• April 25, 2025
Rapor Merah Calon Komisioner Komnas HAM

Rapor Merah Calon Komisioner Komnas HAM

DPR merupakan gerbang terakhir untuk menyaring calon-calon bermasalah

JAKARTA, Indonesia – Koalisi penyelamat Komnas HAM terus menemukan permasalahan pada nama 14 calon komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 yang baru diumumkan kemarin. Kini tinggal proses seleksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memastikan nama-nama yang dipilih berkualitas baik.

Berdasarkan penelusuran koalisi, serta mengacu pada tahapan psikotes dan wawancara, nama-nama tersebut masih ada catatannya, kata Direktur Pusat Bantuan Hukum Indonesia Totok Yulianto saat dihubungi Rappler, Kamis, 3 Agustus.

Sejak tahap awal, koalisi telah melakukan screening latar belakang, konfirmasi langsung dan tidak langsung, serta menilai jawaban para kandidat saat tes.

Dari 14 orang tersebut, terdapat 2 orang calon yang dinilai kurang kompeten atau memahami hak asasi manusia. Salah satu calon memiliki pemahaman yang tidak sesuai dengan prinsip universal hak asasi manusia dan satu calon lemah dalam memahami keterlibatan TNI di wilayah sipil.

Dari segi integritas, ada 3 calon yang bermasalah. Satu orang terkait dengan Tim Sukses dan dekat dengan kepala daerah yang terlibat korupsi; satu orang diduga menjadi kuasa hukum terdakwa kasus TPPU dan perusakan hutan, serta memberikan keterangan palsu; satu orang diduga bersekongkol dengan perusahaan saat menjabat di lembaga pemerintah.

Lalu dari segi independensi, ada 2 calon yang bermasalah. Satu orang diduga terafiliasi dengan partai politik, organisasi intoleran, dan menduduki jabatan di BUMD.

Satu orang lagi diduga terlibat persekongkolan dengan perusahaan dengan memanfaatkan jabatannya di suatu institusi. Keduanya pun membantah saat proses wawancara.

Dari segi kapasitas, berdasarkan penelusuran kami ada 3 calon yang mempunyai catatan negatif. Dua orang mengalami kesulitan antara lain komunikasi, kerjasama, kinerja dan kemampuan menjalankan prinsip pengelolaan; Ada satu orang yang kesulitan berkomunikasi karena rekan-rekannya mengira dia hanya mengutamakan citra publiknya.

“Meski dikonfirmasi panel dalam wawancara dan dibantah oleh kandidat, kami akan terus mendalami temuan yang ada,” kata Totok.

DPR harus objektif

Jika tidak ada perubahan, DPR akan memilih 7 dari 14 nama yang diajukan majelis. Koalisi berharap DPR menerapkan Prinsip Paris dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Kehati-hatian ini perlu dipelajari dari pengalaman para komisaris periode 2012-2017.

Jangan sampai salah tafsir The Paris Principles terulang kembali terkait keberagaman unsur anggota Komnas HAM yang kerap diberi keterwakilan di ormas berdasarkan agama, aliran politik tertentu, dan tokoh dari daerah tertentu, kata Totok.

Pada periode ini ada satu orang komisioner yang dipilih karena dianggap mewakili wilayah Papua, namun hal ini kerap menimbulkan kontroversi dan permasalahan kompetensi.

Koalisi merekomendasikan DPR tidak mempertimbangkan kepentingan politik pragmatis. Setiap anggota yang melakukan uji kemampuan dan kepatutan harus memilih 7 nama yang dianggap mampu dan berintegritas.

DPR harus menggunakan indikator penilaian yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dalam melakukan uji kemampuan dan kepatutan, ujarnya.

Pengaturan

Tugas komisaris baru tidaklah mudah. Nur Kholis, Ketua Komnas HAM, mengatakan ada 10 kasus pelanggaran HAM berat yang harus segera diselesaikan, serta aduan lainnya yang berjumlah 2 ribu kasus. Kasus-kasus tersebut, serta langkah-langkah yang diambil, akan dituangkan dalam laporan 5 tahun.

“Ini bisa menjadi pedoman bagi komisaris selanjutnya,” ujarnya saat dihubungi terpisah.

Umumnya, komisaris yang dipilih lebih dari 10 orang, bahkan terkadang sampai 23 orang. Namun melihat periode saat ini, panitia seleksi menyarankan agar jumlahnya dikurangi menjadi 9 orang. Sedangkan komisaris periode saat ini berjumlah 13 orang.

Kritik yang muncul adalah buruknya sistem komunikasi dan administrasi internal. Sistem pergantian ketua setahun sekali dianggap sebagai bentuk keinginan calon penguasa; serta munculnya pernyataan perseorangan namun rupanya mengatasnamakan lembaga.

Menurut dia, pemangkasan jumlah komisaris hingga separuhnya melalui proses evaluasi yang ketat. Namun jumlah komisaris tidak menentukan kinerja lembaga. Misalnya, ketika jumlah komisioner mencapai 23 orang pada tahun 1998-2002, terdapat 3 kasus pelanggaran HAM berat yang berhasil dibawa ke pengadilan.

Mungkin saat itu kejadiannya masih dekat, jadi kemauan politiknya masih tinggi, kata Nur.

Jadi, selain memastikan kinerja komisionernya bagus, pemerintah juga harus menunjukkan niat baik untuk bekerja sama menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. – Rappler.com

BACA JUGA:

Data SDY