Ketika seorang ilustrator asal Malang berhasil menembus Hollywood
keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia – Ilustrator muda asal Malang, Jawa Timur, Evan Raditya Pratomo, 27 tahun, turut andil dalam popularitas film tersebut. Hantu di dalam Cangkang. Evan membuat dua ilustrasi untuk film produksi Paramount Pictures Corporation yang digunakan untuk promosi media sosial. “Saya mengirimkan lima sketsa, dua gambar pilihan,” katanya kepada Rappler.
Evan menyelesaikan lima sketsa saat mengunjungi lokasi syuting di Wellington, Selandia Baru. Kunjungan tersebut berlangsung selama lima hari, tiga hari berkeliling Wellington, dua hari untuk mengamati proses syuting dan membuat sketsa.
Evan telah bekerja dengan sejumlah ilustrator global dalam pembuatan poster film media sosial, termasuk Hsiao Ron Cheng (Tiongkok), Gustavo Torres (Argentina), Jan Urschel (Singapura), Pete Lloyd (Spanyol) dan Hayden Zezula (Amerika Serikat). .
Ilustrasi pertama diberi judul penyelaman hantu menggambarkan karakter utama Mayor dan Batou. Wajah Mayor menghadap ke depan sedangkan Batou menghadap ke samping, seolah mereka mempunyai ikatan yang kuat. Elemen air berada di antara kedua karakter ini.
Gambar kedua diberi judul peretasan hantu hanya mewakili sosok Mayor yang berada di pusat kota. Evan mencoba memaparkan secara detail karakter manusia-robot ini dengan melihat proses produksi selama dua hari dan mencermati komik karya Shiro Masamune.
Pengamatan selama proses pengambilan gambar, kata dia, memberikan inspirasi dan suasana film yang akan dilanjutkan dengan karya ilustrasinya. Ia mengamati setiap adegan dan mendiskusikannya dengan sutradara Rupert Sanders. “Saya tidak punya waktu untuk bertemu dengan aktor utama. Scarlett Johansson dan Pilou Asbaek adalah merusak,” dia berkata.
Evan mencoba menghadirkan poster dan gambar menarik yang berbeda dari ilustrator lainnya. Ia berhasil menciptakan gambar yang menarik setelah menelaah komik dan film animasi secara detail. Evan sering membaca komik dan menonton film versi animasi semasa SMA.
Buah dari kerja keras dan keberuntungan
Evan dikontrak Paramount setelah menerima surat elektronik pada 5 Mei 2016. Dalam surat tersebut, Evan diminta hadir di lokasi syuting pada 10 Mei 2016. Jika tidak hadir, ia tentu tidak bisa membuat poster promosi di media sosial.
Awalnya dia panik, khawatir tidak bisa mengurus visa dalam lima hari. Namun ia nekat terbang ke Jakarta untuk mengurus visa hingga akhirnya berhasil mengunjungi lokasi syuting. Paramount tertarik dengan karya ilustrasi Evan yang memiliki fitur wajah ala Barat, namun bercirikan budaya dan karakter lukisan ala Jepang.
Saat itu, kata dia, ia mengunggah empat karyanya tumblr. Karyanya dinilai cocok dengan tone filmnya Hantu di dalam Cangkang. Padahal, hingga saat ini ia belum terlalu serius mengelola dan mengunggah karyanya di Tumblr.
“Cuma iseng, sehari setelah diunggah, Paramount mengirimkannya surel. Pekerjaan saya dianggap memiliki memaksaKontraknya, kata dia, tak hanya mengandalkan keberuntungan saja. Namun, Paramount melihat kerennya hasil karya Evan.
Selama ini Evan kerap membuat ilustrasi ala Jepang. Ia juga akrab dengan komik manga. Sejak SMA, ia sudah akrab dengan komik Hantu di dalam Cangkang yang telah dirilis sejak tahun 1995. Unik, komik dengan sentuhan sci-fi futuristik tapi ada unsur klasik Jepang, ujarnya.
Ditambah lagi, komik penuh dengan filosofi Jepang. Evan sudah mengenal komik Jepang sejak TK. Dia mengidolakan komik Doraemon. Namun ia cenderung netral, tidak terlalu fanatik terhadap komik Jepang, namun juga menyukai komik produksi Marvel dan DC Comics.
Suka menggambar sejak TK
Sejak TK, Evan bercita-cita menjadi seorang pelukis. Dia suka menggambar dengan mencoret-coret dinding. Orang tuanya bahkan menutupi dinding dengan kertas untuk ditulisi Evan kecil. Ia mengikuti kompetisi menggambar bertema perdamaian di New Delhi, India.
Sejak itu, orang tua Evan menyuruhnya mengambil kursus menggambar. Agar lebih fokus dan berkarakter. Ia juga sering berbincang dengan orang tuanya, ayahnya adalah seorang arsitek dan ibunya, Putri Untasnia, adalah seorang desainer baju bayi.
Sejak SMP hingga SMA, ia belajar menggambar secara otodidak. Semasa SD, ia membuka komik dengan jalan ceritanya sendiri. Komiknya diperlihatkan kepada teman-teman di sekolah. Ia membuat komik tentang kisah kehidupan sehari-hari anak sekolah. “Saya dimarahi guru,” katanya.
Selepas SMA, ia memilih kuliah Desain Komunikasi Visual di Universitas Ciputra Surabaya. Di sini ia ditempa dan ditantang untuk menghasilkan karya terbaik. Semasa kuliah, dia adalah ilustrator lepas untuk sejumlah perusahaan penerbitan buku cerita anak-anak.
Termasuk penerbit BIP, Kiblat, MIC dan Andi. Ia telah bekerja sebagai ilustrator lepas di sela-sela perkuliahan sejak semester ketiga. Pada semester akhir, ia membangun proyek kewirausahaan dalam bentuk studi percontohan yang disebut Kapten kertas. Serta membangun jaringan, pasar dan mengikuti berbagai pameran.
“Ternyata dunia ilustrator lebih luas dari yang saya kira,” ujarnya. Proyek ini membuahkan hasil Evan menjadi lulusan terbaik Universitas Ciputra Surabaya kategori Pengembangan Kreatif Terbaik pada 28 September 2013. Evan kemudian juga membuat buku cerita. Tukang Pos Kecil yang diluncurkan secara indie sebanyak 150 eksemplar.
Buku cerita anak ini saya produksi sendiri dengan gaya Jepang dengan nuansa rustic. Inovasi juga ia lakukan dengan menciptakan ilustrasi berbagai gambar dan gaya dalam buku cerita anak pada tahun 2014. Pada tahun 2016, lima karya ilustrasinya masuk dalam kumpulan karya ilustrator Asia bertajuk Artis Berprestasi di Asia 2016.
Bahkan karya ilustrasinya pun diberi judul Ciuman untuk Matahari Merah menjadi sampul kumpulan ilustrasi se-Asia. “Gambar itu tercipta dalam mimpi. “Saya bermimpi ikan koi terbang di langit Tokyo,” ujarnya.
Kini ia berusaha mewujudkan mimpinya membuat cover album musik. Ia tertarik mendesain dan mengilustrasikan untuk musisi Glenn Fredly dan
Sherina. Begitu pula dengan band Coldplay yang dinilai berani membuat konsep album. “Saya mengajukan permintaan ke situs Coldplay dan tidak ada tanggapan,” ujarnya. – Rappler.com