaikan oleh Kabag Operasi Polda DIY, Kompol Sigit Haryadi sebelumnya.
“Acaranya tidak dihentikan, ada perintah untuk mengamankannya, harus diamankan. Keduanya warga, sama-sama sudah ditangkap, kata Prasta, Rabu 4 Mei di Polda DIY.
Acara tersebut digelar AJI Yogyakarta di sekretariat AJI Yogyakarta di Jalan Pakel Baru, Umbulharjo, Yogyakarta, Selasa 3 Mei malam. Dalam pembubaran yang terekam dalam video tersebut, Kompol Sigit Hayadi dengan tegas menyatakan bahwa pembubaran acara tersebut merupakan perintah Kapolda DIY.
“Ora ono (tidak ada apa-apa),” bantah Prasta.
Namun Prasta menolak saat ditawari untuk menonton video tersebut. “Rungoke dewe (dengarkan sendiri). “Iya, kami pastikan,” tegasnya.
Ia pun kembali berargumentasi saat ditanya soal maraknya ormas intoleran yang berkali-kali membubarkan peristiwa di Yogyakarta.
Sebelumnya, ormas intoleran juga membubarkan acara Lady Fast di Survive Garage dan juga mengunjungi asrama Islam transgender.
Prasta meminta wartawan bertanya kepada Kabid Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti.
“Sama saja dengan Ny. Anya. Tn. Waka menjelaskannya, kan? Mari kita bicara tentang hal lain. Yang pasti masyarakat Yogya aman, ujarnya.
Peringatan Hari Kebebasan Pers
Pada Selasa malam, 3 Mei, polisi mengambil pperingatan Hari Kebebasan Pers di Yogyakarta.
Acara yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta ini sudah berlangsung, namun di tengah acara, Polrestabes Yogyakarta datang dan menghentikan acara tersebut.
Setelah polisi datang, ormas tersebut dicurigai Wadah komunikasi bagi putra-putri purnawirawan (FKPPI) mendatangi Sekretariat AJI Yogyakarta dan meminta acara dibubarkan.
Kapolresta Yogyakarta Kompol Sigit Haryadi mengatakan, pihaknya membubarkan acara tersebut karena ada potensi konflik dari luar. Alasannya karena sedang diputar film dokumenter Pulau Buru: Tanah air kami yang ditampilkan dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers.
“Acara ini kami bubarkan karena ada potensi ancaman konflik dari luar,” kata Sigit.
Sementara itu, Ketua AJI Yogyakarta Anang Zakaria mengecam pembubaran tersebut. Sebab, menurutnya acara tersebut meminta izin kepada masyarakat setempat dan juga mengundang Kapolda DIY serta Kapolda DIY.
“Ini adalah kebebasan untuk berkumpul. Polisi justru membubarkan kami, bukannya melindungi kami, kata Anang.
Ia pun meminta polisi menyerahkan surat pembubaran resmi. Namun polisi menolak memberikan surat tersebut.
Akhirnya, setelah melakukan perundingan, para undangan acara peringatan Hari Pers Internasional membatalkan acara tersebut.
“Kami berusaha sekuat tenaga untuk melawan. Bahwa yang kita lakukan bukanlah kekalahan, perjuangan memerlukan sikap tidak takut. “Karena ketakutan hanya memperpanjang perbudakan,” kata Anang.
Sebelumnya, FKPPI juga menolak menayangkan film tersebut Pulau Buru oleh direktur Rahung Nasution di kampus Universitas Gadjah Mada awal pekan ini. – dengan laporan dari Ursula Florene/Rappler.com
BACA JUGA: